• Nasional

Pasar Tenaga Kerja Global Semakin Memburuk Buntut Konflik Ukraina dan Krisis Lain Berlanjut

Djemi Amnifu | Selasa, 01/11/2022 08:46 WIB
Pasar Tenaga Kerja Global Semakin Memburuk Buntut Konflik Ukraina dan Krisis Lain Berlanjut logo_ILO

KATANTT.COM--Pengangguran dan ketimpangan tampaknya akan meningkat karena krisis ekonomi dan politik yang berlipat dan bertumpang tindih mengancam pemulihan pasar tenaga kerja di seluruh dunia, menurut edisi terbaru Pemantauan ILO tentang Dunia Kerja.

Prospek pasar tenaga kerja global telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir dan pada tren saat ini lowongan pekerjaan akan menurun dan pertumbuhan lapangan kerja global akan semakin memburuk secara signifikan pada kuartal terakhir tahun 2022, menurut laporan baru ILO.

Meningkatnya inflasi menyebabkan upah riil terjerembab di banyak negara. Belum lagi, penurunan pendapatan yang signifikan selama krisis COVID-19, yang di banyak negara paling berdampak pada kelompok berpenghasilan rendah.

Pemantauan ILO tentang Dunia Kerja (edisi ke-10), menemukan bahwa kondisi pasar tenaga kerja yang memburuk mempengaruhi penciptaan lapangan kerja dan kualitas pekerjaan, juga memperlihatkan “sudah adanya data yang menunjukkan perlambatan tajam pasar tenaga kerja.” Ketimpangan pasar tenaga kerja kemungkinan akan meningkat, berkontribusi pada divergensi yang berkelanjutan antara perekonomian maju dan berkembang.

Menurut Pemantauan ini, “serangkaian krisis yang tumpang tindih, yang diperparah oleh perang Ukraina dan dampak negatif lanjutannya, telah terjadi selama tahun 2022, yang sangat berdampak pada dunia kerja”. Efeknya terasa melalui inflasi makanan dan energi, penurunan upah riil, meningkatnya ketimpangan, menyusutnya pilihan kebijakan dan utang yang semakin tinggi di negara-negara berkembang. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan permintaan
agregat juga akan mengurangi permintaan pekerja karena ketidakpastian dan ekspektasi yang memburuk mempengaruhi perekrutan.

“Mengatasi situasi ketenagakerjaan global yang sangat mengkhawatirkan ini, dan mencegah penurunan pasar tenaga kerja global yang signifikan, akan membutuhkan kebijakan yang komprehensif, terintegrasi dan seimbang baik secara nasional maupun global,” kata Direktur Jenderal ILO, Gilbert F. Houngbo.

“Kita membutuhkan implementasi perangkat kebijakan yang luas, termasuk intervensi dalam harga barang publik; penyaluran kembali keuntungan rejeki nomplok; memperkuat jaminan pendapatan melalui perlindungan sosial; meningkatkan dukungan pendapatan; dan langkah-langkah yang ditargetkan untuk membantu orang dan perusahaan yang paling rentan," katanya.

Houngbo menambahkan, “Kami membutuhkan komitmen kuat untuk inisiatif seperti Akselerator Global PBB tentang Pekerjaan dan Perlindungan Sosial, yang akan membantu negara-negara menciptakan 400 juta pekerjaan dan memperluas perlindungan sosial kepada empat miliar orang yang saat ini tidak terlindungi. Dan dengan cepat mengakhiri konflik di Ukraina, seperti yang dituntut dalam resolusi Badan Pimpinan ILO, akan lebih lanjut berkontribusi untuk memperbaiki situasi ketenagakerjaan global”.

Pada awal tahun 2022, jumlah jam kerja global telah pulih dengan kuat, terutama pada pekerjaan dengan keterampilan lebih tinggi dan di kalangan perempuan. Namun, pendorongnya adalah peningkatan pekerjaan informal, yang membahayakan tren formalisasi selama 15 tahun. Situasi memburuk sepanjang tahun dan pada kuartal ketiga 2022 perkiraan ILO adalah bahwa tingkat jam kerja berada pada 1,5 persen di bawah tingkat pra-pandemi, yang berarti defisit 40 juta pekerjaan penuh waktu.

Ukraina

Selain ongkos kemanusiaan yang mengerikan, perang di Ukraina memiliki dampak negatif yang dramatis pada ekonomi negara dan pasar tenaga kerja. ILO memperkirakan bahwa lapangan kerja pada 2022 akan berada pada 15,5 persen (2,4 juta pekerjaan) di bawah tingkat pra-konflik tahun 2021.

Proyeksi ini tidak serendah estimasi ILO pada April 2022, segera setelah konflik mulai, bahwa 4,8 juta pekerjaan akan hilang. Perubahan positif tersebut merupakan akibat dari menyusutnya jumlah wilayah Ukraina yang diduduki atau yang sedang dalam pertempuran aktif. Namun, pemulihan pasar tenaga kerja parsial ini masih kecil dan sangat rapuh, lansir Pemantauan ILO.

Jumlah besar pengungsi internal dan pengungsi yang mencari pekerjaan di Ukraina dan di tempat lain menambah tantangan dan kemungkinan akan menciptakan dorongan penurunan pada upah, laporan ini mengingatkan. Laporan ini memperkirakan bahwa 10,4 persen dari total tenaga kerja sebelum perang di negara tersebut sekarang menjadi pengungsi di negara lain.

Sejumlah 1,6 juta dari kelompok ini sebagian besar adalah perempuan, dengan banyak yang sebelumnya bekerja di sektor pendidikan, kesehatan dan perawatan sosial. Sebuah survei baru-baru ini menemukan bahwa, sejauh ini, 28 persen pengungsi Ukraina yang disurvei telah menemukan pekerjaan berupah atau wiraswasta di negara penerima mereka.

Dampak konflik tersebut dirasakan di pasar tenaga kerja negara-negara tetangga yang dapat menyebabkan destabilisasi politik dan pasar tenaga kerja di negara-negara tersebut. Lebih jauh lagi, di Asia Tengah dan secara global, hal itu tercermin dalam harga-harga yang semakin meningkat dan fluktuatif serta meningkatnya kerawanan pangan dan kemiskinan.

Mengatasi Multi Krisis

Laporan tersebut menyerukan dialog sosial yang akan digunakan untuk menciptakan kebijakan yang diperlukan untuk melawan penurunan pasar tenaga kerja. Ini seharusnya tidak hanya bereaksi terhadap inflasi tetapi fokus pada implikasi yang lebih luas untuk pekerjaan, perusahaan, dan kemiskinan.

Laporan tersebut memperingatkan terhadap pengetatan kebijakan yang berlebihan yang dapat menyebabkan “kerusakan yang tidak semestinya pada pekerjaan dan pendapatan di negara maju dan berkembang.

FOLLOW US