• Nasional

Ferdi Tanoni Desak Australia Hentikan Penangkapan dan Pengadilan Atas Nelayan NTT di Pulau Pasir

Djemi Amnifu | Kamis, 01/12/2022 16:23 WIB
Ferdi Tanoni Desak  Australia Hentikan Penangkapan dan Pengadilan Atas Nelayan NTT di Pulau Pasir Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni (kiri) saat memberikan kerterangan kepada wartawan di Kupang beberapa waktu lalu..

KATANTT.COM--Pemerintah Federal Australia didesak untuk segera menghentikan berbagai bentuk penangkapan dan pengadilan terhadap nelayan tradisional Laut Timor di Gugusan Pulau Pasir.

"Perlakuan Australia terhadap nelayan tradisional Laut Timor sudah berlebihan, karena Australia mungkin saja sudah memulai pengeboran minyak lepas pantai di Gugusan Pulau Pasir," tegas Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni kepada wartawan di Kupang, Kamis (1/12/2022).

Desakan Ferdi Tanoni ini menyusul penangkapan 8 orang nelayan Indoneaia asal NTT oleh Australia di Gugusan Pulau pasir kemudian ditahan di Australia. Ironisnya, Pengadilan di Australia juga telah menangkap dan menenggelamkan perahu para nelayan di sekitar Gugusan Pulau Pasir.

"Pada saat ini ada nelayan dituntut untuk membayar 20.000 dolar Australia karena kedapatan melanggar sekitar 5 mil saja," sesal mantan agen imigrasi Australia ini.

Ferdi Tanoni justru mensinyalir apakah Australia sengaja menggiring perahu para nelayan ke dalam wilah ZEE Australia kemudian menenangkap mereka?

"Mungkinkah Pemerintah Australia ini bersahabat dengan Indonesia atau ingin mencari gara-gara untuk menguasai Gugusan Pulau Pasir," tanya Ferdi Tanoni dengan nada tinggi.

Karena itu, selaku pemegang mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Timor-Rote-Sabu-Alor di Laut Timor termasuk di Gugusan Pulau Pasir ini memberikan pernyataan keras.

"Pertama, Gugusan Pulau Pasir adalah milik kamimMasyarakat Adat Laut Timor karena kami memiliki `Eigendom` tahun 1927 atas nama orang Indonesia dengan surat ukur resmi dari Pementihan Hindia Belanda seluas kurang lebih 15.500 hektara," beber Ferdi Tanoni.

"Kedua, kami menolak segala macam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Australia di Laut Timor khususnya di Gugusan Pulau Pasi," sambungnya.

Menurut Ferdi Tanoni, karena MoU ini tidak berlaku secara hukum internasional di mana yang berlaku hanyalah Perjanjian Australia-Indonesia.

"Dan ketiga, kami mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dan Kementerian Luar Negeri RI untuk segera mungkin mengundang Pemerintah Australia dan pemegang mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor ini untuk melakukan perundingan secara bersama dalam penyelesaian Gugusan Pulau Pasir," jelas penerima penghargaan Nasional Untuk Keadilan Sipil (Civil Justice Award) 2013 dari Aliansi Pengacara Australia ini.

Sehubugan dengan hal-hal tersebut di atas lanjut penulis buku Skandal laut Timor: Sebuah barter politik ekonomi Canberra-Jakarta? menyebutkan pihaknya mendesak Pemerintah Federal Australia untuk segera hentikan berbagai kegiatan di Gugusan Pulau Pasir dan segera tinggalkan kawasan tersebut.

Pemerintah Federal Australia harus lah segera menghentikan segala macam cara dan alasan untuk menangkap dan atau mengadili para nelayan tradisonal di Laut Timor.

Pemerintah Indonesia harus pula segera nyatakan seluruh MoU dan Perjanjian dan lain sebagainya di Laut Timor dinyatakan batal demi hukum kemudian merundingkan kembali seluruh batas perairan di Laut Timor secara trilateral bersama Timor Timur.

Ferdi Tanoni berargumen bahwa dalam penetapan sebuah batas perairan RI-Australia-Timor Timur di Laut Timor yang baru harus menggunakan prinsip-prinsip Hukum Inernasional UNCLOS 1982. "Hal ini suka atau tidak suka kita harus lakukan ini," tegasnya.

FOLLOW US