• Nusa Tenggara Timur

Ironi RSP Boking Tak Layani Rawat Inap, Masyarakat TTS Terpaksa Berobat ke RS Kabupaten Tetangga

Djemi Amnifu | Jum'at, 01/10/2021 19:25 WIB
Ironi RSP Boking Tak Layani Rawat Inap, Masyarakat TTS Terpaksa Berobat ke RS Kabupaten Tetangga Inilah kondisi fisik bangunan RSP Boking yang mengalami kerusakan parah di bagin belakang ruang rawat inap sehingga menganggu pelayanan kesehatan yak tak leyani rawat inap sehingga masyarakat harus ke kabupaten tetangga.

SOE, katantt.com--Sengkarut proyek Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking di Desa Meosin Kecamatan Boking Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) berdampak besar bagi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sejak awal diresmikan pada, 21 Mei 2019 silam, hingga kini RSP Boking tidak berfungsi sebagaimana rencana awal pembangunan.

Saat jurnalis yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) NTT menyambangi ke RSP Boking  (30/8/2021) menemukan bahwa RSP Boking  belum pernah melayani warga yang membutuhkan pelayanan kesehatan rawat inap. Justru warga TTS yang bermukim di bagian selatan Kabupaten TTS harus ke kabupaten tetangga yaitu Kabupaten Malaka agar bisa mendapatkan perawatan  rawat inap.

Jarak antara RSP Boking dan RSP Malaka sekitar 20 kilometer yang jarak tempuhnya hanya membutuhkan waktu antara 30-50 menit perjalanan. RSP Pratama Boking memang menjadi pilihan ratusan bahkan ribuan warga TTS di wilayah selatan ketimbang harus ke RSUD Soe yang harus menempuh perjalanan 2-3 jam perjalanan.

Lokasi RSP Boking juga cukup jauh dari pemukiman penduduk yang berjarak sekitar 500 meter dari ruas jalan utama Boking-Betun. Berada persis di atas bukit, jalan masuk menuju RSP Boking yang belum di aspal pun dalam kondisi rusak parah. Jalan menanjak menuju RSP Boking yang berada di atas bukit cukup menyulitkan bagi kendaraan roda dua dan roda empat yang melewati jalan tersebut karena banyak lubang dan berbatu.

Pun begitu, kondisi RSP Boking yang rusak parah pada bagian belakang gedung yakni empat ruangan rawat inap yang nyaris roboh. Sebagian plafon ruangan sudah roboh dan hancur, sementara dinding tembok sudah berlubang dan retak-retak. Empat ruangan ini, sejak diserah terimakan dan diresmikan oleh Bupati TTS, Egusem Piether Tahun tidak pernah dipakai.

Plt Direktur RSP Boking, Mimi Rani yang ditemui Klub Jurnalis Investigasi (KJI) NTT, Rabu (30/8/2021) mengakui meski menerima pelayanan kesehatan namun tak pernah menerima pasien rawat inap. Sebagian besar pasien yang butuh perawatan rawat inap harus ke Kabupaten Malaka.

"Kalau yang butuh rawat inap, kita langsung kasih rujukan ke Rumah Sakit Malaka atau ke Rumah Sakit Umum Daerah Soe. Tapi lebih banyak yang ke Malaka karena dekat, hanya 30 menit. Kalau ke Rumah Sakit Umum Soe jauh, sekitar tiga jam, jadi ke rumah sakit Malaka saja," kata Mimi Rani.

Meski masuk kategori rumah sakit type D namun RSP Boking secara administrasi tak memenuhi syarat tersebut karena hanya memiliki 51 pegawai terbagi atas 3 orang dokter yaitu 2 dokter umum dan 1 dokter gigi serta 34 tenaga kesehatan.

Dari 37 tenaga kesehatan tersebut sebanyak 14 tenaga kesehatan adalah tenaga kontrak daerah sisanya adalah pegawai tetap. Padahal untuk rumah sakit type D seperti RSP Boking wajib memiliki 4 dokter umum dan 2 dokter ahli serta  30 tenaga kesehatan.

Selama bulan Agustus 2021 saja kata Mimin, ada 200 pasien yang menjalani rawat jalan di RSP Pratama Boking. Sementara yang membutuhkan rawat inap maka langsung dirujuk ke RSUD Malaka atau ke RSUD Soe.  “Paling banyak, sakit batuk pilek atau malaria, kita langsung periksa dan berikan obat. Kalau pasien rawat inap, kita langsung rujuk ke Malaka atau Soe. Itu pun bagi pasien BPJS,” ujarnya.

Mengenai kondisi bangunan ruang rawat inap yang rusak parah ini pun diamini mantan Direktur RSP Boking, dr. Hardman Luat Sitorus yang sudah pernah ditemui Senin (11/5/2021) silam. "Saat diresmikan oleh Bupati TTS, Egusem Piether Tahun pada tanggal 21 Mei 2019 lalu, memang gedung untuk ruangan rawat inap yang berada di bagian belakang sudah rusak. Jadi selama satu tahun beroperasi setelah diresmikan, kondisi gedung rawat inap tidak bisa dipergunakan sampai sekarang," kata dr. Hardman Luat Sitorus kepada wartawan, Senin (11/5).

Hardman yang sebelumnya bertugas di RSUD Soe mengaku ditempat di RSP Boking bersama 21 tenaga medis lainnya bersamaan dengan pengresmian gedung RSP Boking tanggal 21 mei 2019 silam. "Kita ditempat di sini, keadaan gedung sudah demikian adanya (rusak parah)," ujar Hardman yang kini dimutasi ke Puskesmas Ayotupas Kecamatan Amanatun Utara.

Selama setahun bertugas, Hardman menyebut ada 1000 lebih pasien yang berobat ke RSP Boking dan ada i6 pasien yang di rujuk ke RSUD Soe.

Meski statusnya adalah rumah sakit kata Hardman, namun RSP Boking selama setahun beroperasi tidak melayani pasien rawat inap. Kondisi ini dikarenakan 10 ruangan rawat inap yang ada dalam kondisi rusak terutama 4 ruangan di bagian belakang rusak parah.

"Waktu, kita terima kondisi rumah sakit sudah rusak parah seperti lantai yang amblas dan pecah, plafon yang roboh, tembok yang pecah-pecah dan sebagian pondasinya roboh," katanya.

Terhadap pasien yang rawat inap jelas Hardman, pihaknya terpaksa melakukan observasi terhadap pasien di ruangan Instalasi Rawat Darurat (IRD) atau dirujuk ke RSUD Soe termasuk kepada pasien ibu melahirkan.

Kehadiran RSP Boking ternyata tak memberi banyak dampak bagi pelayanan kesehatan bagi masyarakat TTS khususnya yang berada di wilayah bagian selatan. Apalagi, di Boking sendiri sudah memiliki Puskesmas Boking yang hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari RSP Boking.

"Kalau, hanya untuk perawatan rawat jalan untuk sakit ringan masyarakat tidak perlu ke Rumah Sakit Boking. Mereka cukup ke Puskesmas Boking. Rencana awal pembangunan RSP Boking ini bukan untuk melayani pasien rawat jalan tetapi yang membutuhkan rawat inap," beber tokoh masyarakat Boking, Uksam Selan.

Kehadiran RSP Boking ini malah memunculkan masalah baru yaitu dugaan korupsi dalam pekerjaan proyek ini. Apalagi DPRD TTS secara lembaga telah merekomendasikan temuan ini untuk diproses secara hukum ke Polres TTS dan telah diambil alih Polda NTT.

Padahal, Kabupaten TTS termasuk salah satu kabupaten dengan angka stunting 48% dan angka kemiskinan di TTS sebesar 27% adalah yang tertinggi di NTT. Belum lagi tingkat pendidikan yang rendah, tingginya angka kemiskinan, status gizi yang rendah menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkab TTS.

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi sejumlah media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Nusa Tenggara Timur.
Tim liputan:
Djemi Amnifu (katantt.com), Juven Nitano (Net TV), Simon Selly (Victory News), Willy Makani (penatimor.com) Putria Nida Iba (Pegiat Anti Korupsi/">Korupsi FH Undana)

FOLLOW US