• Nusa Tenggara Timur

KPK-KPP Pratama Waingapu Koordinasi Dorong Peningkatan Pajak Daerah dan Pusat

Imanuel Lodja | Rabu, 30/06/2021 10:27 WIB
KPK-KPP Pratama Waingapu Koordinasi Dorong Peningkatan Pajak Daerah dan Pusat KPK saat rapat koordinasi dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Waingapu, Sumba Timur dalam mendorong peningkatan penerimaan pajak daerah dan pusat Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).

katantt.com--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong peningkatan penerimaan pajak daerah dan pusat Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hal ini disampaikan pada saat rapat koordinasi dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Waingapu, Sumba Timur pada Selasa, 29 Juni 2021 di Kantor KPP Pratama Waingapu.

“Kami mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk dapat mengoptimalkan penerimaan daerah. Kalau untuk pajak pusat penting untuk pemda berkoordinasi dengan KPP. Karena ada kontribusi DBH dan TKDD untuk Pemda di sana,” ujar Ketua Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah KPK Dian Patria.

Kepala KPP Pratama Waingapu Frans Hutagaol menjelaskan bahwa KPP Pratama Waingapu membawahi 4 kabupaten yaitu Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.

Paling besar, katanya, angka penerimaan pajak dari Kabupaten Sumba Timur.

“Penerimaan pajak tahun 2021 per tanggal 27 Juni sebesar 31,25 persen atau Rp 90 miliar dengan target setahun Rp 288 miliar. Selama 3 tahun secara berturut-turut tahun 2018 senilai 95,27 persen, tahun 2019 senilai 93,36 persen, dan tahun 2020 sebesar 83,65 persen,” jelas Frans.

Penerimaan per sektor 2020, tambahnya, paling banyak dari konstruksi proyek pemerintah yaitu 28,51 persen.

Di urutan kedua, sambung Frans, dari administrasi pemerintah dan Jamsostek termasuk dana desa yaitu sebesar 18,89 persen.

Lebih lanjut Frans menjelaskan hasil evaluasi sinergi dengan pemda sebagaimana yang dipaparkan saat pertemuan, banyak bendahara desa belum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak dengan benar.

Hal ini, menurutnya, disebabkan minimnya pengetahuan perangkat desa. Dan untuk itu, sambungnya, KPP Pratama sudah membuka akses konsultasi untuk itu.

Kedua, terbatasnya Zona Nilai Tanah (ZNT) untuk seluruh wilayah Pulau Sumba.

NJOP PBB tidak mengalami kenaikan sejak alih PBB dari KPP ke pemda sehingga pihak terkait sulit menilai kewajaran nilai.

“Ketiga, sinergi pertukaran data belum berjalan maksimal. Misalnya untuk data IMB, data perizinan, data pembayaran PB1 dan lain-lain,” urai Frans.

Turut hadir Kepala Bapenda Pemerintah Kabupaten Oria A. Raramata menyampaikan bahwa perubahan nilai NJOP ditargetkan akhir bulan Juni 2021 selesai dibuat dan berjanji akan meneruskan informasi tersebut ke KPP Pratama Waingapu.

“Prioritas untuk 5 kecamatan dulu. Khusus dengan KPP sudah buat MoU. Tindak lanjut dari MoU, pemda akan mengirim SDM ke KPP untuk meningkatkan kompetensi,” ujar Oria.

Oria menjelaskan beberapa kendala misalnya di setiap obyek pajak yang dilimpahkan dari KPP Pratama sejak tahun 2013 ada nama orangnya namun lahannya tidak ditemukan.

Karena itu, katanya, pemda memerlukan waktu untuk melakukan pemutakhiran data terlebih dahulu.

“Ada juga subyek yang tidak dikenal. Ada nama tapi tidak dikenal. Dari 101 ribu data di KPP hanya 86 ribu data objek pajak yang ditemukan di pemda," katanya.

Dari jumlah objek pajak yang ditemukan, terhitung piutang pajak senilai Rp 16,9 miliar.

"Kami berharap pada proses pencairan dana desa ada proses pemberian rekomendasi dari kami, hal ini untuk mengunci agar dibayarkan dulu pajaknya sebelum pencairan,” pinta Oria.

Menanggapi penjelasan pemda dan KPP Pratama Waingapu, KPK menjelaskan bahwa dari diskusi sebelumnya dengan beberapa Kepala KPP di wilayah Timur, dana desa berkontribusi menyumbang pajak baru sebesar 0,3 persen padahal potensi tax ratio rate-nya bisa sampai 5 persen.

“Contohnya di Manggarai Barat, dibuat tim OPD yang ketuanya Kepala KPP. Kita dorong juga pelaku usaha Timur untuk memiliki NPWP cabang karena ada banyak pelaku usaha yang alamatnya di Jakarta dan bayar pajaknya ke Jakarta,” jelas Dian.

Di Maluku, tambah Dian, kontribusi sektor pajaknya sedikit sekali yaitu hanya 2,2 persen atau hanya Rp 10 miliar.
Padahal, sebut Dian, ada 1.604 kapal ikan di atas 30 gross ton (gt) disana, tapi hanya 4 yang membayar pajak ke daerah dan yang lain dibayarkan ke Jakarta.

Menutup pertemuan, KPK menekankan pentingnya integrasi dan interkoneksi data langsung antara Bapenda, KPP dan BPN agar sinkron.

“Data detail yang utama. Tadi yang besar kan sektor konstruksi. Nah, ini kita suka luput pajak galian C atau pajak mineral bukan logam. Menurut orang Balai Kemen PU, yang paling besar bendungan. Perlu perhatian di sana. Kita tutup semua celah potensi pelanggaran atau penyimpangan,” tegas Dian.

 

 

FOLLOW US