KATANTT.COM--Dalam konprensi pers Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi Terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan (SAKSIMINOR) Kamis, 20 Maret 2025, di aula Kantor Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) NTT, anngota SAKSIMONOR, Direktur Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR) NTT, Ir.Sarah Lery Mboeik menegaskan dalam relasi kuasa antara Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar WL dalam kasus kekerasan seksual kepada tiga orang anak, F adalah korban.
Penegasan itu mengemuka menjawab wartawan pada sesi tanya jawab Konprensi Pers yang dipandu aktivis perempuan Anna Djukana. Wartawan TV One, menyampaikan pertanyaan mengapa F yang mestinya jadi pelaku karena terindikasi “menjual” anak-anak tersebut justru dikatakan sebagai korban? Sarah Lery meminta wartawan tidak menggiring opini agar F menjadi pelaku. Wartawan harus melihat F sebagai korban dalam analisis relasi gender yang timpang. Dalam relasi kuasa antara polisi yang punya jabatan dengan rakyat biasa apalagi dia perempuan. Tentu dalam relasi kuasa tersebut F tidak berdaya sehingga F harus dilihat sebagai korban. Wartawan dalam menulis hendaknya menggunakan perspektif korban, sehingga menghargai hak-hak korban.
Sementara Dr. Simplexius Asa, SH, MH, Wakil Ketua PKBI NTT mengemukakan F sebagai korban harus dilindungi itu adalah standing point yang clear. F tidak berdaya menolak bahkan terbuai karena dijanjanjikan sesuatu.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana ini menegaskan poin penting dalam pernyataan sikap ini agar F memberikan keterangan yang bebas demi peradilan yang fair. Tentu F saat ini dalam keadaan tekanan yang besar. Untuk berbicara objektif saja dia tidak mampu. Advokasi yang dilakukan SAKSIMINOR semata-mata agar F berbicara secara objektif.
“Soal kadar kesalahan mari kita lihat teori. Ada teori yang dikemukakan kriminolog, ada orang yang disebut innocent victim adalah korban yang tidak bersalah sama sekali. Ada korban yang berkemungkinan ikut bersalah. Tetapi apakah innocent atau voulentary victim ia tetap harus diberi perlindungan yang kuat agar dia pada posisi sebagai korban memiliki kekuatan yang cukup untuk mengungkap apa yang dialaminya. Kita semua bisa melihat, bisa mendengar, kekurangan kita tidak mengalami hanya F yang mengalaminya. Karena itu, kita harus menjaganya sehingga F dapat menceritakan pengalamannya secara utuh tanpa intimidasi,” tegasnya.
Dalam konprensi pers tersebut ada juga wartawan yang bertanya mengapa ada poin meminta Kapolri menolak banding pelaku, padahal permohonan banding adalah hak pelaku, Dr. Simplexius Asa, SH, MH mengemukakan yang dihadapi saat ini adalah orang-orang dengan kekuatan yang besar, dilatih dan dilengkapi senapan mencoba mengesploitasi anak. Ini adalah soal serius dan jika tidak direspon secara memadai akan berangkat menjadi kekerasan yang bersifat struktural.
Ia sepakat dengan tuntutan SAKSIMINOR meminta Kapolri menolak banding. Tentu orang yang mau banding punya alasan tersendiri. Tetapi bagi SAKSIMINOR melakukan ini untuk meminta komitmen Kapolri menolak banding itu, dan jika Kapolri mengabulkannya itu menunjukkan bukti komitmen Kapolri terhadap perilaku buruk yang masih banyak dilakukan anggota dari isntitusinyua.. Ini standing point yang penting untuk memberikan efek jera yang lebih besar.
Sementara itu, Anggota SAKSIMINOR Direktur LBH APIK NTT Ansy Damaris Rihi Dara, SH dan Direktur Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaeloe, SPt senada menyampaikan tidak semua kerja-kerja pendampingan korban kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak harus dipublis. Karena dalam bekerja pendampingan baik litigasi maupun non litigasi ada kode etik pendampingan yang harus dihormati. Itu sama juga dengan kerja kerja jurnalis yang harus taat kepada kode etik jurnalistik maupun Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang dikeluarkan Dewan Pers saat meliput dan menulis berita kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. “Jadi kami bukan diam, kami bekerja dan tidak semua hal harus kami publis karena tunduk pada kode etik dan menghormati hak hak korban,” tegas Ansy.
Ansy dan Libby merespon pertanyaan wartawan mengapa sudah hampir tiga minggu kasus ini viral di publik baru aktivis perempuan dan anak bergerak.
Anggota SAKSIMINOR lainnya dari Rumah Harapan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Dr. Juliana Ndolu, SH. Mhum merespon wartawan bentuk koordinasi SAKSIMINOR dengan DP3A Kota Kupang seperti apa?, ia mengatakan SAKSIMINOR dalam bekerja untuk memastikan hak-hak korban ditegakkan berkoordinasi dengan berbagai pihak baik di tataran nasional seperti Komas HAM, Komnas Perempuan, LPSK dan juga di Kupang dengan DP3A dan Unit Pelaksana Teknis UPTD dalam mengawal kasus ini.
Koordinasi tersebut lanjut dosen Fakultas Hukum Undana ini untuk memastikan korban mendapat layanan baik layanan psikologi, layanan Kesehatan dan layanan hukum serta restitusi.
Pertanyaan-pertanyaan wartawan lainnya dalam konprensi pers tersebut dijawab juga oleh Direktur LBH APIK NTT, Ansy Damaris Rihi Dara, Ketua LPA NTT, Veronika, Ata, SH, M.Hum, Pengurus Rumah Harapan GMIT, Dr. Juliana Ndolu, SH, M. Hum, Direktur Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaeloe, SPt dan Direktur PIAR NTT, Ir. Sarah Lery Mboeik.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Ketua Lembaga Perlindungan Anak NTT, Veronika Ata, SH,M.Hum yang dipandu Anna Djukana, disebutkan Kepolisian Republik Indonesia seharusnya menjadi garda terdepan untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, bukan sebaliknya anggota bahkan seorang pimpinan Aparat Kepolisian menjadi pelaku kejahatan seksual. Tindakan keji ini merupakan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan prinsip perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. Kejahatan seksual ini merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), yang harus ditangani secara extraordinary.
SAKSIMINOR) mengutuk keras kasus ini dan menyatakan sikap pertama memberikan perlindungan penuh kepada korban dan keluarga selama proses hukum dan proses pemulihan berlangsung, termasuk perlindungan dari intimidasi, ancaman, atau dampak psikososial lebih lanjut akibat kasus ini. Kedua, pemenuhan hak- hak korban dan keluarga atas pemulihan psikologi, sosial, kesehatan dan hak atas restitusi sebagaimana amanat Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ketiga, Negara segera membuka saluran pengaduan aman yang melibatkan Komnas Perempuan, Komnas HAM, Komnas Perlinduangan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi Korban, Lembaga Layanan Perempuan dan anak di NTT, Lembaga Agama, mengingat trend kasus kejahatan seksual memungkinkan adanya korban lain yang belum berani bersuara, keempat menuntut agar saksi/ korban “F” mendapatkan pendampingan dari Lembaga Pendamping korban dan/ atau LBH selama proses hukum berlangsung guna memastikan hak-haknya terpenuhi. Selain itu kami menekankan bahwa dalam proses hukum pada kasus ini Saksi/ Korban “F” harus memberikan kesaksian tanpa intimidasi, sesuai amanat Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang akses keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penanganan Perempuan Berhadapan Dengan Hukum.
Kelima, mendukung Keputusan Sidang Komisi Kode Etik Polri yang menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widya Dharma Lukman Sumaatmaja. Berdasarkan keputusan tersebut, Kapolri wajib menolak upaya banding yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Institusi Polri dan penghormatan terhadap rasa keadilan korban, keenam Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan wajib menerapkan Pasal berlapis, menjatuhkan hukuman maksimal dengan pemberatan, menggunakan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diperbaharui dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak; Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual; Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana dirubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan Perubahan Kedua Pada Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
Selanjutnya ketujuh, Kepolisian harus transparan dalam proses penyidikan kasus ini dan menyampaikan ke publik dengan mengedepankan prinsip-prinsip penghargaan dan perlinduangan korban, kedelapan Kepolisian tidak mengeluarkan pernyataan yang menggiring opini publik untuk membangun alasan pemaaf bagi pelaku. Setiap pernyataan yang menguntungkan pelaku adalah bentuk pengkhianatan terhadap keadilan bagi korban.
Kesembilan, Kepolisian mengusut tuntas keterlibatan pelaku lain, jaringan pornografi, Perdagangan Orang dan melakukan patroli cyber secara intens, menghapus jejak digital untuk perlindungan korban demi percepatan pemulihan. Melacak transaksi elektronik pelaku, termasuk aliran dana yang diduga berkaitan dengan kejahatan ini melalui rekening dan perangkat seluler pelaku, sebagaimana diatur dalam UU TPKS.
Kesepuluh,Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Penghapusan Dokumen Elektronik Bermuatan Pornografi Anak, sebagaimana diamanatkan dalam UU TPKS.
Kesebelas mendukung kerja-kerja insan pers mempublikasi kasus ini sebagai bagian dari salah satu fungsi pers melakukan kontrol. Insan pers agar tunduk dan taat pada Peraturan Dewan Pers Nomor 6/PeraturanDP/V/2008 Tentang Kode Etik Jurnalistik , Pasal 5 menyatakan Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Dan Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA), Pasal 19 yang menyatakan identitas anak, anak korban, dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak atau elektronik. Identitas anak meliputi nama, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak Keduabelas masyarakat harus mengawal proses penegakan hukum dan memberikan dukungan kepada korban dan keluarga dalam memperjuangkan keadilan dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Adapun Lembaga-lembaga yang tergabung dalam SAKSIMINOR yakni LBH APIK NTT , YKBH JUSTITIA, LPA NTT, Rumah Perempuan, Rumah Harapan-GMIT, PKBI NTT, IMoF NTT, AJI Kota Kupang, KOMPAK, JIP, IPPI, KPAP NTT, GARAMIN, LOWEWINI, HWDI, YAYASAN CITA MASYARAKAT MADANI, HANAF, YTB, SABANA Sumba, LBH SURYA NTT, Solidaritas Perempuan Flobamoratas, PWI NTT, PIAR NTT, UDN, GMKI Cabang Kupang, GMNI Cabang Kupang, HMI Cabang Kupang, PMKRI Cabang Kupang, JPIT, Jemaah Ahmadiyah Cabang NTT.(*)
Caption foto
KONPRENSI PERS SAKSIMINOR sementara melakukan Konprensi Pers yang dihadiri 20 wartawan dari berbagai platform media cetak, elektronika dan on line di aula Kantor PKBI NTT, Kamis (20/3) 2025.