• Nusa Tenggara Timur

Enam Ekor Komodo Dikembalikan ke Habitat Aslinya ke Cagar Alam Wae Wuul-Manggarai Barat

Imanuel Lodja | Rabu, 16/08/2023 06:58 WIB
Enam Ekor Komodo Dikembalikan ke Habitat Aslinya ke Cagar Alam Wae Wuul-Manggarai Barat Pulau Komodo menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Labuan Bajo. (Foto : Jurnas/FB).

KATANTT.COM--Akhirnya, enam ekor biawak komodo (Varanus komodoensis) dikembalikan ke habitatnya di Cagar Alam (CA) Wae Wuul, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Selasa, (15/8/2023) keenam satwa kebanggaan Indonesia ini diberangkatkan menggunakan penerbangan maskapai Garuda Indonesia Airlines GA 0452.

Pesawat berangkat pukul 11.40 WIB dari Bandara Soekarno Hatta-Jakarta ke Bandara Komodo Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat dan tiba pukul 14.30 wita. Selanjutnya keenam satwa ini akan menjalani proses habituasi selama satu bulan di CA Wae Wuul sebelum dilepasliarkan pada pertengahan September 2023 mendatang.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur, Ir. Arief Mahmud MSi mengatakan 6 individu ini merupakan hasil breeding di Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua Bogor dengan dukungan dari PT. Smelting, peleburan tembaga pertama di Indonesia. "Dikembali ke habitatnya di Cagar Alam (CA) Wae Wuul, Nusa Tenggara Timur," ujarnya, Rabu (16/8/2023).

Enam ekor Komodo ini merupakan keturunan lahir/menetas pada tanggal 27 Februari 2020 dari indukan Komodo jantan yang bernama Rangga dan betina yang bernama Rinca. Kedua indukan tersebut sampai dengan saat ini masih sehat dan produktif di fasilitas Lembaga Konservasi TSI Cisarua.

"Sejak menetas, keenam Komodo ini memang sengaja dipersiapkan secara khusus untuk dilepasliarkan agar tetap memiliki sifat liar dan dapat bertahan serta berkembang biak di habitat alaminya,” ungkap Arief.

Taman Safari adalah sebagai tempat cadangan genetik guna mendukung populasi in-situ, yang di antaranya dapat dimanfaatkan untuk pelepasliaran (restocking) ke habitat alaminya. Pelepasliaran ini merupakan bukti nyata
bahwa konservasi ex-situ dapat mendukung konservasi in-situ, atau dikenal dengan strategi ex-situ linked to in-situ.

Upaya yang telah dilakukan oleh lembaga konservasi TSI ini diharapkan dapat direplikasi keberhasilannya oleh lembaga konservasi lain, dan komodo yang dilepasliarkan dapat hidup serta berkembang biak dengan baik di habitat alaminya.

Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia Cisarua telah melakukan upaya penyiapan enam ekor Komodo yang akan dilepasliarkan ke habitat alaminya sejak lahir, antara lain melalui pembatasan perjumpaan dengan manusia, pemberian makanan yang melatih insting berburu mangsa (hidup), dan menciptakan rona lingkungan seperti adanya pohon untuk memanjat sebagaimana di habitat alaminya.

Penilaian kesiapan 6 ekor Komodo untuk dilepasliarkan juga dilakukan dengan bantuan ahli dari Pusat Penelitian ekologi terapan BRIN, dengan indikator antara lain agresifitas dan keliaran, berburu dan memakan mangsa, memanjat pohon dan adaptasi.

Biawak Komodo merupakan spesies yang dilindungi undang-undang, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018, dan dikategorikan sebagai spesies Endangered dalam daftar merah IUCN.

Populasi Komodo di alam liar, saat ini terbatas penyebaraannya di beberapa pulau seperti Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, Nusa Kode, Pulau Komodo, Pulau Flores, Pulau Ontoloe, dan Pulau Longos.

Pemilihan lokasi pelepasliaran ke habitat alam di Cagar Alam Wae Wuul dilakukan atas dasar hasil kajian pemetaan genetik (haplotype) dan survei lapangan untuk kesesuaian habitatnya.

Kesesuaian secara genetik asal induk Komodo dari CA Wae Wuul dan pemilihan lokasi di CA Wae Wuul didasarkan pada ketersedian pakan, keamanan dari gangguan dan beberapa indikator lainnya, yang penentuannya telah melibatkan ahli dari BRIN.

Kepala Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur mengapresiasi seluruh pihak yang telah mendukung proses pemulangan kembali satwa Komodo ke Cagar Alam Wae Wuul.

Ia juga berharap agar komodo yang dilepasliarkan ini dapat mendukung kelestarian dan peningkatan populasi komodo di habitat aslinya.

Kolaborasi para pihak ini dibawah koordinasi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK cq. Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG), melalui Balai Besar KSDA Jawa Barat (BBKSDA Jabar) dan Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT), Balai Taman Nasional Komodo, BPPHLHK Wil Jabalnusra.

Selain itu pula, didukung pula oleh PT Smelting melalui program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan (PROPER) yang merupakan salah satu upaya KLHK untuk mendorong kepatuhan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dan juga dukungan yang sangat baik dari BRIN dan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat serta Garuda Indonesia.

“Ada kewajiban bagi Lembaga Konservasi untuk mendukung pemulihan populasi satwa liar dilindungi dan hampir punah di habitat alaminya melalui program pelepasliaran," ujarnya.

Pengembalian enam ekor satwa komodo ini merupakan bentuk kepedulian dan upaya konservasi para pihak yang peduli dengan populasi Komodo khususnya yang ada di Flores.

Untuk melindungi keberadaan populasi Biawak Komodo di alam, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kawasan konservasi yang menjadi habitat Komodo, diantaranya Taman Nasional Komodo dan di luar kawasan Taman Nasional Komodo yakni di Cagar Alam (CA) Wae Wuul, CA Wolo Thado, CA Riung dan Taman Wisata Laut 17 Pulau Riung.

Berdasarkan hasil monitoring yang serta analisis data ekspedisi komodo di Flores Tahun 2015-2018, komodo dapat ditemukan pula di luar kawasan hutan konservasi antara lain Pulau Longos, Golo Mori, Mburak, Tanjung Kerita Mese, Nanga Bere/ Nisar, (Kabupaten Manggarai Barat), Pota, Baras, Golo Lijun-Buntal (Kabupaten Manggarai Timur), serta Semenanjung Torong Padang (Kabupaten Ngada).

Untuk itu peranan, masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah pusat dan daerah menjadi penting dan strategis untuk bahu membahu menjaga dan merawat kelestarian satwa langka yang keberadaannya di dunia hanya ada di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Pelepasliaran ini merupakan upaya konservasi satwa liar Komodo di alam (in situ). Keenam individu Biawak Komodo tersebut merupakan hasil pengembangbiakan (captive breeding-Ex-situ) di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor yang telah melalui pengujian genetis dan asal usul dari induk yang berasal dari habitat alamnya di Cagar Alam Wae Wuul.

Kepala Balai Besar KSDA juga mengungkapkan bahwa konservasi satwa liar biawak komodo tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh Balai Besar KSDA NTT. Taman Safari Indonesia (TSI) sebagai Lembaga Konservasi yang memiliki kompetensi di bidang konservasi satwa liar menjadi mitra yang strategis dalam upaya pengembalian satwa liar komodo ke habitatnya.

Disamping itu keterlibatan para pihak yang memiliki kepedulian terhadap konservasi satwa liar biawak komodo sangat membantu dalam upaya konservasi ini. PT. Smelting menjadi salah satu mitra pendukung dalam pelepas liaran biawak komodo di CA Wae Wuul ini.

Arief Mahmud menyampaikan pelepas liaran ini dilaksanakan dengan melalui tahap penyesuaian habitat dan pola makan di kandang (TSI), sosialisasi, peningkatan SDM, persiapan peralatan dan sarana prasarana habituasi di lokasi pelepas liaran, pengiriman satwa biawak komodo, proses habituasi dan pelepas liaran.

"Untuk memberikan semangat akan pentingnya keterlibatan pemerintah pusat dan kabupaten, masyarakat adat, dan tokoh agama di wilayah Manggarai Barat khususnya, kegiatan kami beri tema “Ora Kole Beo”, yang diambil dari bahasa Manggarai/Manggarai Barat dengan arti “Komodo Pulang Kampung," tandasnya.

Pelepasliaran pada bulan Agustus 2023 ini juga menjadi momen yang penting dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) tahun 2023 (Road to HKAN 2023) dan sekaligus hadiah Hari Ulang Tahun ke-78 RI tahun 2023.

FOLLOW US