KATANTT.COM---Nasib nahas dialami Aloisius Atok (29), seorang pemuda difabel di Kelurahan Umanen, Kecamatan Atambua Barat, Kabupaten Belu perbatasan RI-RDTL.
Memiliki keterbatasan fisik atau penderita difabel pria yang tak bisa bicara (bisu) dan tak bisa mendengar (tuli) itu diduga menjadi korban pengeroyokan pada Rabu (19/3/2025) sekira pukul 21.00 Wita lalu.
Akibat kejadian tersebut, Aloisius Atok alias Alo mengalami patah tangan akibat dihajar menggunakan batu oleh lima orang pemuda yang mana salah satunya menggunakan tutup muka atau topeng.
Alo yang ditemui media di kediaman kerabatnya di Aumanu, Sesekoe, Kelurahan Umanen, Kecamatan Atambua Barat, Jumat (21/3/2025) siang dengan bahasa isyaratnya mengatakan bahwa dirinya dikeroyok oleh sekitar lima orang dan salah satu pelaku yang mengenakan topeng menghantamnya pakai batu besar hingga tangannya patah.
Kronologi kejadiannya, salah satu teman Alo yang bernama Rabi (23) menuturkan, pada Rabu (19/3/2025) malam, seperti biasanya mereka sering mangkal di halaman Kantor Kemenag Belu untuk berselancar di dunia maya melalui sambungan internet dari wifi kantor itu.
Saat malam itu, Rabi bersama Evan, Denis bermain internet, juga Aloisius dan Farel berada dekat mereka. Ketika mereka sedang asyik berselancar, Alo yang difabel ini juga asyik bercanda dengan sesama teman difabel namanya Farel di pinggir jalan sembari memegang sebuah kayu.
Tak lama berselang, lewatnya seorang pemuda lainnya diduga bernama Dimas yang mengendarai sepeda motor dari arah Kota Atambua dan hendak belok masuk ke sebuah gang depan Kantor Agama.
Melihat Alo dan Farel yang sedang berdiri sambil memegang kayu, Dimas langsung menghentikan sepeda motornya dan langsung merampas kayu yang dipegang Aloisius.
"Mungkin Dimas ini merasa kami mau palang dia makanya dia ambil kayu itu. Lalu kami baku jawab (berdebat). Dimas ini bilang kamu tunggu di sini saya pi (pergi) panggil kawan dong dulu," urai Rabi.
Selang beberapa waktu, Dimas ini kembali dengan beberapa temannya dan terjadilah keributan di antara mereka namun berhasil dibubarkan para orang tua di wilayah setempat.
"Mereka banyak orang datang (lebih dari 10 orang, sepertinya anak SMA semua). Saya bilang bagaimana ini, kamu datang mau pukul kami ka? Lalu kami baku jawab (berdebat), mungkin karena ribut, orang tua juga ikut keluar dan menyuruh kami bubar," ungkap Rabi.
Setelah bubar, lanjut Rabi, mereka bergerak ke tempat acara ulang tahun lingkungan setempat dan karena mengenal Dimas ini karena bersekolah di SMAN 4 Atambua, mereka memanggilnya untuk bicara baik-baik namun dijawab dengan nada kasar.
"Dimas ini kami panggil datang kita omong baik-baik saja. Dia datang langsung bilang kenapa? Saya bilang biasa saja to lihat kita ini. Dia langsung bilang tunggu di sini saya pergi panggil saya punya kakak-kakak dong. Tak berapa lama mereka datang lagi ada yang pakai topeng dan bertanya, yang mana yang mana? saya bilang karmana? ada yang langsung tendang saya dan terjadilah keributan," urai Rabi.
Pada saat terjadi keributan itu, ada yang berteriak bahwa mereka membawa pisau sehingga Rabi dan kawan-kawannya berlari ketakutan menyelamatkan diri.
"Anak-anak dong dengar bilang dong bawa pisau, ada yang yang lihat ada bawa pisau langsung semua lari kasi tinggal Alo sendiri. Alo ini kan tidak dengar tuli jadi dia tidak dengar dan tidak lari. Kami datang lagi lihat Alo sudah jatuh. Kami lihat dia sudah lemas dan pikir orang sudah tikam dia. Padahal tangan yang patah, mereka yang keroyok Alo ini juga sudah lari sehingga kami angkat Alo dan antar ke rumah sakit," beber Rabi.
Setelah mengantar Alo ke rumah sakit untuk mendapat penanganan medis, Rabi dan temannya Evan menuju Polres Belu untuk melaporkan kasus tersebut. Namun karena tidak membawa KTP, polisi menyuruh mereka pulang untuk mengambil KTPnya.
"Saat kami pulang dan tiba di sini, sudah banyak orang dan polisi juga banyak di sini. Pak Polisi tanya kami apakah kenal pelaku dan kebetulan adik kenal pelaku, kami dua Evan langsung naik ke mobil polisi dan sama-sama pergi cari dan dapat dua orang, namanya Dimas dan Aldi yang pakai topeng lalu bawa ke kantor polisi," ujar dia.
"Sampai di Kantor Polisi, kami tidak tahu bagaimana, Polisi bikin kami macam kami yang pelaku kembali. Mereka tekan kami, gertak mau pukul kami. Sementara dua orang itu santai-santai saja saat ambil keterangan," tambah Rabi.
Rabi merasa proses pengambilan keterangan di Polres Belu seolah-olah mereka yang pelaku padahal justru korban bahkan Alo sampai patah tangannya.
Bersamaan, Mama kandung Alo, Monika (53) meminta Polisi adil dalam mengusut kasus tersebut agar anaknya yang difabel itu jangan jadi korban sia-sia.
"Anak saya ini cacat tidak bisa omong dan tidak bisa dengar masa mereka pukul dan titi (timpa) pakai batu sampai hampir mati. Pak Polisi tolong proses para pelaku dan kurung mereka di penjara. Jangan bikin kami orang susah tambah susah," pinta Monika.
Informasi lain yang berhasil dihimpun, malam itu terjadi keributan besar antara dua pihak yang berawal dari penyerangan terhadap Alo dan kawan-kawannya. Akibatnya ada sepeda motor milik para pelaku yang ditinggalkan para pelaku yang lari setelah ada perlawanan dari warga setempat.
Sementara itu, para pelaku justru telah membuat laporan polisi sebagai korban sehingga Alo dan kawan-kawannya berada pada posisi sebagai pelaku dan dikenakan status wajib lapor.
Terpisah, Kapolres Belu melalui Kasat Reskrim, IPTU Rio Rinaldy Panggabean membantah tidak ada anggota atau penyidik yang menekan para pelapor atau korban saat diminta keterangan.
"Kami sudah lakukan pemeriksaan terhadap 5 orang saksi terhadap kasus tersebut, masih sementara pemeriksaan saksi-saksi tambahan dan menunggu hasil visum dari RSUD Atambuam. Kasusnya masih kami dalami," kata dia.