Sepanjangan masalah pencemaran Laut Timor akibat tumpahan minyak dari ladang Montara belum diselesaikan secara tuntas maka Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maka moratorium terhadap PTT Exploration and Production (PTTEP) harus tetap diberlakukan.
Prof (Emeritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengatakan kasus pencemaran Laut Timor akibat meledaknya anjungan minyak Montara pada 21 Agustus 2009, bukanlah persoalan masyarakat pesisir Nusa Tenggara Timur semata, tetapi merupakan masalah bangsa dan negara Indonesia.
Tumpahan minyak akibat ledakan di unit pengeboran minyak Montara di Australia pada tahun 2009 telah mengakibatkan dampak serius terhadap lingkungan, kesehatan, dan mata pencaharian masyarakat di wilayah pesisir dan Laut Timor Barat, Nusa Tenggara Timur.
Perjuangan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) menuntut ganti rugi atas pencemaran Laut Timor dari ledakan ladang minyak Montara menemui titik terang setelah perusahaan pencemar bersedia untuk membayar. Dan butuh waktu 13 tahun sejak 2009 bagi Ketua YPTB, Ferdi Tanoni memperjuangkan hal ini.
Jalan panjang perjuangan petaka kasus Montara yang mencemari Laut Timor sejak Oktober 2009 silam, belum banyak diketahui publik. Bagaimana suka, duka dan perjuangan yang penuh dengan air mata akan dikisahkan oleh Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni secara berseri.
Selama 14 tahun silam tepatnya pada tahun 2009 salah satu kilang minyak milik PTTEP Australia di Montara meledak dan menyebabkan beragam masalah dalam aspek sosial, lingkungan dan ekonomi.
-Penantian panjang warga Desa Ria-1, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, untuk mendapatkan fasilitas air bersih berakhir manis. Sumur ini merupakan bantuan PTT Exploration and Production (PTTEP) sebuah perusahaan minyak asal Thailand.