• Nusa Tenggara Timur

Harga Tomat Anjlok, Dosen dan Mahasiswa Politani Kupang Gelar Pelatihan Membuat Torakur

Imanuel Lodja | Senin, 17/07/2023 18:46 WIB
Harga Tomat Anjlok, Dosen dan Mahasiswa Politani Kupang Gelar Pelatihan Membuat Torakur Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat saat memanen tomat Milik Orang Muda Katolik dan Umat Paroki Santo Antonius Padua Sasi, Kabupaten TTU (4/7/2023) beberapa waktu lalu.

KATANTT.COM--Tata cara dan pengetahuan pengolahan buah tomat di masyarakat saat ini masih sangat minim. Biasanya buah tomat diolah sebagai pelengkap sayuran, sambal atau jus. Ternyata buah tomat dapat diolah menjadi aneka macam produk olahan pangan, yang mempunyai nilai ekonomis.

Sekelompok ibu rumah tangga yang berada di kelurahan Naioni, Kecamatan Alak, Kota Kupang melakukan terobosan.
Dibimbing para dosen dan mahasiswa Praktek Kerja Lapangan (PKL) dari Politeknik Pertanian Negeri Kupang, berinisiatif memberikan pelatihan dan edukasi kepada 12 orang Ibu Rumah Tangga yang tergabung dalam kelompok tani Maju Bersama.

Ide usaha kreatif yang dilakukan oleh kelompok tani Maju Bersama yaitu olahan makanan berbentuk manisan berbahan dasar tomat atau yang dikenal dengan sebutan Torakur (Tomat Rasa Kurma).

Haryati M. Sengadji, SP, MSc, Ketua Program Studi Pengolahan Agribisnis Politani Negeri Kupang, mengatakan ide awal membuat torakur karena rasa keprihatinan terhadap nasib para petani tomat di Kelurahan Naioni, Kecamatan Alak, yang pada saat musim panen serentak dengan banjirnya tomat di pasar.

Para petani tidak mempunyai pilihan lain. mereka terpaksa harus menjualnya kepada para tengkulak dengan harga yang menurun drastis. Dari permasalahan itu diberikan alternatif olahan tomat menjadi torakur (tomat rasa kurma).

"Permasalahan paling inti yang kami temui di lapangan berdasarkan hasil survei pendekatan kami dengan para petani, mereka selalu mengalami over produksi. Saat panen raya hampir semua petani panen tomat di waktu yang bersamaan dan itu mengakibatkan harga jual tomat menjadi anjlok bahkan sampai di bawah Rp 5.000 per kilogram," jelasnya.

Para petani tidak punya pilihan lain sehingga mereka bingung harus berbuat apa. Mereka terpaksa harus menjualnya agar kembali modal. "Oleh karena itu kami memutuskan untuk memperkenalkan teknologi yang cukup baru yaitu membuat manisan Tomat Rasa Kurma (Torakur) jadi bahan bakunya murni 100 persen dari tomat itu sendiri," kata Haryati.

Haryati menambahkan kegiatan Penerapan IPTEK Masyarakat (PIM) yang dilakukan di Kelurahan Naioni merupakan kolaborasi antara Politeknik Pertanian Negeri Kupang Program Studi Pengolahan Agribisnis, Program Studi Teknologi Rekayasa Pangan (TRP) bekerjasama dengan Dinas Pertanian.

Metode pelaksanaan dalam kegiatan PIM ini dibagi dalam 6 bagian yaitu mensinergikan kegiatan-kegiatan dalam program desa penyuluhan tentang penguatan kelompok tani, pelatihan proses pengolahan produk olahan torakur (tomat rasa kurma), pembuatan label dan pengemasan, analisis usaha, Pengurusan Ijin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), hingga pada proses pemasaran dengan menggunakan teknologi promosi melalui media sosial dan lain sebagainya.

Lebih lanjut Haryati memaparkan potensi luar biasa dari Kelurahan Naioni akan hasil-hasil pertanian holtikultura dalam bentuk segar, sehingga menjadi modal kuat bagi ibu-ibu setempat untuk pengolahan lanjutan guna peningkatan ekonomi keluarga.

Teknologi pembuatan olahan makanan berbahan dasar tomat (Torakur) menjadi salah satu produk yang menjadi pilihan bagi mereka karena produk olahan makanan jenis itu masih tergolong baru khusus untuk masyarakat di kalangan Kota Kupang. Bahkan cara pembuatannya cukup mudah, murah dan peralatan yang digunakan juga sederhana.

Pengolahan Torakur membutuhkan waktu sekitar 1 minggu. Rangkaian proses dimulai dari pemilihan tomat yang sudah matang, dicuci bersih, direndam air kapur yang kemudian dibersihkan kembali dan direbus dengan gula yang kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari.

Untuk tingkat ketahanan manisan, pihaknya menjamin bahwa hasil produksinya itu mampu bertahan hingga 3 bulan.
Sementara itu, Arkalaus Neno Saba yang juga ketua kelompok tani Maju Bersama menyampaikan terima kasih atas ide kreatif membuat torakur yang diajarkan oleh para dosen dan mahasiswa dari Politani Negeri Kupang.

Menurutnya dengan adanya pelatihan membuat produk olahan Torakur ini bisa menjawab keresahan mereka akan menurunnya harga tomat disaat memasuki musim panen. "Kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada para dosen dan mahasiswa dari Politani Negeri Kupang," ujarnya.

"Karena terus terang sebelum adanya pelatihan seperti ini, selama ini kami hanya tahu kalau tiap kali panen kami harus cepat menjualnya. Kadang kalau panen serentak tomat terlalu banyak, kami terpaksa harus jual dengan harga sangat murah," ungkapnya.

Arka Merincikan khusus untuk tanaman tomat dalam sekali tanam bisa beberapa kali panen. Bahkan jika over produksi, mereka terpaksa harus menjual rugi 10 kali lipat dari pada harga normalnya. Mereka lebih memilih menjual hasil panennya dari pada dibiarkan rusak membusuk.

"Khusus untuk tanaman tomat ini satu kali tanam kami bisa panen beberapa kali. Biasanya kami jual per ember isi 6 kilogram kalau sebelum bulan Januari Februari, kami jual dengan harga tertinggi antara Rp 80.000 sampai Rp 100.000," tandasnya.

Namun jika musim tomat di saat semua petani panen tomat, harga merosot sampai Rp 10.000 per ember. "Kami terpaksa harus jual karena tomat ini kita tidak bisa simpan lama. Daripada rusak biar orang datang tawar murah kita jual saja," jelas Arka.

Melalui kegiatan ini diharapkan hasil panenan dapat diolah lebih lanjut untuk peningkatan nilai ekonomis dan juga untuk penanganan hasil panen yang berlimpah, seperti yang saat ini sedang terjadi dimana harga jual tomat yang rendah di pasaran.

Kerja kolaborasi yang dilakukan oleh para dosen dan mahasiswa Politani Negeri Kupang dan Dinas Pertanian ini sejalan dengan apa yang harapkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dalam kunjungan kerja beberapa waktu lalu di Pulau Timor.

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat sempat menanam secara simbolis tanaman hortikultura dengan sistem irigasi tetes di Kabupaten Belu, Selasa (4/7/2023). Orang nomor satu di NTT ini pun memanen tomat milik kelompok tani binaan Bank NTT Orang Muda Katolik dan Umat Paroki Santo Antonius Padua Sasi-Kefamenanu (6/7/2023) lalu.

Dalam arahannya Gubernur Viktor mengajak seluruh petani di Kabupaten Belu dan Kabupaten TTU agar tetap berkolaborasi dengan pemerintah untuk membangun kemandirian lembaga petani dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Ini kerja kolaborasi yang membuahkan hasil dan menjadi contoh agar kita bisa bekerja bersama untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua,” pinta Viktor Laiskodat.

Ia pun menegaskan agar kedepannya bahan-bahan hasil pertanian hortikultura seperti cabai dan tomat dapat diolah dan diproduksi secara industri menjadi saos yang dapat memberikan nilai jual tinggi, serta menurunkan ketergantungan terhadap produk-produk olahan dari luar NTT.

“Bahan mentah hasil pertanian ini kedepan harus bisa kita olah jadi saos sambal dan saos tomat. Kembangkan mindset kita untuk tidak lagi datangkan produk dari luar, karena kita bisa memiliki potensi tersebut. Dengan produk sendiri, justru akan mendatangkan keuntungan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara luar biasa,” ungkapnya.

Untuk menunjang kesejahteraan para petani dan pelaku UMKM di Nusa Tenggara Timur, Gubernur NTT sebelumnya telah mengeluarkan Perda yang mewajibkan seluruh masyarakat di NTT untuk menggunakan bahan dan produk-produk lokal.

Selain itu Gubernur NTT, Viktor Laiskodat menggandeng lembaga keuangan seperti Bank NTT untuk memberikan kemudahan bantuan modal usaha berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk kelompok-kelompok UMKM di NTT.

Bahkan pinjaman modal usaha tanpa bunga atau yang dikenal dengan Kredit Merdeka. Gubernur NTT Viktor Laiskodat menegaskan kehadiran pemerintah dan lembaga keuangan mesti membawa keberpihakan kepada masyarakat banyak.

FOLLOW US