• Nusa Tenggara Timur

Kapolda Sumbang Kaki Palsu Buat Yesi Ndun, Penyandang Disabilitas di NTT

Imanuel Lodja | Senin, 28/09/2020 21:03 WIB
Kapolda Sumbang Kaki Palsu Buat Yesi Ndun, Penyandang Disabilitas di NTT Penyandang disabilitas, Yesi Ndun mendapat kunjungan dari Kasat Bimas Polres Kupang, AKP Simon Seran, Kapolsek Takari, Iptu Paulus Malelak untuk pengukuran pembuatan kaki palsu.

katantt.com--Harapan bocah Yesi Ndun, penyandang disabilitas asal Desa Tuapanaf Kecamatan Takari Kabupaten Kupang memiliki kaki yang lengkap bakal terwujud. Empati atas kondisi yang dialami Yesi Ndun, mulai berdatangan termasuk dari orang nomor satu di jajaran Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur.

Kapolda NTT, Irjen Pol. Lotharia Latif yang peduli pada bocah ini langsung memerintahkan Kabid Dokkes Polda NTT, Kombes Pol dr Sudaryono dan Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Titus Uly Polda NTT, Kompol dr Herry Purwanto guna membuat kaki palsu.

Akhir pekan lalu, Kabid Dokkes Polda NTT menurunkan tim untuk pengukuran kaki palsu. Tim terdiri dari Kasat Bimas Polres Kupang, AKP Simon Seran, Kapolsek Takari, Iptu Paulus Malelak dan Hans Gapung sebagai pembuat kaki palsu.

Tim melakukan home visit di rumah Stenly Yesi Ndun yang mengalami disabilitas di O`solo, RT 006/RW 003, Dusun II Desa Tuapanaf, Kecamatan Takari Kabupaten Kupang.

Tim juga mengumpulkan data dan identitas penyandang disabilitas serta keluarga serta mewawancarai Yessi dan keluaga.
"Hasilnya, keluarga dan anak yang bersangkutan (Yesi) dengan senang hati mau menerima bantuan yang akan diberikan," ujar Kapolda NTT, Irjen Pol Lotharia Latif, Senin (28/9) malam.

Hans Gapung kemudian mengukur dan membuatkan mal kaki palsu. Mal/contoh kaki palsu pun sudah jadi dan sudah dibawa Paur Kes Polres Kupang dan Hans Gapung ke rumah tempat pembuatan kaki palsu di Kupang dan selanjutnya diproses untuk membuat kaki palsu.

Stenly Yesi Ndun, bocah 7 tahun yang tinggal di Desa Tuapanaf RT 006/RW 003 Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, NTT ini hanya memiliki satu kaki, sejak lahir.

Sejak berumur tiga tahun, Yesi dan saudari kembarnya, Stela Ndun tinggal bersama kakek dan neneknya. Himpitan ekonomi, membuat kedua orangtua mereka merantau ke Kalimantan.

Meski fisiknya tak sempurna, bocah ini tetap semangat ke sekolah menggunakan tongkat dari kayu. Kayu itu ia gunakan sebagai pengganti kakinya. Saban hari, Yesi harus berjalan sejauh 1 kilometer ke sekolah.

Bocah Kelas 1 di SDN Bijaesahan ini bermimpi punya kaki palsu. Namun orangtuanya yang hanya sebagai buruh kasar di Kalimantan tak memiliki dana.

Di rumah berdinding kayu, Yesi dan tiga saudara kandungnya hidup bersama kakek dan neneknya. Selain Yessi dan tiga saudaranya, ada empat cucu lain yang dipiara pasutri lansia ini.

"Kami sudah tua, tak mampu kerja lagi. Setiap bulan, ayah Yesi kirim uang Rp 500.000 untuk kebutuhan hidup kami semua di rumah," ujar nenek Yesi, Ursula Takaep,60, pekan lalu.

Nenek Ursula memiliki empat anak laki-laki yang semuanya di tanah rantau, termasuk ayah Yesi. Setiap hari, Ursula seorang diri mengurus ke delapan cucunya, karena suaminya, Bernabas Ndun,84, sudah lama mengalami sakit ketuaan.

Untuk menanggung kebutuhan hidup setiap hari, ia hanya berharap bantuan PKH dari pemerintah. Uang itu ia sisihkan untuk kebutuhan makan minum hingga keperluan sekolah delapan cucunya.

Fisiknya yang tak sempurna, tak membuat Yessi minder dalam pergaulan di lingkungan rumah maupun sekolah. Ia bahkan diperlakukan khusus di sekolahnya.

"Jika ada apel atau olahraga, Yesi kita minta duduk di ruangan kelas sambil belajar," ujar Kepala Sekolah SDN Bijaesahan, Dortiana Karice Mau.

Untuk melindungi Yesi, pihak sekolah setiap hari memberi arahan ke semua pelajar agar memperlakukan Yesi dengan baik.
Hingga kini, Yesi rajin ke sekolah dengan fisik yang tak sempurna.

Ia bahkan bermain layaknya anak-anak normal. Meski memiliki keterbatasan fisiknya, Yesi tergolong anak cerdas di sekolahnya.

"Yesi itu anaknya pintar. Semua pelajaran atau tugas yang diberi, selalu ia kerjakan sendiri," ujarnya.

Melihat kondisi Yesi, pihak sekolah sempat berkoordinasi dengan dinas sosial agar Yesi disekolahkan di SLB. Namun, niat baik itu ditolak kakek dan nenek Yesi. Mereka ingin, Yesi tetap bersama mereka meski hidup serba kesulitan.

"Yesi punya kembar dan kakeknya tidak mau mereka dipisahkan," sebutnya.*

FOLLOW US