• Nusa Tenggara Timur

Terbukti Calo Casis, Oknum Anggota Polres Rote Ndao Dipecat

Imanuel Lodja | Rabu, 24/01/2024 12:12 WIB
 Terbukti Calo Casis, Oknum Anggota Polres Rote Ndao Dipecat Kapolres Rote Ndao, AKBP Mardiono memimpin upacara pemecatan terhadap Aipda ASA alias Amsal di Mako Polres Rote Ndao, Senin (22/1/2024).

KATANTT.COM--Polri memecat salah satu anggota Polri yang bertugas di Polres Rote Ndao. Upacara pemecatan terhadap Aipda ASA alias Amsal dilakukan Kepala Kepolisian Resor Rote Ndao, AKBP Mardiono, Senin (22/1/2024).

Upacara Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dilakukan secara in absentia di Lapangan Apel Mapolres Rote Ndao. Aipda Amsal yang juga merupakan anggota di Seksi Umum (Sium) Polres Rote Ndao terlibat sebagai calo penerimaan calon siswa (Casis) Bintara Polri.

Amsal terbukti melanggar Kode Etik Profesi Polri (KEPP) sesuai pasal 13 ayat (1), pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah RI nomor 1 tahun 2003, dan/atau pasal 5 ayat (1) huruf b, dan pasal 10 ayat (1) huruf a, angka 3 Perpol nomor 7 tahun 2022.

Upacara pemecatan digelar berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur nomor : KEP/582/XII/2023, tentang pemberhentian Tidak Dengan Hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia terhitung tanggal 8 Desember 2023.
Upacara digelar secara In Absentia karena Aipda Amsal tidak hadir.

Walupun tanpa dihadiri oleh Aipda Amsal, namun anggota Propam Polres Rote Ndao membawa foto Aipda Amsal.Sebagai tanda bahwa anggota sudah tidak menjadi anggota Polri, saat upacara, Kapolres Rote Ndao melakukan penyilangan foto Aipda Amsal.

Kapolres Rote Ndao menyampaikan bahwa upacara PTDH merupakan proses terakhir secara kedinasan Polri terhadap anggota yang telah melakukan pelanggaran peraturan secara Kode Etik Profesi Polri.

Dikatakan, upacara PTDH merupakan salah satu bentuk realisasi komitmen Polri dalam memberikan sanksi hukuman bagi personel yang melakukan pelanggaran.

“Upacara PTDH salah satu bentuk realisasi komitmen Polri dalam memberikan sanksi hukuman bagi personel yang melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian, hendaknya hal ini dijadikan introspeksi oleh seluruh anggota,” ujar Kapolres.

Menurut Kapolres, hal ini bisa menjadi renungan bersama bagi seluruh anggota Polri sehingga dalam melaksanakan tugas dan tetap berpegang pada aturan dan SOP yang ada.
Kapolrea menyayangkan peristiwa tersebut karena sangat memprihatinkan dan tidak perlu terjadi, jika masing-masing anggota Polri mampu mengendalikan dan memahami tugas sebagai aparat penegak hukum.

Kapolres mengharapkan seluruh personel termasuk para Kapolsek dan kepala satuan fungsi yang lain agar saling mengingatkan dan saling mengawasi, sehingga hal fatal seperti ini tidak terjadi.

"Tidak ada seorang pemimpin yang mau dan rela akan kehilangan salah satu anggotanya apalagi melalui proses PTDH, tapi hendaknya ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, saya berharap ini sebagai pertama dan terakhir kalinya selama masa kepemimpinannya saya,“ tutup Kapolres Rote Ndao.

Aipda Amsal, dilaporkan karena menjadi calo penerimaan Bintara Polri TA 2021 lalu dengan laporan nomor LP/ 89/X/HUK.12.10/2022, YANDUAN, tanggal 18 Oktober 2022.

Sementara laporan pidana penipuan tertuang dalam laporan polisi nomor: LP/B/329/X/2022/SPKT, tanggal 18 Oktober 2022 tentang perkara dugaan terjadinya peristiwa penipuan dan atau penggelapan.

Kasus penipuan dilaporkan Junus Dami ke Polda NTT didampingi kakaknya Samuel Dami, warga Desa Oebatu, Kabupaten Rote Ndao.

Keluarga korban datang ke rumah Aipda Amsal untuk menyerahkan uang sebesar Rp 225.000.000.
Mereka bersepakat apabila korban (peserta penerimaan Bintara Polri) tidak lulus maka Aipda Amsal akan mengembalikan semua uang tersebut.

Kemudian Aipda Amsal menuliskan kwitansi dengan nominal Rp 250 juta dengan ketentuan bahwa uang sisanya Rp 25 juta ditukar dengan sebidang sawah seluas satu hektar berisi padi yang siap untuk dipanen.

Dalam proses seleksi, korban yang menjalani tes bintara Polri tidak lulus karena dinyatakan gugur pada pemeriksaan kesehatan tahap I. Keluarga korban harus menanggung cicilan pinjaman dari bank dan koperasi sebesar Rp 4 juta per bulan selama tiga tahun.

FOLLOW US