• Gaya Hidup

Tata Laksana Nyeri Pasca Bedah

Imanuel Lodja | Rabu, 02/11/2022 17:54 WIB
Tata Laksana Nyeri Pasca Bedah dr. Victor Imanuel Sitaniapessy

KATANTT.COM--Diperkirakan sekitar 80% pasien mengalami nyeri pasca bedah dan 86% diantaranya mengalami nyeri derajat sedang atau berat. Penanganan nyeri akut harus berdasarkan pada alat dan obat-obatan terbaik yang tersedia, dengan memperhatikan faktor kejiwaan, sosial dan ekonomi lokal.

Nyeri adalah suatu pengalaman persepsi indera (sensorik) dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan yang terjadi atau yang berpotensi rusak.

Nyeri pascabedah adalah suatu bentuk nyeri yang disertai respon peradangan lokal akibat kerusakan jaringan tubuh dan atau saraf baik karena penyakit yang mendasari dilakukannya pembedahan maupun karena prosedur pembedahan.

Penanganan nyeri akut pascabedah menggunakan penanganan nyeri pendekatan ganda (multimodal analgesia) direkomendasikan oleh American Society of Anesthesiology (ASA), dengan tujuan mengurangi dosis dan efek samping obat.

Pendekatan ganda ini biasanya dilakukan dengan melibatkan 2 atau lebih jenis kelompok obat-obatan. Penanganan nyeri ini dibagi menjadi penanganan dengan obat-obatan (farmakologis) dan tanpa obat-obatan (non-farmakologis).

Penanganan farmakologis dapat diberikan dengan cara diminum, disuntik, atau dengan tempelan yang berisi obat pereda nyeri (patch). Penanganan nonfarmakologis dibagi menjadi 2 metode umum yakni pendekatan fisik dan pendekatan psikologis.

Pendekatan fisik berperan untuk memberikan rasa nyaman, mengubah respon fisik terhadap rasa sakit dan peradangan, serta mengurangi rasa takut yang terkait dengan aktivitas yang terbatas. Pendekatan psikologis yang paling dapat diterapkan untuk penanganan nyeri akut adalah pengalihan perhatian, musik dan relaksasi.

Dengan menggunakan metode pendekatan ganda, selain menghasilkan kejadian nyeri yang lebih rendah, juga kebutuhan obat opioid lebih kecil, efek samping lebih rendah, kepuasan pasien lebih tinggi, dan dimulainya proses rehabilitasi yang lebih awal jika dibandingkan dengan pemberian opioid saja.

Penanganan nyeri secara mandiri (Patient-Controlled Analgesia,PCA) telah menjadi sebuah metode pendekatan yang populer dalam penanganan nyeri pascabedah. Selain nyeri akut, PCA juga dapat digunakan pada penanganan nyeri akibat kanker.

Pasien biasanya menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi dengan teknik ini. Dengan PCA, pasien dapat melakukan sendiri pemberian suntikan opioid melalui sebuah alat dengan sistem yang dapat diaktifkan oleh pasien.

Penangan nyeri akut pada populasi khusus seperti pasien kecelakaan (trauma), bayi dan anak, serta lansia memiliki teknik yang berbeda. Pada pasien trauma dengan komunikasi terbatas, penilaian terhadap tingginya derajat (intensitas) nyeri sulit dilakukan, seperti pada pasien dengan cedera kepala atau pasien lansia.

Keluhan intensitas nyeri pasien trauma merupakan kunci awal penting untuk menilai lokasi dan tingkat cedera. Ketika terdapat cedera pada saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) atau pada saraf tepi, pemberian obat anti nyeri yang kuat dapat mengakibatkan gangguan penilaian fungsi saraf.

Idealnya seseorang yang ahli dalam memberikan pengobatan nyeri harus menjadi komponen dari setiap tim trauma. Pada bayi, balita dan anak-anak, perlu diingat bahwa mereka bukanlah miniatur orang dewasa. Sehingga penanganan pengobatan anti nyeri pada golongan usia ini dilakukan dengan pendekatan berbeda.

Pada masa kanak-kanak, mereka tidak dapat melaporkan rasa nyeri dan derajat nyeri secara tepat. Hal ini banyak berkontribusi pada kegagalan paramedis untuk mengenali dan mengobati nyeri secara agresif. Pada kelompok usia ini, pendekatan penanganan nyeri yang paling sering digunakan adalah dengan multimodal analgesia.

Bagi pasien lanjut usia, kebutuhan penanganan medis dengan pembedahan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Pereda nyeri yang diberikan kepada pasien yang menjalani pembedahan kecil berbeda dari pembedahan besar yang rumit.

Selain itu, usia tidak selalu menjadi tolak ukur yang baik terhadap kesehatan pasien. Pada beberapa penelitian mengungkapkan, adanya peningkatan ambang nyeri berkaitan dengan usia lanjut. Mereka yang termasuk dalam populasi lanjut usia lebih penting untuk mendapatkan anti nyeri yang optimal daripada mendapatkan anti nyeri yang cukup.

Hal ini disebabkan karena kelompok umur usia lanjut memiliki peluang lebih besar untuk terjadinya efek samping dan komplikasi dari obat-obatan yang diberikan. (Oleh : dr. Victor Imanuel Sitaniapessy)

FOLLOW US