• Nasional

Nelayan Rote Ndao Ungkap Fakta Pulau Pasir Milik Indonesia

Djemi Amnifu | Senin, 12/12/2022 16:50 WIB
Nelayan Rote Ndao Ungkap Fakta Pulau Pasir Milik Indonesia Kades Daiama Heber Laurens Ferroh (kiri) yang didampingi Sekretaris Desa Daiama, Josias Jeheskial Ferroh (tengah) dan sesepuh masyarakat Rote Timur, Sadli H Ardani (kanan) saat diwawancarai di Desa Daiama Kecamatan Landu Leko Kabupaten Rote Ndao, Kamis (8/12/2022). Ketiganya sering berlayar ke Pulau Pasir mencari hasil laut meski kemudian pulau tersebut diklaim sebagai milik Australia.

KATANTT.COM--Jauh sebelum Pulau Pasir ditemukan oleh Kapten Ashmore dari Inggris saat dalam pelayaran pulang ke Inggris pada 1811 silam, ternyata pulau yang kaya akan hasil laut dan hasil migas ini sudah ditemukan nelayan asal Pulau Rote bernama Ama Rohi pada 1642 silam.

"Kalau Australia klaim Pulau Pasir adalah miliknya berdasarkan penemuan Kapten Asmore asal Inggris pada tahun 1811 silam, maka jauh sebelum itu tepatnya tahun 1642 silam, Pulau Pasir sudah ditemukan Ama Rohi, nelayan asal Pulau Rote," kata Sadli H Ardani, sesepuh masyarakat Rote Timur kepada KataNTT.com di Desa Daiama Kecamatan Landu Leko Kabupaten Rote Ndao, Kamis (8/12/2022).

Sadli H Ardani, merupakan salah satu nelayan asal Desa Papela Kecamatan Rote Timur Kabupaten Rote Ndao, yang sudah berulang kali mencari hasil laut di Pulau Pasir. Ia pertama kali berlayar ke Pulau Pasir pada 1968 silam mengungkap sejumlah fakta jika Pulau Pasir sesungguhnya milik Indonesia.

Kakeknya, La Taku, merupakan salah satu nelayan Papela yang juga sudah sering mencari hasil laut di Pulau Pasir sejak 1910 silam sebelum akhirnya, Pulau Pasir diklaim menjadi milik Australia.

Ia mengisahkan awal penemuan Pulau Pasir pertana kali oleh Ama Lodo, nelayan asal Papela secara tidaks engaja pada 1642 silam.

Pulau Pasir pertama kali ditemukan oleh Ama Rohi saat dalam pelayaran pulang dari Oeteta-Pulau Timor menuju Pulau Rote pada tahun 1642 silam. Dalam pelayaran tersebut, perahu nelayan Ama Rohi diterjang gelombang hingga terdampar di Pulau Pasir.

"Perdagangan waktu itu masih sistem barter (tukar menukar barang) yang dalam bahasa Rote disebut Se`o Dai. Saat itu bulan Februari, tepatnya masuk Tahun Baru China perahu layar yang ditumpangi Ama Rohi berlayar sampai di Perairan Oesina dan diterjang badai selama tiga hari tiga malam hingga terdampar ke Pulau Pasir," kisah Sadli H Ardani.

"Di suatu saat bulan Februari, pas orang bilang Tahun Baru China, mereka (Ama Rohi dkk) baru pulang tukar ikan dengan beras (hasil bumi) dari Oeteta (Teluk Kupang) tetapi begitu sampai di Oesina, datang angin badai dari arah utara hingga hanyut selama tiga hari tiga malam ke Pulau Pasir," sambung Sadli.

Waktu itu jelas Sadli, pulau tersebut belum bernama Pulau Pasir. Selama hanyut di laut, mereka (Ama Rohi dkk) melihat di depan perahu ada banyak burung yang terbang. Jadi mereka berpikir bahwa burung sebanyak ini tidak mungkin tidak punya tempat tinggal.

Dan sekitar pukul 10.00 pagi mereka melihat pantulan cahaya sehingga Ama Rohi dkk berkeyakinan bahwa =cahaya itu adalah pantulan cahaya matahari dari sebuah kolam. "Kalau ada kolam, pasti tempat asal cahaya itu adalah sebuah pulau," ujarnya.

Setelah Ama Rohi dkk terus berlayar ke depan, ternyata benar ada sebuah pulau dengan pasir yang berwarna putih bersih. Ama Rohi dkk pertama kali sampai di pulau yang berada paling barat dan diberi nama Pulau Satu.

Di Pulau Pasir itu ada tiga buah pulau yang hanya terdiri atas pasir putih dan sejumlah pohon dan tidak ada gunung.

Dalam setiap pelayaran, nelayan Rote maupun Sabu memiliki stok air minum yang disimpan dalam periuk tanah atau dalam bahasa Rote disebut Roa.

Selain sebagai nakhoda yang handal, Ama Rohi juga mempunyai kemampuan mengetahui sumber air dalam tanah. Sehingga saat tiba di Pulau Pasir dan kehabisan air minum, Ama Rohi kemudian mengambil dua potong besi dan mulai mencari sumber air dalam tanah.

Selang beberapa saat, Ama Rohi menyuruh anak buah yang bersamanya menggali di titik yang ditunjuk oleh dua besi yang digunakan mencari sumber air tersebut. "Galian sumur ini menjadi salah satu bukti bahwa Pulau Pasir adalah milik Indonesia," ujarnya.

Sayangnya, air yang ditemukan di Pulau Satu terasa asin karena kadar garamnya sangat tinggi sehingga Ama Rohi dkk kemudian berlayar ke pulau yang di tengah yang kemudian disebut Pulau Dua. Mereka kembali menggali sumur di titik yang ditunjuk Ama Rohi dan berhasil menemukan air yang bisa diminum.

"Karena airnya bisa diminum, Ama Rohi kemudian menyuruh anak buahnya mengambil kepala yang dibawa dari Oeteta yang sudah bertunas untuk ditanam. Ama Rohi dkk kemudian pindah ke pulau di sebelah timur dan mulai menggali sumur dan ternyata airnya juga bisa diminum. Ama Rohi kemudian menyuruh menanam kelapa di pulau yang ketiga ini juga," kata Sadli mengisahkan cerita turun temurun diceritakan para nelayan di Papela ini.

Setelah hampir sebulan berada di Pulau Pasir, Ama Rohi dkk kemudian berlayar pulang ke Papela (Pulau Rote) seiring perubahan arah angin yang bertiup dari arah barat daya.

Hanya saja, pelayaran pulang ke Papela baru dilakukan malam hari untuk memastikan arah pelayaran dengan berpatokan kepada tiga bintang (Rasi Orion) sebagai penunjuk arah. Dan, ternyata, Ama Rohi dkk akhirnya tiba kembali di Papela dengan selamat.

Namun mereka terheran-heran karena saat masih berada di laut melihat api yang menyala di pantai sambil sejumlah nelayan menari-nari mengelilingi cahaya api.

"Begitu Ama Rohi dkk sampai di pantai, barulah mereka diberi tahu saudaranya bahwa mereka membakar api unggun dan menari karena sedang berkabung, Mereka mengira Ama Rohi dkk sudah meninggal diterjang badai di laut saat berlayar dari Oeteta ke Papela," kisahnya.

Selain sumur yang digali oleh Ama Rohi dkk ungkap Sadli, sejumlah fakta lain yang menjadi bukti Pulau Pasir milik Indonesia adalah kuburan leluhur dan artefak yang berada di Pulau Pasir. Nelayan asal Rote yang meninggal dalam mencari hasil laut di Pulau Pasir dikubur di Pulau Pasir ditandai dengan banyak kuburan di pulau satu, pulau dua dan pulau tiga.

"Peninggal lainnya adalah pagar batu untuk menangkap ikan. Pagar batu ini merupakan teknik penangkapan ikan yang paling tradisional. Orang Rote sebut bilang Lutu. Saat air laut pasang maka ikan akan masuk ke dalam lutu yang mulutnya dipoasang dengan daun gewang atau daun kelapa. begitu air laut surut, ikan akan terperangkap dalam batu," terang Sadli lagi.

Karena itu, Sadli H Ardani berharap Pemerintah Indonesia berjuang untuk mempertahankan dan merebut Pulau Pasir ke dalam wilayah NKRI. Bahkan, jika harus melayangkan gugatan ke Pengadilan Australia guna mempertahankan dan merebut kembali Pulau Pasir.

FOLLOW US