• Nasional

Sebelum Dicaplok Australia, Nelayan Indonesia ke Pulau Pasir Wajib Kantongi Ijin dari Pemkab Kupang

Djemi Amnifu | Sabtu, 29/10/2022 11:39 WIB
Sebelum Dicaplok Australia, Nelayan Indonesia ke Pulau Pasir Wajib Kantongi Ijin dari Pemkab Kupang Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara, Ferdi Tanoni (kanan) dan Ketua Antralamor, Haji Mustafa (kiri) dan Mr. Greg Phelps (kedua kiri) saat pertemuan di Kupang beberapa waktu lalu.

KATANTT.COM--Sebelum dicaplok Australia, pada tahun 1970-an nelayan Indonesia yang hendak mencari hasil laut ke Pulau Pasir wajib mengantongi ijin yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dan semenjak dicaplok Australia perahu (kapal) nelayan Indonesia yang ke Pulau Pasir malah ditangkap dan dibakar oleh Pemerintah Australia.

"Jauh sebelum nelayan kita diusir dari Pulau Pasir, setiap nelayan Indonesia yang hendak menangkap ikan di Pulau Pasir harus mendapat ijin dari Pemerintah Kabupaten Kupang. Jadi, kalau Australia klaim Pulau Pasir sebagai milik mereka maka itu tidak benar," kata Caz Bokotei kepada wartawan di kediamannya di Kelurahan Kayu Putih Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Sabtu (29/10/2022).

Caz Bokotei merupakan salah satu saksi hidup karena dirinya yang diberi wewenang oleh Pemkab Kupang pada tahun 1970-an untuk mengeluarkan ijin bagi nelayan Indonesia yang ingin mencari hasil laut di Pulau Pasir. "Bagaimana, kita (Indonesia) yang keluarkan ijin untuk nelayan kita menangkap ikan di Pulau Pasir, tiba-tiba sekarang Pulau Pasir diklaim sebagai milik Australia," kata Caz Bokotei.

Dalam sebulan, Caz Bokotei menyebut sekitar 100-200 nelayan Indonesia baik yang berasal dari NTT, Timor Timur (sebelum menjadi negara merdeka) dan Sulawesi yang mengajukan permintaan untuk ke Pulau Pasir. Karena itu, Caz Bokotei berharap, Indonesia merebut kembali Pulau Pasir dengan menggugat ke Mahkamah Internasional.

"Silahkan gugat ke mahkamah Internasional dan ambil kembali Pulau Pasir dari Australia. Saya bersedia menjadi saksinya dan akan saya berikan bukti-buktinya," katanya.

Sementara Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni mempertanyakan pernyataan Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, Laurentius Amrih Jinangkung dan Abdul Kadir Jailani selaku Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI bahwa Pulau Pasir adalah milik Australia.

"Kami mohon dengan hormat agar anda berdua tolong (Laurentius Amrih Jinangkung & Abdul Kadir Jailani) menjelaskan hal-hal berikut pertama Memorandum of Understanding (MoU) Indonesia-Australia tahun 1974 itu dasarnya apa dan bagaimana? Kenapa MoU ini dibuat tahun 1974 dan bukan tahun 1933, 1942 (sesuai pengakuan Anda bahwa ini hak Pemerintah Inggris) atau mungkin dibuat pada tahun 1945, 1950, 1960 atau 1970?," tanya Ferdi Tanoni.

Pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat Timor, Rote, Sabu dan Alor di Laut Timor ini menyebutkan pernyataan bahwa Gugusan Pulau Pasir tidak termasuk dalam Kedaulatan NKRI karena tidak ada dalam catatan dalam buku Kemenlu RI merupakan sesuatu yang mengada-ada. Karena itu, mantan agen imigrasi Australia ini meminta Laurentius Amrih Jinangkung dan Abdul Kadir Jailani mempertanggungjawabkan pernyataannya.

"Bagaimana caranya Douane/Pemerintah Kabupaten Kupang terbitkan Surat Pas Jalan kepada para nelayan yang hendak ke Gugusan Pulau Pasir untuk mengumpul Teripang hingga tahun 1974?," tanya Ferdi Tanoni lagi.

"Saya ini tidak minta terjadi pro dan kontra, namun dengan beraninya pejabat Pemerintah Indonesia untuk keluarkan pernyataan yang sembarang dan seolah-olah mereka adalah jadi juru bicaranya Australia dan kami masyarakat Adat Timor-Rote-Sabu-Alor disalahkan. Ini sangat tidak benar," sambung Ferdi Tanoni.

FOLLOW US