• Nusa Tenggara Timur

Kisah Polisi di Pedalaman Sumba Barat yang Berdayakan Masyarakat Kelola Lahan Pertanian

Imanuel Lodja | Senin, 15/08/2022 10:11 WIB
Kisah Polisi di Pedalaman Sumba Barat yang Berdayakan Masyarakat Kelola Lahan Pertanian Bhabinkamtibmas Bripka Antonius Albino bersama masyarakat sekitar bercocok tanam mengolah lahan tidur dengan menanam aneka sayuran dan tanaman produktif lainnya.

KATANTT.COM--Begitu tamat dari pendidikan bintara Polri tahun 2003 lalu, Antonius Albino langsung ditempatkan bertugas di wilayah Polres Sumba Barat.

Pria asal Kabupaten Ngada ini sendiri harus menjalani tugas menjadi bhayangkara negara jauh dari daerah asalnya karena terpisah pulau.

Ia pun menjalani pekerjaannya. Ia beberapa kali ditempatkan di beberapa Polsek dan fungsi kepolisian. Hingga saat ini, Antonius Albino berpangkat Bripka, menjadi anggota Polres Sumba Barat yang ditugaskan menjadi Bhabinkamtibmas Kelurahan Padaeweta, Kabupaten Sumba Barat.

Di setiap wilayah tugas, ia pun tidak tinggal diam dalam mencukupi kebutuhan keluarga dan memberdayakan masyarakat.

Saat bertugas di wilayah Polsek Wanokaka, Polres Sumba Barat, Antonius Albino mengajak warga disekitarnya bercocok tanam mengolah lahan tidur dengan menanam aneka sayuran dan tanaman produktif lainnya.

Ia mengajak warga memberdayakan lahan yang ada. Lahan nganggur kemudian disulap menjadi lahan produktif.

Saat ditempatkan menjadi Bhabinkamtibmas di Kelurahan Padaeweta, Kabupaten Sumba Barat, ia kembali memberdayakan warga setempat mengolah lahan hampir 1 hektare.

Satu lahan untuk tanaman tomat dan bawang yakni di lahan sawah tadah hujan. Untuk tanaman tomat jenis gustavi F1 ada 32 bedeng dan bawang merah jenis Lokonanta 22 bedeng.

Lahan lain yakni lahan kering untuk tanaman sayur dan lombok. Ada 1.500 pohon lombok yang saat ini dirawat intensif yang ditanam pada puluhan bedeng. Aneka sayuran pun ditanam yakni sawi putih, terong ungu dan kacang.
Aneka sayuran ini ditanam pada belasan bedeng.

Dalam mengelola lahan kering dan sawah tadah hujan milik warga, ia menerapkan sistem kerjasama.

Saat musim hujan pemilik sawah menanam padi dan saat musim kemarau giliran Antonius yang mengelola lahan tersebut dengan menanam tomat dan bawang. Guna membantu warga sekitarnya, Antonius mengajak sejumlah anak usia sekolah.

Ia memberdayakan 2 orang siswa kelas V dan VI sekolah dasar, 1 orang siswa SMP, 3 orang siswa SMA dan 2 orang mahasiswa serta beberapa warga dewasa. Kepada mereka yang membantu nya, Antonius juga menghargai jerih lelah mereka.

Sayuran yang dipanen selain dikonsumsi, juga dijual. Keuntungan diberikan kepada anak sekolah yang membantu untuk membeli perlengkapan sekolah karena mereka rata-rata berasal dari keluarga kurang mampu.

Sementara tenaga luar yakni orang dewasa digaji dengan sistem gaji harian namun sambil diajari cara bercocok tanam serta edukasi pertanian dan masalah Kamtibmas.

Antonius mengakui kalau keuntungan dari menjual sayur antara Rp 6-7 juta per bulan diluar yang dikonsumsi dan dibagikan kepada tetangga.

Saat inu tomat untuk harga lokal Rp 25 ribu per kilo dan bawang Rp 35.000 hingga Rp 40.000 per kilogram.
Sekali panen, ia bisa menghasilkan ratusan kilogram tanaman.

Untuk bibit dan pupuk, Antonius membeli sendiri dari uang gaji. Sejumlah tawaran dari koperasi pun tidak diabaikan karena luasnya lahan yang dikelola.

Antonius pun coba-coba meminjam modal dari koperasi. Namun koperasi memberikan pinjaman bukan berupa uang tetapi berupa kebutuhan yang dibutuhkan.

"Koperasi beri pinjaman namun sesuai kebutuhan. Jika butuh bibit dan pupuk maka koperasi beri bantuan bibit dan pupuk," ujarnya.

Ia kemudian mengajukan pinjaman Rp 15 juta untuk perluasan lahan, membeli pupuk, benih tambahan dan pengadaan mesin pompa penyedot air. Selain itu, disediakan gaji bagi tenaga harian karena perawatan tomat harus lebih intens.

Sebelumnya ia juga mengelola lahan di Kecamatan Wanokaka untuk tomat dan bawang. namun karena masalah waktu dan jarak maka lahan tersebut dikelola lanjut oleh pemilik lahan. Semua lahan yang dikelola adalah lahan nganggur karena merupakan sawah tadah hujan.

Diakuinya kalau pada musim kemarau, butuh banyak biaya untuk sedot air sehingga ia juga menyiapkan mesin penyedot air agar memudahkan proses penyiraman tanaman.

Istrinta Teresa Benedikta Done Dose dan 4 anak juga sangat mendukung dan membantu dalam pengolahan lahan dan perawatan tanaman.

Diakuinya kalau awalnya istrinya berat mengelola lahan namun sekarang mulai menikmati bahkan lebih banyak beraktivitas di kebun.

Antonius pun menguburkan impiannya untuk pulang ke kampung halamannya di Bajawa Kabupaten Ngada.

"Saya menikmati tugas disini sejak tahun 2003 seperti di kampung saya sendiri. Sayang (usaha dan lahan pertanian) untuk ditinggalkan karena orientasi saya bukan semata untuk keuntungan namun untuk pemberdayaan masyarakat," kata Antonius.

Disela-sela tugas pokoknya sebagai seorang anggota Polri, Antonius dan keluarga lebih banyak menghabiskan waktu di lahan pertanian berbaur bersama warga dan anak binaan guna memberdayakan lahan yang ada.

FOLLOW US