"Semangat dari UU Kejaksaan ini adalah menetapkan fungsi jaksa sebagai lembaga pengendali perkara atau asas dominus litis," kata Hibnu dalam tulisan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (5/10/2020). 

Dalam pengendali perkara, kata Hibnu, jaksa pedas penyidik, tetapi tetap dapat mengontrol perkara mulai dari tingkat penyidikan sampai tingkat penuntutan. 

“Ini tidak paling jaksa itu bisa mengerti dan mengerti mana, apakah punya kewenangan penyidik atau tidak, apakah diteruskan atau tidak. Ini yang harus diimplementasikan. Menurut saya semangat dari UU itu, jadi, bukan terus mengambil alih, ”kata dia. 

Hibnu kembali studi bahwa jaksa tidak bisa mengambil alih penyelidikan dan penyidikan.

Dia kewenangan penyidikan tetap ada di kepolisian. Namun, jaksa masih bisa berkoordinasi dengan hasil penyidikan tersebut. 

“Jangan sampai ada kesan kesan ini mengambil alih fungsi polisi, tidak boleh. Jaksa itu sebagai penuntut umum. Tapi sebagai penuntut umum kan menerima berkas dari penyidik, bagaimana berkas penyidik itu betul-betul yang mempunyai nilai di dalam pembuktian, di sini perlu duduk bersama kewenangan yang terjadi di tadi, "jajar dia. 

Diketahui, Dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan, bahwa jaksa adalah pejabat yang berwenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadena diesa pengadilan, pemberkara pemberan, pengadenya, pemberkara, pemberkena, pemberk, berwenang lain berdasarkan undang-undang.