• Nusa Tenggara Timur

Diduga Tipu Casis Polri, Aipda AA, Oknum Polisi di Rote Ndao Ditempatkan di Tempat Khusus

Imanuel Lodja | Sabtu, 22/10/2022 21:21 WIB
Diduga  Tipu Casis Polri, Aipda AA, Oknum Polisi di Rote Ndao Ditempatkan di Tempat Khusus ilustrasi_i

KATANTT.COM--Aipda AA alias Amsal, oknum anggota Sat Sabhara Polres Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur sudah diperiksa Bid Propam Polda NTT.

"Kita panggil dia (Amsal) datang ke Kupang. Hari pertama kita sudah periksa dia," ujar Kabid Propam Polda NTT, Kombes Dr Drs Dominicus Savio Yempormase, MH saat dikonfirmasi Sabtu (22/10/2022).

Amsal pun ditempatkan di tempat khusus (Patsus) di lantai III gedung Tahti Polda NTT. "Kami Patsus kan dia di lantai III (direktorat) Tahti Polda NTT," tandas mantan Dir Tahti Polda NTT ini.

Polisi masih mencari para saksi dan akan memanggil para korban. "Informasi ada tambahan korban jadi kita coba cari informasi mengenai korban lain," tambah mantan Kapolres Kupang ini.

Ikut Tes Lagi

Sementara itu korban Junus Dami kembali mengikuti tes penerimaan anggota Polri jalur Rekrutmen Proaktif (Rekpro) untuk wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar.

Ditemui di Rumah Sakit Bhayangkara Kupang disela-sela mengikuti tes kesehatan tahap I, Jumat (21/10/2022), Junus Dami mengaku kalau bukan hanya ia sendiri yang menjadi korban. "Kami ada 15 orang yang dia janjikan akan lulus tes polisi tahun 2021 lalu," aku Junus Dami.

Dari 15 orang ini, ada 4 orang termasuk Junus Dami yang saat ini mengikuti seleksi ulang. "Tapi kali ini kami berjuang sendiri sesuai kemampuan," ujarnya.

Ada 3 orang rekannya yang pernah dijanjikan lulus menjadi anggota Polri namun gagal dan saat ini ikut tes lagi yakni DS alias Den, AP alias Puli dan OK alias Okto. Pada korban ditampung Amsal di beberapa rumah di Kota Kupang.

Junus sendiri ditempatkan di rumah milik Amsal di Kelurahan Manulai II. Sementara rekan yang lain disebarkan ke sejumlah tempat kost di Kelurahan Oesapa, Kelapa Lima dan Liliba.

Namun seluruh korban yang dijanjikan lulus menjadi anggota Polri ternyata gugur saat pemeriksaan kesehatan I dan psikologi. "Selama kami ditampung tidak pernah ada latihan atau belajar. Jadi kami ikut jadwal tes saja," tambahnya.

Setelah gagal, Amsal tetap meyakinkan kalau mereka bisa langsung masuk pendidikan. "Begitu gugur tes kami tanya dia dan dia jawab kalian tenang saja karena masih menunggu SK Kapolda," ujar Amsal seperti ditirukan Junus.

Dalam masa penantian ini, Junus diminta membeli perlengkapan masuk pendidikan. Junus Dami dan rekan-rekannya membeli baju kaos coklat polisi, kaos kaki hitam, sepatu, celana coklat dan tas ransel. "Kami disuruh belanja barang-barang sambil menunggu SK Kapolda untuk masuk pendidikan di SPN," ujarnya.

Malah saat Junus ingin mendaftar pada penerimaan anggota Polri tahun 2022, Amsal melarang karena Junus cs tinggal mengikuti masa pendidikan. Amsal sendiri terancam hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri jika terbukti. "Ancamannya PTHD jika oknum anggota yang bersangkutan terbukti melakukan hal tidak terpuji tersebut," kata Kabid Propam Polda NTT, Kombes Pol Dominicus Yempormase.

Kabid mengatakan bahwa Polri tidak segan-segan memberikan sanksi yang tegas jika memang anggota berbuat salah apalagi sampai melakukan penipuan. "Saat ini kasusnya sedang berproses," ujar mantan Kapolres Alor ini.

Dominicus mengatakan bahwa akan terus mengungkap kasus ini untuk mencari tahu lebih jauh lagi apakah ada korban lainnya yang tak melapor tetapi lulus. "Hal ini jadi pembelajaran bagi masyarakat semuanya, bahwa jangan mudah percaya dengan janji dan iming-iming lulus tes dengan memberikan uang," tambahnya.

Junus Dami adalah seorang calon siswa Polri yang dinyatakan tak lulus tes karena tidak memenuhi syarat pada 2021 lalu. Padahal sebelum ikut tes, orang tuanya sudah memberikan uang senilai Rp 250 juta kepada oknum polisi di Rote Ndao.

Uang yang didapat itu diperoleh dari meminjam di Bank dan di Koperasi. Kini orang tua dari Junus Dami tak bisa berbuat apa-apa karena setiap bulan harus mencicil uang di Bank sebesar Rp 4 juta per bulan.

AA alias Amsal, oknum anggota polisi yang bertugas di Polres Rote Ndao, NTT dilaporkan ke polisi di Polda NTT.
Ia dilaporkan ke Bid propam Polda NTT dan juga laporan pidana terkait penipuan atau penggelapan. Amsal dilaporkan karena menjadi calo penerimaan Bintara Polri TA 2021 lalu.

Laporan diterima oleh Bidang Propam Polda NTT dengan laporan nomor LP/ 89/X/HUK.12.10/2022, YANDUAN, tanggal 18 Oktober 2022. Sementara laporan pidana penipuan tertuang dalam laporan polisi nomor LP/B/329/X/2022/SPKT, tanggal 18 Oktober 2022 tentang perkara dugaan terjadinya peristiwa penipuan dan atau penggelapan.

Kasus penipuan dilaporkan Junus Dami ke Polda NTT didampingi kakaknya Samuel Dami, warga Desa Oebatu, Kabupaten Rote Ndao, NTT. Kejadian bermula pada tanggal 27 Desember 2021 ketika pelapor Junus Dami hendak mendaftar menjadi bintara Polri di Polres Rote Ndao.

Bapak kandung dari pelapor/korban bertemu dengan ibu kandung dari terlapor lalu menawarkan bahwa terlapor bisa meloloskan korban di rekrutmen bintara Polri tahun 2021. Amsal, oknum anggota Polres Rote Ndao menjanjikan membantu korban untuk lulus menjadi Bintara Polri dengan ketentuan membayar nominal Rp 250 juta.

Keluarga korban juga percaya dengan janji dari terlapor dengan pertimbangan masih ada hubungan keluarga.
Keluarga kemudian mengusahakan pinjaman dari bank dan koperasi dengan menjaminkan sertifikat dan surat berharga.

Kemudian keluarga korban datang ke rumah terlapor untuk menyerahkan uang kepada terlapor sebesar Rp 225.000.000.
Mereka bersepakat apabila korban tidak lulus maka terlapor akan mengembalikan semua uang tersebut.

Kemudian terlapor menuliskan kwitansi dengan nominal Rp 250 juta dengan ketentuan bahwa uang sisanya Rp 25 juta ditukar dengan sebidang sawah seluas satu hektar berisi padi yang siap untuk dipanen.

Dalam proses seleksi, korban yang menjalani tes bintara Polri tidak lulus karena dinyatakan gugur pada pemeriksaan kesehatan tahap I. Keluarga korban mulai ragu dengan janji dari terlapor.

Ketika korban bersama orang tuanya meminta kembali uang yang sudah diserahkan kepada terlapor namun tidak dikembalikan oleh terlapor. Terlapor selalu berdalih dengan berbagai alasan, bahkan menantang keluarga korban agar masalah tersebut dibawa ke jalur hukum.

Keluarga korban pun memberanikan diri melaporkan perbuatan pelaku ke Bidang Propam Polda NTT. Keluarga korban harus menanggung cicilan pinjaman dari bank dan koperasi sebesar Rp 4 juta per bulan selama tiga tahun.

FOLLOW US