• Nusa Tenggara Timur

Akhir Sengketa Lahan Polair Dimenangkan Polda NTT Lewat PK II, Padahal Nyaris Dieksekusi 2013

Imanuel Lodja | Senin, 28/03/2022 15:50 WIB
Akhir Sengketa Lahan Polair Dimenangkan Polda NTT Lewat PK II, Padahal Nyaris Dieksekusi 2013 Irjen Pol Lotharia Latif

KATANTT.COM--Proses panjang mengambil alih kembali aset Polri di Polda NTT butuh perjuangan dan keberanian. Delapan tahun lalu, tanah dan asrama Polair Polda NTT nyaris rata dengan tanah karena hendak dieksekusi.

Namun kini, aset tersebut sah menjadi aset Polda NTT setelah adanya putusan Peninjauan Kembali yang terbit pada akhir Desember 2021 lalu.

Aset ini dimenangkan Polda NTT setelah Irjen Pol Drs Lotharia Latif, SH,MHum,yang saat itu menjadi Kapolda NTT memperjuangkan agar aset tersebut diperjuangkan melalui jalur hukum.

Irjen Lotharia Latif saat itu menugaskan Kabid Hukum Polda NTT Kombes Pol H.R. Situmeang untuk melakukan proses hukum.

Perkara aset pun didaftarkan dengan registrasi nomor 868 PK/PDT/2021 diajukan dari Pengadilan Negeri Kupang dengan nomor perkara pengadilan Tk.I 86/PDT/G/2008/PN.KPG melalui surat pengantar nomor W26.U1/1860/HT.04.10/VI/ 2021 dengan jenis permohonan PK atas perkara perdata tanah.

Saat itu pemohon adalah 1. Pemerintah RI Cq Kapolri Cq Kapolda NTT sebagai pemohon peninjauan kembali I, 2. Pemerintah RI Cq Badan Pertanahan Nasional Indonesia Cq Badan Pertanahan Nasional Wilayah NTT Cq Badan Pertanahan Kota Kupang sebagai pemohon Peninjauan Kembali II.

Adapun termohon/terdakwa sebagai lawan pemohon PK I yakni Yesaya Fanda, SE dkk sebagai para termohon peninjauan kembali, 2. Pemerintah RI Cq Departemen Dalam Negeri RI Cq Pemerintah Daerah Provinsi NTT Cq Pemerintah Daerah Kota Kupang sebagai turut termohon PK.

Selanjutnya pihak ketiga yakni Pemerintah RI Cq Badan Pertanahan Nasional Indonesia Cq Badan Pertanahan Nasional Wilayah Provinsi NTT Cq Badan Pertanahan Kota Kupang sebagai turut termohon PK.

Lawan pemohon PK II yakni 1. Yesaya Fanda, SE dkk sebagai para termohon PK, 2. Pemerintah RI Cq Departemen Dalam Negeri RI Cq Pemerintah Daerah Provinsi NTT Cq Pemerintah Daerah Kota Kupang sebagai turut termohon PK dan ketiga Pemerintah RI Cq Kapolri Cq Kapolda NTT sebagai turut termohon PK.

Perkara ini disidangkan oleh hakim MA yakni Dr Yakup Ginting, SH CN MKn, hakim P2 Sudrajat Dimyati, SH MH dan hakim P3 Dr H. Andi Samsan Nganro, SH MH dan panitera pengganti Elly Tri Pangestuti, SH,MH.

Perkara ini diputuskan pada tanggal 23 Desember 2021 dengan amar putusan dikabulkan. Dengan demikian lahan berikut bangunan rumah yang ditempati para perwira Ditpolair Polda NTT di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Alak, Kota Kupang sah menjadi milik Polri/Polda NTT.

Pada 3 Mei 2013 lalu, nyaris terjadi eksekusi terhadap lahan berikut bangunan rumah yang ditempati para perwira DitPolair Polda NTT di Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Alak, Kota Kupang namun batal dilaksanakan.

Hal itu karena petugas dari Pengadilan Negeri (PN) Kupang tidak bisa masuk ke kawasan perumahan karena dihadang anggota kepolisian bersenjata lengkap.

Jika saat itu eksekusi dipaksakan maka hak negara atas tanah tersebut hilang, asrama digusur dan anggota harus keluar dari asrama dan negara hilang asetnya.

Saat itu sudah disiapkan satu unit eksavator oleh pihak PN Kupang untuk melakukan penggusuran terhadap bangunan di lokasi yang akan dilakukan eksekusi tersebut.

Petugas dari PN Kupang saat itu dipimpin Ketua Panitera, Keraf Palembang, S.H, sudah berada di lokasi itu, sejak pukul 09.00 wita.

Proses eksekusi tidak dilaksanakan karena petugas PN Kupang, kesulitan masuk ke dalam kawasan perumahan itu karena telah diblokade oleh puluhan anggota kepolisian dari Dit Polair Polda NTT yang bersenjata lengkap.

Sementara puluhan orang ibu-ibu dan anak-anak yang mengklaim diri sebagai ahli waris sah atas lahan itu menolak langkah PN Kupang, untuk melaksanakan eksekusi terhadap lahan seluas 3 hektar itu.

Para ibu-ibu dan anak-anak itu berbaris di depan pintu masuk perumahan dengan membentangkan spanduk menolak dilakukan eksekusi.

Eksekusi saat itu dilakukan berdasarkan keputusan nomor 86/PN/PDT/J/X/2008 Pengadilan Negeri Kupang tanggal 24 Juni 2009 dan Junto putusan Pengadilan Tinggi Kupang nomor 40/PDT/2010/PTK tanggal 29 September 2010 dan jo Keputusan MA nomor 25 K/PDT/2011 tanggal 14 Juni 2011.

Putusan itu dalam perkara antara Markus Fanda cs sebagai penggugat melawan Kapolda NTT sebagai tergugat.

Sesuai putusan saat itu, lahan seluas 3 hektar sah milik Markus Ndun Enda Fanda yang diwariskan kepada Markus Fanda sebagai ahli waris yang juga sebagai penggugat.

Berdasarkan permohonan penggugat agar dilakukan eksekusi terhadap lahan yang telah dikuasai Polda NTT itu.

Proses eksekusi berjalan alot. Pihak PN Kupang sebagai eksekutor tidak berani masuk ke dalam kawasan itu karena pertimbangan faktor keamanan. Abraham Koten, salah seorang ahli waris yang ditemui wartawan di lokasi eksekusi saat itu mengaku menolak upaya PN Kupang untuk melakukan eksekusi terhadap bangunan Polda NTT.

"Memang kami menyerahkan proses gugatan kepada Markus Fanda untuk menggugat kapolda NTT. Namun setelah putusan dari MA turun, Markus Fanda memilih jalan sendiri. Kami inginkan agar kami sebagai keluarga Fanda yang menggugat untuk rembuk dulu dan tidak perlu dilakukan eksekusi. Kita tidak menghendaki bangunan ini digusur karena milik negara juga," ujar Abraham Koten saat itu.

Ketua Panitera PN Kupang, Frans Palembang, SH, yang merasa tidak nyaman akhirnya mengumumkan pembatalan proses eksekusi disambut gembira puluhan orang dari pintu masuk perumahan Dit Polair Polda NTT.

Perjuangan Tidak Mudah

Sengketa lahan antara keluarga Fanda dengan Polri terjadi pada tahun 2013 pada masa Kapolda NTT dijabat Brigjen Pol Drs I Ketut Untung Yoga Anna. Dalam setiap proses hukum, Polri/Polda NTT kalah dan selalu dimenangkan keluarga Fanda.

Proses lebih lanjut tidak lagi dilakukan pada masa Kapolda NTT dijabat Brigjen Pol Endang Sunjaya, Brigjen Pol Drs E Widyo Sunaryo, Irjen Pol Drs Agung Sabar Santoso, SH MH, Irjen Pol Drs Raja Erizman hingga Irjen Pol Drs H Hamidin.

Pada tahun 2020, saat menjabat Kapolda NTT, Irjen Pol Lotharia Latif pun melakukan upaya hukum dan didaftarkan pada tahun 2021.

Perjuangan PK ini pun berhasil hingga keluarnya keputusan PK di penghujung tahun 2021 yang menyatakan kalau permohonan diterima dan aset tersebut kembali menjadi milik negara yang dikelola Polri/Polda NTT sehingga asrama Polair Polda NTT pun tidak dieksekusi dan lahan tidak lagi dipersoalkan.

"Semuanya ikhlas tanpa pamrih untuk kesejahteraan anggota dan peningkatan pelayanan masyarakat," ujar Lotharia Latif saat dikonfirmasi wartawan terkait adanya putusan ini.

Irjen Lotharia Latif yang saat ini sudah menjadi Kapolda Maluku memang gigih memperjuangkan aset tersebut sehingga setelah terkatung-katung selama 8 tahun, status tanah seluas tiga hektar yang sudah menjadi asrama perwira Polair Polda NTT sudah jelas dan sah.

Diakuinya kalau dalam tahapan proses hukum hingga tingkat Kasasi, Polda NTT kalah.

Untuk itu dilakukan upaya peninjauan kembali dan ternyata berhasil. "Saya tidak mau menyerah kalau itu menyangkut hak negara dan nasib anggota Polri di NTT," tandas Lotharia Latif.

Untuk itu, pihaknya saat itu memperjuangkan kembali melalui upaya hukum PK dan kebenaran akhirnya terjawab.
"Aset tersebut tetap menjadi milik negara yang digunakan untuk asrama anggota Polair," ujarnya.

Selama menjabat Kapolda di NTT, Irjen Lotharia Latif juga melakukan sejumlah gebrakan dan kerja nyata melalui pembangunan Taman Bhayangkara Polda, Taman Satwa De Ranch 88 presisi, pembangunan rumah anggota Brimob Labuan Bajo dan berbagai terobosan lainnya.

Belum lama ini, Polda NTT juga memberikan penghargaan kepada Bildad T, SH selaku penasehat hukum yang ditunjuk Polda NTT menangani perkara ini di tingkat PK.

FOLLOW US