KATANTT COM---Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia mendukung sepenuhnya proses legislasi Rancangan Undang-Undang
Masyarakat Adat untuk bisa segera disahkan sesuai semangat konstitusi.
Menteri HAM Natalius Pigai menyebut pengesahan Undang-Undang
Masyarakat Adat merupakan kekosongan hukum yang sudah lama berlangsung.
"Dalam Undang-Undang 1945 telah dijamin secara tertulis keberadaan masyarakat adat oleh negara. Namun sejak Indonesia Merdeka, belum pernah ada satu pun Undang-Undang yang mengatur secara komprehensif perlindungan, pelestarian, dan penghormatan terhadap
Masyarakat Adat," kata
Menteri Natalius Pigai dalam kegiatan sosialisasi Penguatan Hak Asasi Manusia
Masyarakat Adat di halaman Mbaru Gendang Pagal, Kelurahan Pagal, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur pada Rabu (21/5/2025).
HAM masyarakat adat, katanya, harus dipenuhi secara holistik, menyeluruh, dan komplit. Masyarakat adat juga berhak atas jaminan pemenuhan HAM secara menyeluruh, mulai dari hak ekonomi, sosial, budaya, dan politik, termasuk hak dalam pembangunan. Adapun negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM masyarakat adat.
Ia pun meminta semua pihak untuk melestarikan adat dan budaya setempat, karena bagi dia rumah adat adalah sekolah pertama tentang pemerintahan dan politik dari nenek moyang.
"Manggarai, Saya hanya minta, pelihara dan lestarikan mbaru gendang sebagai pusat pengambilan keputusan. Rumah adat ini adalah sekolah pertama tentang pemerintahan dan politik yang diwariskan oleh nenek moyang kita," ujar Menteri Pigai.
Konteks budaya Manggarai, Natalius Pigai memaparkan ada 5 falsafah hidup masyarakat adat Manggarai itu yakni: Alam (Wae Bate Teku) sebagai Representasi sumber kehidupan, khususnya mata air yang menjadi pusat kehidupan sehari-hari, Rumah (Mbaru Bate Kaeng): Tempat tinggal dan pusat kehidupan keluarga, Halaman (Natas Bate Labar): Ruang terbuka di depan rumah yang digunakan untuk berbagai aktivitas sosial dan ritual, Menyembah Persembahan (Compang Bate Dari): Tempat untuk menempatkan sesajian dan beribadah kepada leluhur atau Tuhan dan Kebun (Uma Bate Duat): Tempat untuk bercocok tanam dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa itu sejalan dengan Falsafah Hidup
Masyarakat Adat Manggarai yaitu Compang Bate Dari” Ujarnya.
Menteri Pigai mengungkapkan, 5 Falsafah ini menggambarkan bagaimana masyarakat Manggarai berinteraksi dengan alam dan menciptakan sistem sosial yang terstruktur. Namun falsafah hidup Masyarakat adat Manggarai itu perlahan punah.
“5 falsafah itu banyak yang tidak menghidupkan, saya bayangkan kalau 5 pilar itu dihidupkan nanti ada pusat spiritualitas disitu, ada pusat kelestarian alamnya di situ, pusat perekonomian, pusat bermusyawarah,” ungkap Menteri Pigai
Bahkan dia menyebut akar berbagai konflik yang terjadi ditengah kehidupan masyarakat Manggarai saat ini disebabkan karena tidak ada yang mampu melestarikan 5 falsafah tersebut.
“Itu artinya tugas pertama pusat dari penyelesaian pusat keadilan, pusat demokrasi dan pusat perdamaian pusat kelestarian nilai spiritualitas masyarakat itu ada pada 5 pilar yang memayungi kehidupan masyarakat Manggarai” pungkasnya.