KATANTT.COM--Kementerian Hukum dan HAM dan Polda NTT mengungkap kasus penyelundupan manusia yang merupakan warga negara asing (WNA) dan hendak diberangkatkan ke Australia.
Rabu (8/5/2024) pekan lalu, pihak Imigrasi Surabaya mengamanlan Habiburrahman, pelaku penyelundupan manusia ke Australia. Habiburrahman merupakan satu dari enam tersangka dalam kasus ini.
Tiga tersangka masing-masing Muhammad Ryan Firmansyah, Emmanuel Hartojo dan Imam Mustofa telah menjalani sidang dan diputus 7 tahun penjara dalam sidang pada 6 Mei 2024 lalu. Sementara dua tersangka lain, Shajib dan Vica Dilfa Vianica masih berstatus buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Habiburrahman dan lima pelaku lainnya diproses berdasarkan laporan polisi nomor LP/A/8/VIII/2023, tanggal 5 Agustus 2023. Para tersangka berperan menyelundupkan lima orang WNA masing-masing Pankaj Kumas asal India, Mohammad Masud Rana asal Bangladesh, Mohammad Shajahan asal Bangladesh, Mohammad Nur asal Bangladesh dan Mohd Sangir Alam asal Myanmar.
Jumat (17/5/2024), Direktur Pengawasan dan Penindakan keimigrasian Kemenkumham RI, Saffar Muhammad Godam dan Kakanim Khusus Surabaya, Ramdhani serta Kakanwin Kementerian Hukum dan HAM NTT, Merciana Djone menyerahkan Habiburrahman kepada Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi disaksikan Wakapolda NTT, Brigjen Pol Awi Setiyono di Mapolda NTT.
Kasus yang dilaporkan Devinson Dangga Dewa ini ditangani penyidik Dit Reskrimum Polda NTT.
Polisi pun sudah memeriksa saksi Fransiskus Xaverius Sikka Lafu (receptionis Hotel Pantai Timor Kupang) dan Adrianus Uskono (penjaga hotel di Surabaya).
Wakapolda NTT dalam penjelasannya di Polda NTT menyebutkan kalau anggota unit TPPO Subdit IV Dot Reskrimum Polda NTT menelusuri informasi soal penyelundupan WNA ke Australia melalui Kupang, NTT dengan kapal nelayan.
Kelima WNA (korban) tiba di Kupang pada 3 Agustus 2023 malam di Pelabuhan Tenau Kupang menggunakan kapal Humsini. Anggota unit TPPO membuntuti karena lima WNA ini menginap di hotel Pantai Timor Kupang.
Sehari sebelumnya, atau pada 2 Agustus 2023, tersangka Emanuel Hartojo dan Imam Mustofa terlebih dahulu tiba di Kupang dengan pesawat dan tinggal di penginapan yang sama. Pada 3 Agustus 2023, Emanuel dan Imam menemui beberapa nelayan menanyakan kapal yang bisa disewa untuk mengantar WNA ke Australia namun belum berhasil.
Keesokan harinya, 4 Agustus 2023, satu tersangka lainnya Mohammad Firmansyah tiba di Kupang dijemput Emanuel. Dengan mobil, keduanya kelima WNW di Hotel Pantaoli Timor berkeliling Kota Kupang sambil menunggu informasi dari Imam Mustofa yang mencari kapal sewaan membawa lima WNA ini ke Australia.
Di hari yang sama sekitar pukul 18.00 wita, anggota unit TPPO mengamankan lima WNA di SPBU kelurahan Pasir Panjang, Kota Kupang. Dalam penanganan kasus ini terungkap kalau para WNA mendapatkan informasi mengenai informasi kerja di Australia melalui akun tiktok melalui agen Akash yang ada di Malaysia.
Para WNA menghubungi agen Akash dan agen Akash memberikan nomor telepon Vica dan WNA menghubungi Vica. Vica meminta bayaran 30.000 Ringgit Malaysia jika para WNA hendak ke Australia. Ia meminta para WNA mengirim uang ke rekening bank BCA 3890559467 atas nama Vica Dilfa Vianica dengan jumlah berbeda.
Vica mengarahkan para WNA datang ke Indonesia melalui Medan. Bulan Juli 2023, empat WNA masing-masing 3 WNA asal Bangladesh dan 1 WNA asal Myanmar berangkat dari Malaysia ke Medan. Sebelumnya di Malaysia mereka bekerja sebagai buruh.
Di Medan, para WNA dijemput oleh utusan agen Akash dan langsung dihubungi oleh Vica yang berada di Surabaya. Vica mengarahkan WNA menumpang bus dan diberangkatkan ke Jakarta kemudian ke Surabaya dengan bus.
Di Surabaya, para WNA bertemu Vica dan WNA diinapkan di My Studio Hotel Surabaya selama 9 hari. Saat berada di hotel, 4 WNA ini bertemu dengan Pankaj Kumar (WNA asal India) yang terlebih dahulu direkrut oleh Shajib dan Habiburrahman. Habiburrahman dan Vica bekerja dalam satu agen yang sama yakni agen Vica.
Hingga saat ini Shajib dan Vica masih DPO kasus TPPO yang ditangani unit TPPO Subdit IV Dit Reskrimum Polda NTT. Kaitan dengan kasus ini, polisi mengamankan uang tunai Rp 76.100.000 yang disiapkan untuk membeli kapal.
Diamankan pula satu buah ATM BCA milik Imam Mustofa, satu buah handphone samsung, satu buah handphone Xiomi, satu buah handphone Samsung note 9 dan satu buah handphone merk Oppo Reno 6.
Habiburrahman pun dijerat dengan pasal 120 ayat (1) dan (2) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, UU 06/2011 tentang Keimigrasian. Mereka terancam hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara dan pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 1,5 miliar.
Pasca menerima pelimpahan Habiburrahman dari pihak Imigrasi maka Polda NTT segera memeriksa sebagai tersangka dan menahan hingga 20 hari ke depan sambil menunggu proses hukum lebih lanjut.