KATANTT.COM---Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Manggarai berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan sembilan warga Manggarai sebagai korban. Para korban ini rencananya akan diberangkatkan secara ilegal ke Kalimantan Timur.
Kasus ini telah memasuki tahap P-21 atau berkas perkara lengkap dan telah dilimpahkan ke Kejaksaan. Empat tersangka kini telah menjadi tahanan Kejaksaan dan dititipkan di Rutan Kelas II B Ruteng, menunggu jadwal persidangan.
Selain pengungkapan TPPO, Satreskrim Polres Manggarai juga berhasil menuntaskan 102 kasus dari total 166 laporan polisi (LP) yang diterima sepanjang Januari hingga Juni 2025.
Informasi ini disampaikan oleh Kasatreskrim Polres Manggarai, Iptu Robbyanli Dewa Putra, didampingi KBO Reskrim Polres Manggarai, dalam konferensi pers bersama awak media pada Selasa (2/7/2025).
"Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan beberapa kasus yang sudah kami tindak lanjuti, yang berhasil kami ungkap dan selesaikan, salah satunya kasus besar soal perdagangan orang ini," ujar Iptu Robbyanli.
Modus Operandi dan Kronologi Kasus
Kasus TPPO ini terungkap setelah Polres Manggarai menerima aduan masyarakat pada 16 Februari 2025. Aparat yang diterjunkan segera mengamankan para pelaku dan calon korban sebelum diberangkatkan.
Dari hasil penelusuran, terungkap adanya kerja sama antara PT Abdi Karya Mulia (AKM) sebagai perusahaan perekrut dan PT Anugerah Abadi Multi Usaha (AAMU) sebagai perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja di Kalimantan Timur. Kerja sama ini didasari oleh Memorandum of Understanding (MoU).
"Legalitas sebagai perusahaan perekrut tenaga kerja (PT AKM) memang lengkap. Namun, proses dalam mekanisme perekrutannya yang tidak jelas dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," terang Iptu Robbyanli.
Ia menjelaskan bahwa perekrutan calon tenaga kerja ini tidak dilengkapi dengan dokumen sah, tidak ada jaminan keselamatan, kesehatan, maupun keamanan bagi para korban, serta tidak dilaporkan kepada dinas ketenagakerjaan setempat.
Perkembangan Penyidikan dan Pencabutan Status Tersangka MF
Setelah proses penyidikan lebih lanjut dan adanya petunjuk P19 (pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi), penyidik memenuhi semua petunjuk, termasuk keterangan tambahan dari Saksi Ahli Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi NTT.
Iptu Robbyanli menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan ahli dan fakta hukum yang ada, tersangka MF dari perusahaan penerima, PT AAMU, tidak melanggar ketentuan dalam pasal tindak pidana perdagangan orang. Hal ini dikarenakan adanya kesepakatan kerja sama antara kedua perusahaan yang memutus tanggung jawab serta kewajiban PT AAMU dalam hal mekanisme perekrutan.
"Keputusan ini diambil bukan atas dasar pemikiran pribadi penyidik maupun kejaksaan, melainkan berdasarkan pandangan dan keterangan dari Ahli, sehingga penanganan perkara tindak pidana perdagangan orang ini dapat dilakukan secara objektif, berdasarkan fakta hukum yang terjadi," jelasnya.
Oleh karena itu, status tersangka MF dicabut melalui surat ketetapan pencabutan penetapan tersangka. "Ahli menyampaikan bahwa apabila terdapat perjanjian kerja sama antara kedua belah pihak, maka terkait legalitas dan mekanisme yang dilakukan, semua merupakan tanggung jawab penuh dari pihak perekrut, bukan dari pihak penerima berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18 Tahun 2024 dan ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang," tegas Iptu Robbyanli.
Empat Tersangka dari PT Abdi Karya Mulia
Empat tersangka yang saat ini berkasnya telah lengkap berasal dari perusahaan perekrut, PT Abdi Karya Mulia. Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti merekrut, mengangkut, menampung, dan akan mengirimkan para korban secara non-prosedural. Perusahaan perekrut juga diketahui meminjam uang kepada perusahaan penerima senilai Rp10 juta sebagai akomodasi, yang merupakan pinjaman atas permohonan pihak perekrut.
Pasal yang Disangkakan dan Ancaman Hukuman
Para pelaku TPPO ini dijerat dengan Pasal 184 KUHAP, Pasal 17 Jo Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman pidana bagi pelaku adalah pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta. Selain itu, ada ancaman pidana tambahan seperti pencabutan izin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, dan pencabutan status badan hukum untuk korporasi.
Komitmen Polres Manggarai dalam Pemberantasan TPPO
Iptu Robbyanli menegaskan bahwa penanganan kasus TPPO adalah komitmen serius Polres Manggarai, mengingat TPPO termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
"Ini masuk dalam kategori kasus yang berat. Tapi apabila kita bisa berhasil menyelesaikan, tentunya itu menjadi suatu prestasi sendiri bagi tim yang menangani," ujarnya.
Polres Manggarai tidak hanya berfokus pada penindakan (represif), tetapi juga pada upaya pencegahan (preventif). Pihaknya terus mengimbau masyarakat, khususnya di pelosok desa, agar tidak mudah tergiur ajakan kerja dengan iming-iming gaji besar tanpa memverifikasi legalitas dan jaminan keselamatan.
"Jika rekan-rekan ada informasi terkait dugaan perdagangan orang, baik di dalam negeri maupun luar negeri, segera laporkan kepada kami, biar kami segera tindak lanjuti," pungkas Iptu Robbyanli.