• Nusa Tenggara Timur

Dugaan KKN di Dikbud NTT, Pokja Umumkan Pemenang Tender Tapi Dibatalkan Sepihak PPK dan KPA

Imanuel Lodja | Senin, 07/08/2023 14:56 WIB
Dugaan KKN di Dikbud NTT, Pokja Umumkan Pemenang Tender Tapi Dibatalkan Sepihak PPK dan KPA ilustrasi_korupsi

KATANTT.COM--Aroma tak sedap berhembus dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dugaan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam tender proyek rehab ruang training center beserta perabotnya mulai menyeruak.

Bagaimana tidak! Setelah pihak Kelompok Kerja (Pokja) mengumumkan pemenang tender dan telah terupdate pada laman website lpse.nttprov.go.id, dan juga surat Pokja yang ditujukan kepada Kepala Biro Pengadaan Barang/Jasa Setda Provinsi NTT namun kemudian dibatalkan. Diduga pembatalan ini atas Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Seperti diungkapkan Kolan Junus Foenay selaku Kuasa Direktur CV Maharani selaku pihak yang memenangkan tender proyek yang bersumber dari APBD NTT tahun anggaran 2023 tersebut.

Kolan Foenay bahkan menuding tindakan tidak prosedural ini dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang disetujui oleh Pengguna Anggaran (PA) dengan menolak hasil pelaksanaan tender yang telah diumumkan oleh Pokja. “Tindakan PPK ini sangat merugikan kami sebagai pemenang,” kata Kolan Foenay yang ditemui di Kupang, akhir pekan lalu.

Selaku peserta tender, Kolan Foenay menjelaskan bahwa perusahaannya sudah ditetapkan sebagai pemenang oleh Pokja sesuai informasi tender pada laman website lpse.nttprov.go.id, dan juga surat Pokja yang ditujukan kepada Kepala Biro Pengadaan Barang/Jasa Setda Provinsi NTT.

Terhadap persoalan ini, dia pihaknya telah menyurati PPK untuk memohon penjelasan, pasalnya setelah PPK menerima dokumen tender dari Pokja tanggal 25 Juni 2023, PPK seharusnya sudah menunjuk penyedia barang dan jasa dan proses penandatangan kontrak kerja.

Namun sampai pada batas waktu tahapan yang dimaksud, PPK belum melaksanakannya dengan tidak sama sekali menginformasikan kepada CV Maharani terkait alasan keterlambatan, yang sudah tentu menjadi pertanyaaan pemenang tender.

Terkait masalah ini, Kolan Foenai telah menyurati Gubernur NTT selaku Pejabat Kekuasan Pengelola Keuangan Daerah (PKPKD) sesuai surat pengaduan tertanggal 27 Juli 2023 dengan mengurai sejumlah asalan.

KMenurut Kolan Foenay, CV Maharani selaku peserta tender proyek tersebut sudah ditetapkan sebagai pemenang tender oleh Pokja, dan sesuai ketentuan paling lambat dalam waktu 5 hari setelah PPK menerima dokumen tender dari Pokja, sudah seharusnya PPK sesuai kewenangannnya menunjuk penyedia barang/jasa serta proses penandatanganan kontrak kerja.

Namun setelah lewat waktu 5 hari, yakni tanggal 25 Juni 2023, PPK tidak melaksanakan kewenangannnya, dan juga tidak menginformasikan kepada CV Maharani sebagai pemenang tender terkait dengan belum dilaksanakannya proses penandatanganan kontrak kerja.

Dengan fakta dimaksud, CV Maharani menyurati PPK tanggal 10 Juli 2023 dengan surat Nomor: 18/MHRN/VII/2023, perihal mohon penjelasan.

Atas dasar surat tertanggal 10 Juli 2023 tersebut, maka telah ditanggapi oleh PPK dengan suratnya Nomor: PPK/03/RRTC/VII/2023 tertanggal 17 Juli 2023, perihal penjelasan hasil tender.

Alasan PPK belum melakukan penandatangan kontrak dengan CV Maharani ialah karena adanya pengaduan dari CV Amendolo kepada PPK yang merasa tidak puas dengan  pengumuman hasil tender, karena dianggap menyalahi ketentuan sebagaimana surat Nomor: 02/PENGADUAN/VI/2023 tanggal 14 Juni 2023.

Atas dasar surat pengaduan tersebut, PPK melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Inspektorat Daerah Provinsi NTT, dan disepakati untuk dilakukan pemeriksaan kembali dokumen penawaran CV Maharani sebagai obyek pengaduan untuk membuktikan kebenaran materi pengaduan yang disampaikan oleh CV Amendolo, guna mendapatkan solusi atau masukan atas pengaduan dimaksud.

Sesuai dengan pemeriksaan kembali dokumen penawaran CV Maharani tersebut, PPK secara sepihak menyatakan terdapat dua kesalahan yang dilakukan oleh CV Maharani, yakni berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen kualifikasi CV Maharani terdapat lampiran personil yang ditugaskan dalam melaksanakan pekerjaan rehab ruang training center beserta perabotnya yang terdiri dari personil sebagai pelaksana bangunan dan petugas K3 yang disertai dengan ijazah, KTP, sertifikat keahlian dan daftar riwayat hidup.

PPK juga menyebutkan, personil yang ditugaskan sebagai pelaksana tidak memiliki pengalaman kerja sebagai pelaksana minimal 2 tahun sebagaimana persyaratan dalam dokumen tender.

Sesuai dokumen kualifikasi dan daftar riwayat hidup yang telah ditandatangani oleh direktur, personil yang ditugaskan sebagai pelaksana atas nama Edi Rambang Tua Sinaga memiliki pengalaman kerja selama 3 tahun sebagai petugas K3, dan bukan sebagai pelaksana bangunan yang bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan CV Maharani.

PPK juga menyebutkan, CV Maharani dalam dokumen penawarannya tidak menyampaikan identitas barang yang ditawarkan (Spesifikasi, Merk dan Type) untuk pengadaan AC, soundsystem dan mebeler, sebagaimana persyaratan dalam kerangka acuan kerja point 9.

Dan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap dokumen penawaran, perihal identitas barang yang ditawarkan CV Maharani, sama sekali tidak menyampaikan spesifikasi, merk dan type sesuai permintaan yang disyaratkan dalam kerangka acuan kerja.

Dengan merujuk pada hasil koordinasi dan konsultasi dengan Inspektorat Daerah NTT tersebut, maka PPK mengajukan usulan penolakan hasil tender kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT selaku Pengguna Anggaran sebagaimana Surat Nomor: PPK/02.RRTC/VI/2023 tertanggal 23 Juni 2023, perihal penolakan hasil tender.

Dan selanjutnya Pengguna Anggaran telah menyetujui usulan PPK dimaksud dengan mengeluarkan Surat Persetujuan Penolakan Hasil Tender Nomor: 011/3514/PK1.3/2023 tertanggal 26 Juni 2023, yang pada pokoknya menyatakan menolak penetapan CV Maharani sebagai pemenang, dan merekomendasikan kepada Pokja Pemilihan untuk menetapkan pemenang cadangan selanjutnya yakni CV Amendolo sebagai pemenang tender.

Terhadap sikap yang dilakukan oleh PPK dan Pengguna Anggaran tersebut, CV Maharani merasa sangat dirugikan sehingga mengajukan pengaduan, karena diduga kuat adanya konspirasi atau nepotisme yang terjadi dalam pelaksanaan tender proyek dimaksud.

Dia juga menguraikan keberatan terhadap dua unsur kesalahan CV Maharani yang dijadikan sebagai alasan penolakan atas penetapan CV Maharani sebagai pemenang tender oleh PPK dan Pengguna Anggaran.

Tentang tuduhan CV Maharani tidak memiliki personil untuk jabatan pelaksana dengan pengalaman minimal 2 tahun, menurut Kolan, sesuai dokumen lelang yang menjadi acuan bagi CV Maharani, maka persyaratan yang diminta ialah tenaga pelaksana yang berpengalaman dalam bidang konstruksi dengan melampirkan curriculum vitae atau referensi kerja, dan hal ini telah dipenuhi oleh CV Maharani dengan memasukan dalam dokumen lelang curriculum vitae untuk tenaga pelaksana dan tenaga K3.

Pada saat pembuktian, menurut Kolan Foenay, CV Maharani telah mengajukan bukti referensi kerja dari tenaga pelaksana sehingga dinyatakan lengkap atau memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam MDP Rehab Ruang Training Center berserta perabotnya BAB III IKP Pasal 28.12 tentang Evaluasi Teknis Pasal 2 Butir 1-6.

Sedangkan terkait syarat, “memiliki pengalaman kerja minimal 2 (dua) tahun” juga telah dipenuhi oleh CV Maharani, dimana personil yang diajukan untuk tenaga pelaksana dan tenaga K3 sudah memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun.

Lebih lanjut oleh Pokja juga telah melakukan pengecekan terhadap keaslian dan keabsahan kepemilikan sertifikat keahlian dari personil yang diajukan oleh CV Maharani pada aplikasi http://siki.pu.go.id/lpjknew sehingga dinyatakan memenuhi syarat.

Dia mengakui, memang terdapat kesalahan pengetikan dalam dokumen penawaran CV Maharani, terkait riwayat hidup tenaga pelaksanan dan tenaga K3, akan tetapi hal tersebut telah dilakukan klarifikasi pada saat proses pembuktian sehingga oleh Pokja menyatakan dokumen CV Maharani telah lengkap.

Dengan demikian, jelas Kolan Foenay, terbukti bahwa tuduhan kesalahan berdasarkan hasil evaluasi dokumen oleh PPK dan Inspektorat Daerah Provinsi NTT tersebut adalah tidak berdasar dan tidak dapat diajukan sebagai acuan untuk menolak penetapan CV Maharani sebagai pemenang tender.

Tentang tuduhan tidak dicantumkannya identitas barang yang ditawarkan (spesifikasi, merk dan type) untuk pengadaan AC, soundsystem dan mebelair sebagaimana persyaratan dalam kerangka acuan kerja, Kolan jelaskan bahwa dalam dokumen awal lelang tidak pernah ada  tercantum ketentuan tentang “Identitas Barang yang ditawarkan (spesifikasi, merk dan type)” sebagai salah satu syarat yang wajib dipenuhi oleh semua peserta lelang termasuk CV Maharani.

Syarat tentang “spesifikasi, merk dan type barang”  ini dimasukan dalam dokumen KAK bukan dalam waktu pemberian penjelasan/aanwizing secara diam-diam, dan hal ini tidak pernah ada dalam addendum dokumen tender maupun KAK.

Lebih lanjut sesuai ketentuan, Kolan Foenay menambahkan, apabila ada penambahan persyaratan baru, maka wajib ada addendum serta peserta lelang/rekanan wajib diberikan tambahan waktu 3 hari  untuk dapat menyiapkan persyaratan dimaksud, sehingga dengan sendirinya akan diikuti dengan perubahan pada jadwal tender, tetapi ternyata dalam pelaksanaan tender proyek ini tidak pernah ada perubahan jadwal.

Dengan demikian kata Kolan Foenay, terbukti bahwa tuduhan kesalahan kedua oleh CV Maharani berdasarkan hasil evaluasi dokumen oleh PPK dan Inspektorat Daerah Provinsi NTT tersebut tidak berdasar dan tidak dapat diajukan sebagai acuan untuk menolak penetapan CV Maharani sebagai pemenang tender.

Selanjutnya, tentang prosedur yang benar dalam hal terdapat penambahan persyaratan kontrak oleh PPK, menurut Kolan, sesuai ketentuan apabila oleh PPK ingin menambah persyaratan kontrak maka prosedur yang benar adalah sebagai berikut:

Bahwa dalam dokumen Pemilihan Bab III IKP pasal 13 Perubahan Dokumen Pemilihan, telah disyaratkan :

13.1.Apabila pada saat pemberian penjelasan terdapat hal-hal / ketentuan baru atau perubahan penting yang perlu ditampung, maka Pokja Pemilihan menuangkan kedalam Addendum Dokumen Pemilihan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Dokumen Pemilihan;

13.2.Perubahan rancangan kontrak spesifikasi teknis, gambar, dan/atau HPS harus mendapatkan persetujuan PPK sebelum dituangkan dalam Addendum Dokumen Pemilihan;

13.3.Apabila ketentuan baru atas perubahan penting tersebut tidak dituangkan dalam Addendum Dokumen Pemilihan, maka ketentuan baru atau perubahan tersebut dianggap tidak ada dan ketentuan yang berlaku adalah Dokumen Pemilihan Awal;

13.4.Setelah Pemberian Penjelasan dan sebelum batas akhir waktu pemasukan penawaran, Pokja Pemilihan dapat menetapkan Addendum Dokumen Pemilihan, berdasarkan informasi baru yang mempengaruhi substansi Dokumen Pemilihan;

Dari ketentuan tersebut, menurut Kolan, apabila dihubungkan dengan penambahan syarat yang dilakukan oleh PPK tersebut dilakukan secara fair play dan prosedural, maka Pokja dengan kewenangannya akan membuat addendum, demikian pula penambahan waktu sehingga para rekanan dapat memenuhi syarat dimaksud.

Namun pada faktanya, Pokja tidak melakukan addendum, sehingga penambahan syarat tersebut dapat dilakukan oleh PPK hanya terkait dengan kewenangannya dengan memasukan pada limit waktu akhir sehingga tidak ada addendum yang dilakukan oleh Pokja, dan Pokja sendiri tetap mendasarkan pelelangannya pada dokumen pemilihan awal.

Terhadap penambahan syarat “penyampaian identitas barang yang ditawarkan (spesifikasi, merk dan type) oleh PPK tersebut, menurut Kolan, harus juga termuat dalam berita acara kaji ulang, pemberian penjelasan maupun dokumen addendum.

Namun faktanya tidak pernah ada atau termuat dalam berita acara kaji ulang, pemberian penjelasan maupun dokumen addendum sehingga penambahan syarat oleh PPK dimaksud adalah cacat hukum dan tidak sah.

Kolan juga mengurai terkait keberatan terhadap prosedur penolakan yang dilakukan oleh PPK dan Pengguna Anggaran atas penetapan CV Maharani sebagai pemenang tender.

Sebagaimana dijelaskan oleh PPK dalam suratnya tertanggal 17 Juli 2023, bahwa atas dasar fakta dan rekomendasi dari Inspektorat Daerah tersebut, maka PPK memberikan usulan penolakan hasil tender kepada Pengguna Anggaran dengan Nomor: PPK/02.RTTC/VI/2023, tanggal 23 Juni 2023 berdasarkan surat pengaduan dari penyedia, dan bukan berdasarkan sanggahan yang merupakan wewenang dari Pokja Pemilihan.

Selanjutnya berdasarkan surat PPK tersebut, maka pada tanggal 26 Juni 2023 Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT selaku Pengguna Anggaran mengeluarkan Surat Persetujuan Penolakan Hasil Tender dengan Nomor: 11/3514/PK1.3/2023 yang menyatakan menolak penetapan CV Maharani sebagai pemenang dan merekomendasikan kepada Pokja Pemilihan untuk menetapkan pemenang cadangan selanjutnya sebagai pemenang tender.

Dari prosedur penolakan yang dikemukakan tersebut, apabila dihubungkan dengan usulan penolakan yang dilakukan oleh PPK kepada Pengguna Anggaran, demikian pula persetujuan penolakan oleh Pengguna Anggaran, maka menurut Kolan, PPK melakukan usulan penolakan hasil tender yang telah ditetapkan oleh Pokja yang memenangkan CV Maharani bukan berdasarkan BAHP tetapi berdasarkan pengaduan dari penyedia CV Amendolo.

Kemudian, PPK melakukan usulan penolakan kepada Pengguna Anggaran terhadap hasil penyedia berdasarkan usulan dari PPK, bukan dari PPK dan Pokja, karena tidak tercapai satu kesapakatan yang dihasilkan antara PPK dan Pokja.

“Terkait dengan usulan penolakan, harusnya disampaikan kepada Pokja dan bukan kepada PA, dan PPK juga tidak melakukan pembahasan bersama Pokja Pemilihan terkait perbedaan pendapat atas hasil pemilihan penyedia,” jelas Kolan Foenay.

“PA menyetujui Penolakan CV Maharani sebagai pemenang tender atas dasar usulan sepihak dari PPK setelah berkoordinasi dengan Inspektorat Daerah Provinsi NTT sebagai tindak lanjut dari pengaduan dari CV Amendolo dan bukan dari BAHP yang dihasilkan oleh Pokja,” tambahnya.

Dari fakta-fakta tersebut, beber Kolan Foenay, telah membuktikan bahwa antara PPK dan PA telah menyalahgunakan kewenangan karena jabatannya terutama dalam mengakomodir pengaduan dari CV Amendolo yang juga berindikasi pada KKN yang berpotensi pada terjadinya kerugian keuangan negara dalam hubungan dengan penolakan pemenang tender yang telah ditetapkan oleh Pokja Pemilihan.

Terhadap persoalan ini, Kolan Foenay menyimpulkan bahwa CV Maharani adalah pihak yang dirugikan akibat penolakan secara non prosedural oleh PPK dan Pengguna Anggaran dalam pelaksanaan proses pelelangan proyek dimaksud.

Dia juga menilai, dua unsur kesalahan CV Maharani yang dituduhkan oleh PPK adalah tuduhan yang tidak berdasar, mengada-ada dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

“Secara prosedur, PPK hanya dapat melakukan penolakan apabila sudah menerima dokumen BAHP (Berita Acara Hasil Pelelangan) dari Pokja, sehingga tindakan koordinasi dan konsultasi oleh PPK kepada Inspektorat Daerah NTT adalah tindakan yang bertentangan dengan ketentuan. Termasuk dengan tindakan PPK dalam hal melakukan penolakan terhadap Hasil Pemilihan Penyedia dengan mengacu pada Pengaduan oleh Penyedia/Rekanan yang lain adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 39.7B BAB III IKP,” tandas Kolan Foenay.

Secara kewenangan, lanjut dia, berdasarkan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tidak mengatur tentang tugas/kewenangan PPK dalam hal menerima dan menindaklanjuti pengaduan penyedia terutama dalam hubungan dengan penilaian terhadap pelaksanaan tender karena hal tersebut adalah merupakan kewenangan dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Dia menyebutkan, keberadaan PPK yang juga merupakan anggota ULP, berpotensi melahirkan konspirasi  dan nepotisme serta dapat mengakibatkan adanya pertentangan kepentingan para pihak yang mengarah pada dugaan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Ayat 7 Huruf a Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berbunyi: “Anggota ULP dilarang duduk sebagai PPK”;

Untuk itu Gubernur NTT diminta agar memerintahkan Pengguna Anggaran untuk mencabut kembali Suratnya dengan Nomor: 011/3514/PK1.3/2023 Tertanggal 26 Juni 2023, perihal persetujuan penolakan hasil tender karena dikeluarkan secara tidak prosedural dan bertentangan dengan hukum.

Tidak hanya itu, Gubernur NTT juga diminta agar memerintahkan PPK untuk mencabut kembali suratnya dengan Nomor: PPK/02.RRTC/VI/2023 Tertanggal 23 Juni 2023, perihal penolakan hasil tender, karena dikeluarkan secara tidak prosedural dan bertentangan dengan hukum.

Termasuk, memerintahkan Pengguna Anggaran untuk memberhentikan PPK atas nama Bobby L. Da Costa, S.Kom., dan mengangkat PPK yang baru untuk menghindari konflik kepentingan di kemudian hari.

Serta, memerintahkan Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen untuk melaksanakan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) yang dikeluarkan oleh Pokja sesuai ketentuan yang berlakudengan mempertimbangkan secara bijaksana jangka waktu pelaksanaan proyek.

Apabila permohonannya tidak dapat dipenuhi, maka gubernur diminta untuk memerintahkan kepada Pengguna Anggaran dan PPK dalam proyek tersebut untuk membayar ganti rugi kepada CV Maharani sebagai pemenang lelang sesuai nilai keuntungan yang mesti diperoleh CV Maharani dalam pelaksanaan proyek dimaksud.

“Apabila permohonan kami tidak dapat dipenuhi, maka kami akan menempuh jalur hukum baik secara pidana maupun perdata,” tegas Kolan Foenay.

Hingga berita ini diturunkan, PPK Bobby L. Da Costa, SKom, dan juga  Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT selaku Pengguna Anggaran, Linus Lusi, SPd, MPd, belum berhasil dikonfirmasi. Media ini terus berusaha mengonfirmasi kedua pihak untuk memintai klarifikasi terkait persoalan ini.

FOLLOW US