Bangun Moderasi dan Dialog dengan Mahasiswa di Kampus dalam Melawan Radikalisme

Imanuel Lodja | Selasa, 29/11/2022 05:52 WIB

Moderasi atau jalan tengah dan dialog perlu dibangun dalam menghadapi radikalisme di kalangan generasi muda. Semua agama pun sesuai ajarannya menghargai kemajemukan. Narasumber bersama pengurus FKUB NTT saat Seminar FKUB Masuk Kampus di kampus Universitas Muhammadyah Kupang, Senin (28/11/2022).

KATANTT.COM--Moderasi atau jalan tengah dan dialog perlu dibangun dalam menghadapi radikalisme di kalangan generasi muda. Semua agama pun sesuai ajarannya menghargai kemajemukan.

Hal ini mengemuka dalam Seminar FKUB Masuk Kampus, Senin (28/11/2022) di kampus Universitas Muhammadyah Kupang. Pendeta Dr Ira Mangililo, dosen tetap pasca sarjana pada UKAW Kupang dalam pandangan moderasi dari sudut pandang Kristen Protestan mengulas berbagai hal mengenai kemajemukan dan radikalisasi.

Diseburkan kalau sasaran radikalisme adalah kaum muda. mahasiswa juga adalah kelompok yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga rentan.

Disisi lain, dalam berbagai penelitian, perempuan merupakan kelompok yang sangat rentan pada radikalisme terutama yang usia 17 hingga 18 tahun. "Hasil penelitian menunjukkan 81 persen sasaran radikalisme adalah perempuan," ujarnya.

Baca juga :

Agama Kristen sendiri menghadapi radikalisme sesuai ajaran dalam kitab suci yakni manusia adalah Imagodei bahwa manusia diciptakan segambar dam serupa dengan pencipta dan Allah merestui keberagaman.

Untuk itu disarankan agar generasi muda membangun dialog dengan pemimpin agama dan tidak puas dengan informasi di media sosial.

Dr Ahmad Atang, dosen Universitas Muhammadyah Kupang yang membedah moderasi dari pandangan Islam menyebutkan kalau moderasi basisnya adalah kemajemukan dan heterogenitas.

Moderasi beragama bagi umat Islam penting dan Islam memberikan jaminan kebebasan beragama. Disebutkan bahwa Piagam Madinah menjadi piagam kebebasan beragama bahwa agama yang berbeda harus hidup berdampingan.

Doktrin moderasi dalam Islam, tandasnya yakni sikap beragama yang berimbang dan menghormati kebebasan beragama unat lainnya. Untuk itu moderasi harus dikembangkan dengan tetap toleran pada agama yang lain.

"Agama memupuk mitra sosial tetapi bisa juga menciptakan intoleran yang digunakan oleh pelaku politik identitas sehingga perlu dibangun dialog mengatasi kesenjangan," tandasnya.

Romo Gerardus Duka, Pr dalam pandangan agama Katolik mengakui kalau moderasi beragama dibutuhkan karena keberagaman penting. Romo Gerardus juga mengingatkan perlu membangun moderasi agar penggunaan media sosial membawa pesan kebaikan.

Sementara Puguh Sadadi, SSos, MA, PhD, dari BIN daerah NTT menyebutkan kalau moderasi adalah jalan tengah yang perlu dijalankan dalam mengatasi persoalan dan perbedaan yang ada.

Dosen tetap UI ini juga memaparkan sejumlah fenomena yang muncul sebagai bagian radikalisasi dan upaya pencegahan yang perlu dilakukan.

Sementara Dr Harun Natonis, rektor IAKN Kupang menegaskan kalau moderasi sudah diterapkan mulai dari kampus.
Ia mencontohkan, walaupun IAKN adalah kampus agama Kristen namun dosen dari beragam agama.

"Ketua senat di IAKN beragama Islam dan di program Pasca sarjana juga ada dosen beragama Islam. Sebagian besar dosen pun beragama Katolik," paparnya.

Disebutkan bahwa keberagaman di kampus dan masyarakat sudah dibangun dengan tetap menghargai perbedaan yang ada dan tetap menjaga kerukunan.

Seminar yang dipandu Dr Elcid Lie ini mendapat apresiasi dari puluhan peserta dan ejumlah peserta pun menyampaikan tanggapan terkait pemaparan mater dari para narasumber.

TAGS : NTT FKUB Moderasi Radikalisme Kampus