KATANTT.COM--Buaya muara tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Interaksi antara manusia dengan satwa buaya muara di alam terkadang menimbulkan dampak negatif sehingga perlu dilakukan upaya-upaya penanganan yang komprehensif oleh semua pihak.
Sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian LHK, Balai Besar KSDA NTT melakukan upaya penanganan konflik antara manusia dengan buaya di Provinsi NTT.
Upaya jangka panjang melalui kegiatan penelitian habitat dan populasi, penyadartahuan masyarakat serta upaya tindaklanjut sesuai rekomendasi hasil penelitian. Dalam jangka pendek dilakukan upaya penanganan dengan membentuk Unit Penanganan Satwa, menyiapkan SOP dan sarana prasarana minimal, merespons laporan konflik yang diterima dari masyarakat maupun pihak terkait lainnya, serta melakukan penyelamatan buaya dari area publik.
Salah satu upaya jangka pendek tersebut Balai Besar KSDA NTT melalui Unit Penanganan Satwa BBKSDA NTT telah melakukan upaya penyelamatan (rescue) dan evakuasi individu buaya bermasalah khususnya dari lokasi konflik ke kandang pada Unit Perlindungan Satwa (UPS) BBKSDA NTT di Kupang.
Penanganan atas buaya hasil penyelamatan ini dengan dilepasliarkan kembali ke habitat alam, dipelihara pada lembaga konservasi umum seperti di taman safari/ kebun binatang, taman satwa) sebagai obyek wisata/ pendidikan/ ilmu pengetahuan maupun diserahkan untuk menjadi indukan pada lembaga/ entitas yang memiliki izin penangkaran.
Balai Besar KSDA NTT sendiri telah melakukan beberapa kali pelepasliaran buaya yang ditangkap ke kawasan konservasi yang merupakan habitat buaya.Namun sejak adanya kejadian pelepasliaran buaya di atas 4 meter yang kembali ke tempat ditangkap dan menimbulkan insiden lainnya.
Maka proses pelepasliaran dilakukan dengan lebih selektif yakni hanya buaya berukuran dibawah 2,5 meter yang dilepasliarkan ke kawasan konservasi yang secara historis dan memiliki tipe ekosistem sebagai habitat buaya.
Kepala Balai Besar KSDA NTT, Ir Arief Mahmud, MSi menyebutkan bahwa upaya untuk mendorong terbentuknya lembaga konservasi umum di NTT yang dijalankan oleh swasta dan beroperasi dengan orientasi profit juga belum menampakan hasil.
"Saat ini belum tersedia lembaga konservasi umum yang dapat dijadikan lokasi untuk menampung buaya-buaya konflik tersebut," ujar Arief Mahmud, Senin (15/7/2024).
Padahal dengan terbentuknya LK Umum tersebut, permasalahan buaya dapat diubah menjadi peluang wisata dan pendidikan. Ia merinci buaya muara yang dirawat di fasilitas UPS BBKSDA NTT berjumlah 13 ekor, yang tidak dimungkinkan untuk direlease ke alam. "Jumlah ini sudah melebihi kapasitas kandang," jelasnya.
Konflik buaya dengan manusia khususnya di area publik masih terjadi sehingga upaya penyelamatan dan pengamanan terhadap buaya berkonflik tersebut ke kandang penampungan juga dimungkinkan untuk terus dilakukan.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya over kapasitas yang pada akhirnya akan menimbulkan kondisi yang tidak mendukung bagi kesehatan dan kenyamanan buaya di kandang penampungan pada UPS BBKSDA NTT.
Terkait dengan kondisi tersebut, Balai Besar KSDA NTT melakukan langkah konsultatif ke Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG) Ditjen KSDAE untuk dapat dilakukan pemanfaatan satwa buaya di kandang penampungan pada UPS BBKSDA NTT untuk menjadi indukan di penangkaran atau dilepasliarkan ke habitat buaya di provinsi lain.
Hasil konsultasi maka Balai Besar KSDA NTT berkomunikasi dengan Balai KSDA Sumatera Selatan dan PT Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan yang memiliki izin penangkaran buaya.
"Setelah menempuh prosedur administrasi serta tahapan pemeriksaan kesehatan, Balai Besar KSDA NTT melakukan translokasi delapan individu buaya muara yang terdiri dari 5 jantan dan 3 betina dengan kisaran ukuran 247 centimeter hingga 443 centimeter," tambahnya.
Buaya-buaya tersebut diserahkan/dititipkan ke Fasilitas Penangkaran PT Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan. Pengiriman dimulai pada Senin 15 Juli 2024 menggunakan transportasi darat dan laut.
Proses penanganan dan pengiriman/translokasi satwa tersebut dilaksanakan dengan dukungan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian LHK, Balai KSDA Sumatera Selatan, Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang dan PT Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan.
Buaya Muara (Crocodylus porosus) merupakan salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi.