KATANTT.COM--KOTA Kupang sejak tahun 1970-an sampai saat ini terkenal dengan transportasi publik (umum) yang ramai dengan musiknya ibarat diskotik berjalan). Apakah tranportasi publik, angkutan kota (angkota) yang disebut bemo oleh warga Kota Kupang tersebut masih aman atau ramah bagi penumpang khususnya perempuan, anak, lansia dan disabilitas. Anna Djukana, reporter katantt.com meliput dan menulisnya.
Takt ahu asal penyebutan bemo dari mana, tetapi sejak tahun 1970-an orang Kupang sudah menyebutnya bemo hingga saat ini. WIKIPEDIA menyebutkan bemo adalah kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Bemo mulai dipergunakan di Indonesia pada awal tahun 1962 di Jakarta dan menggunakan Daihatsu Midget MP4 sebagai basisnya.
Berbeda dengan di Kupang, bemo kendaraan roda empat. Pengusaha bemo mendandani bemonya dengan berbagai asesoris, audio sound dengan merek terbaik dalam kabin bemo dan diputar sekeras-kerasnya sesuai kemauan pengemudi (sopir) sehingga musik di atas ambang pendengaran karena kabin bemo yang kecil dan terbatas.
Selain itu, bemo dihiasi dengan boneka, stiker, dicat dengan kualitas cat mobil pilihan bersih dan wangi, bangku duduknya juga dibuat rapih, nyaman dan ada pegangan bagi penumpang. Sopirnya dandy dan juga kondeturnya, meski tak berseragam .Itu-lah kondisi bemo tahun 1970-an sampai 2000-an awal di Kota Kupang.
Fisik bemo- pun waktu tahun ahun 1970-an sampai 1985 berbeda dengan saat ini. Kabin penumpang terpisah dengan pengemudi. Pengemudi dan dua penumpang lainnya di depan sedangkan 14 penumpang (mestinya 11 penumpang) lainya dan kondetur duduk di kabin belakang yang terpisah fisiknya depan dan belakang (seperti truk atau pick up).
Sejak 1985, mikrolet masuk Kota Kupang maka bemo yang bentuk fisik seperti itu berkurang dan hilang. Tetapi oleh warga Kota Kupang hingga saat ini masih saja menyebut moda transportasi mokrolet sebagai bemo.
Pengusaha bemo juga mendandani sama seperti bemo sebelumnya. Karena itu, usaha transportasi umum di Kota Kupang membutuhkan biaya besar karena harus mendandani fisik bemo baik luar kabin dan dalam kabin supaya penumpang berminat. Jika tidak dihiasi asesoris, bersih dan ada musiknya, penumpang akan memilih menumpang bemo lainnya.
Bagi orang muda, bemo dengan musik yang keras dan mendebarkan jantung dengan lagu-lagu blues rock, rock dan metal, itulah yang menarik. Penumpang orang dewasa sering mengkomplain para sopir.
Bahkan pemerintah dalam hal ini kerjasama polisi lalu lintas, dinas LLAJ, Dinas Perhubungan tahun 1980-an, 1990-an sampai 2000-an sering melakukan operasi karena bunyi musik sudah melewati batas desibel pendengaran manusia. Tetapi itu sifatnya sementara saja terus kembali lagi.
“Anak muda, anak sekolah suka yang begitu, jadi kita ikut. Kalau tidak bemo kosong,” ungkap seorang sopir lampu dua, Jurusan Kuanino, Oepura suatu saat.
Meski tidak aman dan nyaman tidak ada alternatif transportasi umum lainnya. Baru tahun 1998, muncul ojek tradisional/konvensional. Ojek tradisional ini biasa mangkal di ujung jalan dan menawarkan jasa ojek kepada penumpang dengan berteriak. “Ojek ko mama, bapak dan seterusnya”.
Meski mahal karena pengendaranya sesuka hati menetapkan harga tetapi ada warga yang memilih ke mana-mana terutama yang rumahnya tidak persis di jalan yang dilewati transportasi umum, masuk ke dalam, akan memilih menumpang ojek tradisional.
Dengan kehadiran ojek tradisional, ojek dan taksi online, pada beberapa jalur trayek dalam kelurahan Kota Kupang tutup oleh pemilik bemo/penyedia jasa dan tidak beroperasi lagi. Seperti trayek Terminal Kupang-Perumnas, Terminal OEpura-BTN-Kolhua, Pasar Inpres-Labat, Selam-Mantasi-Manutapen.
Transportasi online di Kota Kupang hadir sejak tahun 2016 lalu. Ojek dan taksi online yang beroperasi menggunakan aplikasi ini lebih murah dari ojek tradisional dan taksi rental yang selama ini beroperasi.
Tahun 1992, salah satu pengusaha Kota Kupang, yang juga penggiat pariwisata Teddy Tanonef mengoperasikan taksi yang dinamakannya Taxi Teddys. Bagi yang akan menggunakan jaza taxi Teddys dapat menelpon dari telepon rumah atau kantor, telepon umum atau warung telepon (wartel) ke call center Taxi Teddys.
Dalam catatan katantt.com panggilan penggunaan taxi Teddys cukup tinggi karena harganya murah dan terjangkau. Warga Kota Kupang menyambut baik kehadiran taxi tersebut saat itu. Tahun 2007 ditutup. Setelah itu, muncul taxi rental yang diupayakan perorangan berbasis panggilan hand phone. Taxi rental ini penggunanya terbatas pada masyarakat ekonomi menengah ke atas karena system pembayarannya di hitung per titik sehingga oleh warga dianggap mahal. Awal 2016 muncul lagi taksi berbasis argo yang namanya Taxi Gogo dan Taxi Timor. Taksi berbasis argo yang menggunakan argometer atau taksimeter untuk menghitung tarif ini banyak peminatnya.
Penumpang, pengguna taksi berbasis argo yang pernah diwawancarai katantt.com mengaku sangat terbantu dengan kehadiran taxi berbasis argo tersebut. “Meski memakai argo lebih murah banyak dari taksi rental selama ini,” ungkap seorang penumpang yang enggan disebut namanya. Hanya saja Januari 2024 Taxi Gogo dinyatakan tidak beroperasi lagi.
Bemo Murah
Beberapa warga Kota Kupang yang dihubungi katantt.com menuturkan mengapa mereka lebih memilih menumpang bemo ketimbang menumpang ojek konvensional, ojek atau taksi online?. Alasan mereka bemo murah, jauh dekat untuk orang dewasa hanya Rp 5000 bisa dijangkau oleh semua kalangan. Meski mereka mengeluhkan terkadang dalam perjalanan diganti sopir tembak, ngebut, membunyikan musik yang keras dan memutar balik bemonya tidak sampai tujuan, sesuai izin trayek.Adriana Lomi (52), warga RT 09, RW 05, Kelurahan Lai-lai Bisi Kopan, Kecamatan Kota Lama, penjual minuman di Terminal Kupang yang dihubungi katantt.com belum lama ini bercerita kalau seluruh aktivitas dalam hidupnya menggunakan bemo. Selain karena bemo harganya murah dan terjangkau, rumahnya berada dekat Terminal Kota Kupang sehingga ia mudah mengakses bemo ke semua trayek.
Ke Pasar Oeba, Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kota Lama berbelanja, Adriana menumpang bemo pulang pergi hanya membayar Rp 10.000,-Sebagai penjual minyak tanah ia rugi mengambil minyak tanah di Oeba, menumpang ojek harus membayar Rp 14.000, pulang-pergi. “Itu terlalu mahal buat kami orang kecil. Jadi naik bemo saja,” ungkapnya.
Begitupun ke gereja Hari Minggu di dekat Pasar Oebobo ia menumpang bemo dua kali yakni dari terminal menumpang lampu dua, turun dan melanjutkan dengan bemo lanpu 27 atau lampu tujuh. Itu-pun baginya tetap lebih murah dibanding biaya ojek.
Perempuan usia 50-an tahun ini mengelukan bemo trayek lampu 10 yang tidak pernah sampai ke Terminal Kupang. Padahal jika bemo jalan sesuai trayeknya ia tidak perlu menumpang dua kali bemo. Selain itu, ada sopir tembak di tengah jalan. “Kita tidak tahu, dia sopir betul atau baru belajar tadi malam. Sungguh berbahaya,” katanya.
Hanya saja unkapnya bemo pukul 20.00 Wita sudah tidak beroprasi lagi. Jadi bagi mereka yang ada keperluan malam hari ke tempat lain, rumah sakit atau warga yang pulang kerja malam harus menggunakan jasa ojek, harganya mahal.
Ia berharap pemerintah mengupayakan transportasi umum yang murah, aman dan nyaman bagi penumpang khususnya anak, perempuan lansia. “Kami sudah agak umur begini perlu bemo yang sonde putar musik keras dan tidak ngebut eee,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Marselina Tallo, warga Nabois, Kelurahan Fatufeto, Kecamatan Alak penjual sayur dan bumbu dapur di emperan Terminal Kota Kupang yang dihubungi akhir Januari lalu.
Hingga saat ini tuturnya bepergian untuk berbagai urusan dengan bemo kecuali ke pasar pagi hari karena butuh cepat. Urusan kematian, kumpul keluarga dan acara keluarga lainnya, urus anak sekolah menumpang bemo karena dengan bemo murah untuk jarak jauh dan dekat.
Ke Pasar Oeba pagi hari menumpang ojek karena membutuhkan kecepatan berbelanja kebutuhan untuk jualan.
Kalau menunggu bemo lama, karena bemo yang trayek ke rumahnya dan kelurahan sekitar hanya dua unit. Ke pasar ia harus membyar ojek seharga Rp 25.000 sudah termasuk dari pasar ke tempat jualannya di terminal.
Pasar dan menerima saja semua risiko dari bemo bising dengan suara musik keras, terkadang sopirnya mengebut. Pulang malam dari jualan pukul 20.00 Wita bemo yang trayek ke rumahnya sudah tidak beroperasi lagi jadi ia menumpang ojek seharga Rp 7000.
Ia merinci satu hari saja ia sendiri belum termasuk keluarganya harus mengeluarkan uang Rp 32.000,- “Bagi saya orang kecil 32.000 untuk transportasi sangat mahal. Belum anak-anak, suami dan keperluan lain,” ungkapnya.
Dia berharap Pemerintah Kota Kupang berpikir agar angkutan kota apapun namanya tetap murah, aman, dan biar malam hari-pun beroperasi.
Seragam Sopir
Juliana Ndolu, warga Pasir Pasar Panjang berharap pemerintah membangun indikator transportasi publik yang aman bagi penumpang khususnya perempuan, anak, lansia dan disabilitas. Diupayakan angkutan dalam kota yang murah tetapi orang disabilitas bisa membawa kursi roda, tongkat dan bagi warga yang penglihatannya terbatas juga aman dan nyaman.
Sementara lanjutnya untuk anak-anak ke sekolah, kampus, les, dan berbagai aktivitas, jika transport publiknya aman dan nyaman, murah orang tua tidak kuatir. Tidak semua penumpang tegasnya orang muda yang suka musik keras. Jadi ada baiknya pemerintah dalam hal ini instansi terkait mengupayakan persyaratan izin harus indikator salah satunya soal audio sound dalam kabin.
Sebaiknya juga para sopir memakai seragam untuk mencegah sopir tembak. Sebab sopir tembak ini bisa dalam kondisi mabuk, tidak teruji ketrampilannya, dan banyak macam lainnya yang harus diperhatikan.
“Pernah ada bemo celaka dan dicek ternyata sopir tembak. Dulu, kami masih kecil, remaja bemo di Kota Kupang bersih dan body bemonya dicek terus, banknya, remnya dan seluruh peralatan sehingga tingkat keamanan terjamin. Saat ini sungguh prihatin,” katanya sembari menambahkan karena tidak ada alternatif transportasi public yang ramah maka suka tidak suka bemo-lah pilihan warga ekonomi menengah ke bawa.
Menurutnya, ojek konvensional, ojek dan taksi online itu mahal. Apalagi hidup saat ini semakin susah. Kalau ada angkutan umum yang baik dan laik, orang akan menumpang angkutan umum dan tidak akan membeli kendaraan pribadi karena itu akan membuat macet dan operasionalnya mahal. Selain itu, angkutan umum diharapkan beroperasi hingga malam hari sehingga memudahkan warga yang bekerja, anak-anak yang kuliah atau aktivitas lainnya dan pulang malam hari.
Hana Labinte, juga warga Pasir Panjang menuturkan tetap menggunakan angkutan umum bemo hingga saat ini meski ada angkutan alternatif lainnya. Pagi hari ke Pasar Oeba berjalan kaki dan pulangnya menumpang bemo Rp 5000. Meski bemo kotor, bising tetapi itu angkutan yang murah.
Sama seperti Adriana mengelukan bemo lampu 10 yang trayeknya Walikota-Terminal Kota Kupang tetapi banyak sopir yang justru tidak mengikuti jalur yang sudah ditetapkan sesuai izin trayek. Para sopir memutar kendaraannya di SPBU Pasir Panjang. Sehingga itu menjadi masalah untuk anak-anaknya dan anak-anak sekolah yang lain harus berangkat sekolah pagi dengan bemo atau pulang harus turun di SPBU Pasir Panjang dan jalan kaki cukup jauh.
“Bukan ke pasar saja untuk keperluan keluarga, berbelanja saya menumpang bemo. Rumah saya dekat jalan besar. Sepanjang ada trayek bemo, naik bemo saja,” tuturnya, dan menambahkan tugas negara dalam hal ini pemerintah mengupayakan transport umum yang ramah bagi semua penumpang khususnya perempuan, anak-anak, lansia dan disabilitas.
Natalia, mahasiswa, warga Batukadera, sehari-hari ke kuliah dari rumahnya ia harus menumpang ojek ke terminal karena jaraknya sampai satu kilomter lebih. Harga ojek bervariasi suka-suka tukang ojeknya. Ada Rp 10.000, Rp 7000. Kalau menumpang bemo yang trayek melewati rumahnya kelamaan. Kecuali pulang kuliah. Kalau bemo jauh dekat Rp 4000 ramah bagi kantongnya sebagai mahasiswa, apalagi ia seorang anak yatim piatu.
Ia berharap pemerintah mengupayakan angkutan umum yang baik sehingga dapat beroperasi meski malam hari, hari libur umum. Kalau orang mampu naik angkutan online tidak masalah. “Tetapi yang seperti saya itu sangat berat. Pemerintah coba pikir angkutan yang murah, tetapi nyaman dan aman untuk kami. Itu kan tanggung jawab negara,” tegasnya.
Aprilia Sirlalang, warga Perumahan Lopo Indah Permai, Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa meminta Dinas Perhubungan Kota Kupang membuat trayek bemo untuk anak sekolah yang ada di kompleks-kompleks perumahan karena keluar dari kompleks perumahan ke jalan besar bisa sampai dua atau tiga kilomter. Data katantt.com di Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa ada puluhan kompleks perumahan warga dan itu tidak ada angkutan umum. Warga menumpang ojek tanpa aplikasi, ojek dan taksi online.
Catatan katantt.com di Kota Kupang sekitar tahun 2005-2008 ada pengusaha taksi local berbasis argo meter, Teddy Tanonef mengupayakan moda transportasi umum bus 10 unit beroperasi dalam Kota Kupang sejak pagi sampai malam hari. Sopirnya dan kondektur yang semuanya perempuan berseragam. Animo warga saat itu menggunakan bus cukup tinggi. Mereka sangat senang karena menumpang bus nyaman, musik tidak keras, aman karena tidak ngebut, sopirnya diseleksi. Hanya saja tidak jelas mengapa pengoperasian bus tersebut berhenti.
Tidak Penuhi Standar
Sementara itu saat katantt.com berdiskusi dengan staf di Dinas Perhubungan Kota Kupang, Delmy Kolli, SH tentang kelayakan angkota untuk penumpang ia menyampaikan angkota atau bemo yang ada saat ini kurang atau tidak memenuhi standar keselamatan. Bagi seluruh kategori penumpang, akibat kurang pengawasan terhadap pengusaha angkot sehingga yang terjadi tidak memenuhi standar laik (jarang uji KIR di Pos Pengujian Belo).
Hal ini yang berakakibat kondisi kendaraan, rem, ban, body mobil dan lain-lain tidak jadi perhatian sehingga sehingga rentan terhadap kecelakaan, asesoris yang kadang memenuhi kaca depan driver dan kaca seluruhnya yang mengganggu jarak pandang, soundsisyem melebihi ambang batas pendengaran normal dalam ruang cabin yang sempit, termasuk juga banyak sopir tembak sebagai juru mudi sementara untuk cari tambahan uang tetapi luput dari tanggung jawab terhadap penumpang dan kendaraan.
Sehingga kata dia diharapkan angkutan umum di kemudian hari bisa memenuhi standar angkutan umum sesuai standar minimal yakni pertama ada nomor kendaraan dan nama trayek berupa stiker yang ditempel pada bagian depan dan belakang kendaraan. Tentang solusi ini catatan katantt.com transport publik angkota Kupang tahun 1970-an-1990-an di depannya di atas body mobil ada papan kecil yang tertulis trayek dan lampu sesuai trayek.
Kedua, lampu penerangan harus 100 persen berfungsi dan sesuai dengan standar teknis. Ketiga, pengemudi mengenakan pakaian seragam dan dilengakapi dengan identitas nama pengemudi dan peruasahaan.
Pantauan katantt.com sopir-sopir angkota dalam Kota Kupang dan sekitarnya maupun publik transport kota kabupaten lainnya dan antar kabupaten tidak megenakan seragam. Hal ini yang sering dimanfaatkan sopir tembak. Keempat, lapisan pada kaca kendaraan guna mengurangi cahaya matahari secara langsung. Persentase kegelapan, paling gelap 30 %.
Menyinggung operasi penggunaan asesories dan sound system, ia mengemukakan pernah dilakukan Kerjasama dengan Satlantas Plresta Kupang Kota tetapi pengawasan dan penerapan sanksi tidak maksimal.
Selanjutnya dia mengemukakan pernah ada konsep pengembangan transportasi hijau yang ramah lingkungan dan juga ramah terhadap perempuan, anak, lansia dan disabilitas, semacam shulte.
Menurut dia, di dalam shuttlte (bus, van atau minibis) ada fasilitas semacam kursi roda, pintu naik dan turun penumpang ada yang pakai hidrolik tetapi dengan standar harus ada semacam peron (tempat penumpang naik dan turun dari kereta) persinggahan di beberapa titik di kota minimal per-kecamatan.
Selanjutnya dikemukakan nanti drop point dari angkot-angkot itu dari masing-masing kelurahan yang akan melayani rute-rute di dalam gang dan diteruskan ke terminal persinggahan, demikian sebaliknya.
“Jadi bemo yang ada saat ini sebenarnya suda tidak laik jalan lagi sebahagiannya. Itu hanya diperindah dengan asesoris saja,” ungkapnya.
Warga Kota Kupang kepada katantt.com mengeluhkan curah hujan yang tinggi sejak Januari hingga Februari ini sangat menyulitkan masyarakat kecil, karena hendak keluar rumah bemo jauh dari kediaman mereka sementara mereka tidak mampu membiayai ojek, ojek dan taksi online. *