• Nusa Tenggara Timur

Akhirnya, Polda NTT Tahan Dua Tersangka Kasus Korupsi Proyek Pembangunan RSP Boking-TTS

Imanuel Lodja | Jum'at, 13/10/2023 19:45 WIB
Akhirnya, Polda NTT Tahan Dua Tersangka Kasus Korupsi Proyek Pembangunan RSP Boking-TTS Penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT saat menggiring, Andre Feby Liamnto, tersangka kasus korupsi proyek Pembangunan RSP Boking di Kabupaten TTTS menuju sel tahanan Mapolda NTT, Jumat (13/10/2023).

KATANTT.COM--Penyidik Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT menahan dua orang tersangka dalam kaitan dengan penanganan kasus tindak pidana korupsi pembangunan gedung Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Kedua tersangka yang ditahan masing-masing BY alias Barince yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan Kabupaten TTS dan AFL alias Andre Feby Limanto. AFL alias Andre selaku peminjam bendera dan merupakan kontraktor pelaksana.

Keduanya ditahan setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik di Polda NTT, Jumat (13/10/2023). Di hari yang sama, Jumat (13/10/2023), penyidik Tipikor Ditreakrimsus Polda NTT juga memeriksa HD alias Hamka yang merupakan konsultan pengawas.

Pemeriksaan terhadap Hamka merupakan pemeriksaan kedua pasca ditetapkan sebagai tersangka akhir Juli 2023 lalu. Sebelumnya jaksa peneliti pada Kejaksaan Tinggi NTT mengembalikan 4 berkas perkara untuk 5 tersangka kasus ini.

Pengembalian ini dilakukan disertai sejumlah catatan untuk dilengkapi oleh penyidik Subdit III/Tipikor Direktorat Reskrimsus Polda NTT. Pelimpahan ini merupakan pelimpahan pertama sejak penetapan tersangka bulan Juli lalu.

Berkas yang dilimpahkan dibuat menjadi 4 berkas perkara untuk 5 tersangka. Lima tersangka ini masing-masing Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, BY alias Barince.

Kemudian GA selaku konsultan perencana, Ir MZ alias Mardin selaku kontraktor pelaksana dari PT Tangga Batujaya Abadi. Selanjutnya AFL alias Andre selaku peminjam bendera serta HD alias Hamka yang merupakan konsultan pengawas.

Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, ditemukan kerugian keuangan negara Rp 16.526.472.800. Kontrak perencanaan RSP Boking dilakukan pada 30 Mei 2017 sebesar Rp 812.972.000 dengan masa pelaksanaan 90 hari kalender sejak 30 Mei 2017.

Untuk perencanaan, pihak konsultan hanya melibatkan 5 tenaga ahli, seharusnya 17 orang. Produk perencanaan belum diserahterimakan ke Dinkes Kabupaten TTS padahal sudah terbayarkan Rp 520.270.088 atau 40 persen.

Kontrak pelaksanaan pada bulan Agustus 2017 senilai Rp 17.459.000.000 dimenangkan PT Tangga Batu Jaya Abadi.
Waktu pelaksanaan 80 hari kalender sejak 11 Oktober hingga 30 Desember 2017.

PT Tangga Batu Jaya Abadi meminjamkan pekerjaan kepada Andre Febi Limanto dengan fee Rp 209 juta lebih. Seluruh pekerjaan pembangunan di sub kontrakkan oleh Ir MZ ke Andre Febi Limanto yang tidak sesuai Perpres tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pembayaran sudah 100 persen sesuai kontrak.

Sedangkan kontrak pengawasan pada 16 Oktober 2017, pagu anggaran Rp 199.850.000 untuk 75 hari kalender sejak 16 Oktober hingga 30 Desember 2017. Dalam pelaksanaannya, pengawasan tidak melibatkan tenaga ahli dalam pengawasan dan sudah terbayar 100 persen dari nilai kontrak.

Dalam proses hukum, sudah dilakukan audit keteknikan dari Politeknik Negeri Kupang. Status kasus pun dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan.

Juga dilakukan audit kerugian negara oleh BPKP NTT dan penanganan kasus dilimpahkan dari Polres TTS ke Polda NTT.
Penyidik sudah memeriksa 62 orang saksi dan sudah ada supervisi oleh KPK RI.

Penyidik juga melakukan gelar perkara pada tanggal 12 Juni 2023 di Bareskrim dan di KPK pada 13 Juni. Gelar penetapan tersangka dilakukan di Polda NTT pada tanggal 21 Juni 2023.

Polisi sudah mengamankan barang bukti berupa dokumen terkait, fee pinjam bendera Rp 292.000.000 dan bukti penyetoran ke kas daerah Kabupaten TTS sebesar Rp 181.700.000.

RSP Boking difasilitasi dengan 10 kamar pasien, satu kamar IGD dan kantor, yang terletak di Kecamatan Boking, Kabupaten TTS, Provinsi NTT. KPK pun sudah melakukan supervisi kasus ini.

Proyek pembangunan RSP Boking dikerjakan pada tahun anggaran 2017 menggunakan anggaran dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp 17,4 miliar dikerjakan oleh PT Tangga Batu Jaya Abadi yang merupakan perusahaan rekanan asal Pulau Jawa.

Mereka memenangi tender dengan mengalahkan 19 perusahaan. Pengerjaan RSP Boking baru rampung pada akhir 2018 dan diresmikan oleh Bupati TTS Egusem Pieter Tahun pada Mei 2019.

Saat diresmikan, sebagian bangunan rumah sakit itu sudah dalam kondisi rusak. Usai diresmikan, penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polres TTS melakukan penyelidikan setelah mendapat laporan adanya dugaan korupsi dalam pembangunan rumah sakit tersebut.

Pembangunan RSP Boking disebut tak sesuai bestek. Ada pula dugaan persengkongkolan sejak perencanaan antara kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen dan kontraktor pelaksana.

Pasalnya, PT Tangga Batu jaya Abadi tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak hingga meminta perpanjangan kontrak. Sejumlah pekerjaan utama yang mesti dilakukan, justru tak dikerjakan kontraktor pelaksana.

Ada dugaan kuat keterlibatan salah satu perusahaan raksasa yang terlibat dalam skandal kasus korupsi Boking yaitu PT Indah Karya (persero) yang mana PT tersebut adalah konsultan perencana.

Tender ini diikuti 19 peserta dan pemenang adalah PT Tangga Batujaya Abadi nomor NPWP: 02.186.698.3-044.000 dengan nilai kontrak Rp 17,46 miliar.

Sistem pengadaan menggunakan lelang umum pascakualifikasi satu file dengan harga terendah dengan sistem gugur tahun anggaran APBD 2017 dengan nilai pagu paket Rp 18.029.906.00 dengan nilai HPS paket Rp 18.022.700.000.00. Adapun jenis kontrak dengan cara pembayaran gabungan lumpsum dan harga satuan pada lokasi pekerjaan Kecamatan Boking -Timor Tengah Selatan.

Penyidik sudah memeriksa bupati Timor Tengah Selatan (TTS) Provinsi NTT, Egusem Pieter Tahun yang menjabat sebagai asisten II saat proyek ini dikerjakan. Namun bupati Epy memastikan bahwa dirinya tiďak terlibat dalam kasus dugaan korupsi ini.

"Saya tidak terlibat, dalam kasus itu. Saat pengerjaan RSP Boking tahun 2016, saya menjabat asisten II Bidang Pembangunan Setda TTS, dan di tahun 2017, saya ditunjuk sebagai penjabat Sekda itu sekitar Mei-November 2017. Jadi saya tahu prosesnya dari perencanaannya. Namun saya dipanggil untuk ditanya tentang tugas dan kewenangan saya waktu itu," terangnya beberapa waktu lalu.

"Pemanggilan saya itu untuk menjelaskan posisi waktu proyek itu dikerjakan Tahun 2016 silam. Tupoksi saya waktu menjabat asisten II apa-apa saja begitu juga saat menjabat sebagai penjabat sekda, dibatasi dengan kewenangan juga," tambahnya.

Ia mengaku, saat diperiksa di penyidik Polda NTT, beberapa waktu lalu, Ia dimintai 16 berkas yang berkaitan dengan jabatannya. "Saya dipanggil Polda terkait Rumah sakit Pratama Boking, Rabu 3 Mei 2023. Saya diperiksa sekitar 7 jam efektifnya, yang memakan waktu itu ada data-data yang diminta penyidik, itu kita harus komunikasi dengan yang ada di Soe, dan buka file itu yang lama. Data yang diminta penyidik sekitar 16 berkas, makanya sudah malam makanya kami berhenti sekitar jam 4 malam," terangnya.

"Saat diperiksa saya bawa Kabag hukum dan Kabag Tatapem, jadi kami 3 orang, untuk bantu-bantu saya memberikan berkas yang diinginkan penyidik," tandasnya.

FOLLOW US