• Nusa Tenggara Timur

Tiga Tahun Terakhir KTPA di Kupang Meningkat, Rumah Perempuan Sebut Masalah Serius

Reli Hendrikus | Kamis, 17/11/2022 17:09 WIB
Tiga Tahun Terakhir KTPA di Kupang Meningkat, Rumah Perempuan Sebut Masalah Serius Libby Sinlaeloe

KATANTT.COM--Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTPA) di Kabupaten Kupang dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sangat fantastik yakni terhitung sejak tahun 2019 sampai tahun 2021 tercatat 286 kasus.

Untuk itu, kasus KTPA ini harus menjadi perhatian serius semua pihak. Pasalnya, perempuan dan anak sebagai korban tindakan tersebut terbagi ke dalam 4 kategori yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran.

"Oleh karena itu, sinergitas dari berbagai pihak sangatlah penting baik pemerintah, swasta, lembaga agama dan organisasi masyarakat yang peduli tentang persoalan perempuan dan anak untuk memberikan perlindungan," kata .
Ketua Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaeloe saat dikonfirmasi terkait upaya meminimalisir persoalan KTPA, Kamis (17/11/2022).

Selain itu, kata Libby Sinlaeloe, perlu membangun pusat layanan berbasis komunitas di tiap desa/kelurahan dan dukungan stakeholders kepada perempuan dan anak korban kekerasan.

Apalagi secara data pendampingan sesuai data dampingan Rumah Perempuan Kupang/SSP Kupang tiga tahun terakhir (2019-2021) cukup tinggi.

Hal senada dikatakan koordinator Divisi Pendampingan dan Advokasi Korban Rahmawati Bagang bahwa KTPA cukup tinggi. Dari data dampingan Rumah Perempuan Kupang/SSP Kupang tiga tahun terakhir (2019-2021) menunjukkan 286 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sedangkan untuk periode Januari-Oktober 2022 sebanyak 96 kasus.

"Jika dilihat dari rincian kasus maka menurutnya, kasus kekerasan dalam rumah tangga/KDRT menempati urutan pertama yaitu: 162 kasus, dan urutan ke Kekerasan seksual sebanyak 96 kasus," katanya.

Pada dasarnya jelas dia, kasus KTPA yang didampingi oleh Rumah Perempuan Kupang/SSP Kupang ini bukan representative semua persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Kupang.

Ia menyebut masih banyak kasus KTPA yang terjadi namun tidak di laporkan atau tidak di damping oleh Rumah Perempuan Kupang. Malahan kebanyakan perempuan memilih untuk bungkam karena budaya patriakal di mana perempuan harus tunduk kepada laki-laki.

"Budaya patriakal ini karena laki-laki dianggap sebagai orang yang bisa dijaga martabatnya sehingga walaupun melakukan kekerasan itu anggap sebagai hal yang wajar dan sebagai bagiab dari mendidik perempuan," ujarnya.

Di sisi lain lanjut Rahmawati, belum semua masyarakat mendukung perempuan dan anak korban kekerasan termasuk menjadi saksi untuk proses hukum. Apalagi dengan topografi Kabupaten Kupang yang sulit dijangkau korban, keluarga dan saksi ketika membawa kasusnya ke proses hukum karena layanan yang dibutuhkan cukup jauh.

"Begitu pula tidak semua layanan yang dibutuhkan oleh perempuan dan anak tersedia di Kabupaten Kupang. Tentu ini harus menjadi perhatian serius Kabupaten Kupang, sebagai bentuk kehadiran dan tanggungjawab negara dalam pemenuhan hak warga negara," pungkasnya.

FOLLOW US