KATANTT.COM--Penyaluran dana kompensasi kasus Montara kepada petani rumput laut di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote menuai banyak masalah. Hal ini mendapat perhatian serius Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni.
Tak ayal, Ferdi Tanoni membeberkan fakta soal tidak adanya transparansi dalam penyaluran dana kompensasi kasus Montara lewat Seruan Moral Peduli Timor Barat yang diterima media ini, Selasa (9/7/2024).
Seruan Moral Peduli Timor Barat ini dikirimkan kepada Maurice Blackburn Lawyers. Ward Keller dan Bank BRI. Selaku perwakilan dan otoritas resmi Pemerintah RI khusus untuk menyelesaikan kasus tumpahan Minyak Montara, Ferdi Tanoni juga termasuk salah satu dari 5 orang anggota Gugus Tugas Montara yang dibentuk Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan pada 2017 hingga saat ini.
Secara garis besar Ferdi Tanoni menyebut dampak-dampak yang dialami Rakyat Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur "Berdasarkan hasil penyelidikan Montara Commssion of Inquiry sejauh 90.000 Km2 Laut Timor dicemari oleh Minyak Montara," katanya.
Dan untuk menenggelamkan tumpahan minyak Monara ini jelas Ferdi Tanoni, i Pemerintah Federal Australia menyemprotkan bubuk kimia sangat beracun dispersant ke seluruh perairan Laut Timor dan Laut Sawu di Indonesia.
Menurut Ferdi Tanoni, terdapat 13 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara yang tercemar dan telah membunuh mata pencaharian (petani rumput laut dan nelayan) lebih dari 100.000 masyarakat.
"Pada tahun 2015 Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) bertemu dengan kantor pengacara dari Inggris Leigh Day yang kemudian dibatalkan pada tahun 2016 dan menunjuk kepada kantor pengacara dari Australia Maurice Blackburn untuk mengajukan gugatan Class Action petani rumput laut ke Pengadilan Federal Australia terhadap PTTEP AA," jelasnya.
Pada 2022 beber Ferdi Tanoni, Class Action ini dimenangkan oleh petani rumput laut yang dalam gugatan-nya hanya menggugat 2 Kabupaten yakni Kupang dan Rote Ndao saja.
Ia menambahkan bahwa pada Mei 2023 PTTEP AA/PTTEP Bangkok bersedia membayar AU$192,500,000 (kurang lebih sekitar Rp 2 triliun) kepada petani rumput laut via Maurice Blackburn.
"Mauruce Blackburn menunjuk Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk menyalurkan dana kompensasi tersebut kepada masyarakat petani rumput laut di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao," ujarnya.
"Dalam pembagian dana kompensasi tersebut tidak adanya taransparansi termasuk bunga bank nya dan hanya dibayar sebesar 75% saja. Sementara yang sisanya 25% akan dibayar pada 30 Juni dan 31 Juli,akan tetapi hal tersebut belum dilakukan," sambungnya.
Ferdi Tanoni, selaku perwakilan dan otoritas resmi Pemerintah Republik Indonesia khusus untuk menyelesaikan kasus tumpahan minyak Monara ini ditolak mentah-mentah oleh Maurice Blackburn dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Ia mengisahkan pada awalnya hendak dimulai Class Action ini setiap petani rumput laut menandatangani 30% saja untuk dipotong, jika memenangkan perkara ini. Dan tidak membayar apapun jika perkara ini kalah.
"Faktanya dalam pembayaran dana kompensasi tersebut Maurice Blackburn memotong lagi 17% untuk kepentingan pribadi. Sedangkan petani rumput laut menyatakan bahwa mereka tidak penah tahu tentang pemotongan 17%," ungkapnya.
"Ditambah lagi dalam pembagian ditribusi dana kompensasi selalu berbeda-beda di 81 desa yang dihitung harga per kilogram-nya paling murah Rp 4.300 hingga paling tinggi Rp 37.500 per kilogram," tambahnya.
Ia juga mempertanyakan soal Bunga Bank terhadap uang yang ada tersebut tidak pernah transparan dibuka ke publik sehingga memunculkan kecurigaan adanya kecurangan yang dilakukan oleh Maurice Blackburn dan Bank Rakyat Indonesia.
Sekitar 3-4 minggu yang lalu jelas Ferdi Tanoni, masyarakat telah mengadukan protes tentang hal tersebut dan mengirim surat kepada Menko Marves RI, Luhut Binsar Pandjaitan, Gugus Tugas Montara, Penjabat Gubernur NTT, Penjabat Bupati Rote Ndao, Ketua YPTB dan Kapolda NTT. "Akan tetapi hingga detik ini tidak ada seorang pun yang memperhatikan atau menjawab pengeluhan mereka," katanya.
Untuk itulah jelas Ferdi Tanoni, pihaknya .menyampaikan seruan moral ini agar secara bersama-sama segera mendengar dan memperhatikan (menjawab) pengeluhan petani rumput laut di Provinsi NTT. "Masih adalah hati nurani kita sebagai manusia untuk bersama-sama menyelesaikan kasus ini," katanya.