• Nusa Tenggara Timur

Dinas Nakertrans Kota Kupang Beda Tafsir UU Cipta Kerja dengan LBH Pers Terkait PHK Karyawan Timex

Semy Andy Pah | Jum'at, 15/10/2021 15:54 WIB
Dinas Nakertrans  Kota Kupang Beda Tafsir UU Cipta Kerja dengan LBH Pers Terkait PHK Karyawan Timex Obet Gerimu menunjukkan surat anjuran dari Dinas tenaga Kerja Kota Kupang yang berbeda dengan LBH Pers Jakarta soal PHK terhadapnya oleh manajemen harian timex.

katantt.com--Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jurnalis harian Timor Express, Obetnego Y.M. Weni Gerimu alias Obet Gerimu di masa pandemi Covid-19, menambah panjang daftar kasus perselisihan hubungan industrial atau perburuhan di PT Timor Ekspress Intermedia (TEI) yang tidak mampu diselesaikan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kota Kupang.

Ironisnya, Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang justru berbeda pendapat menafsirkan UU Cipta Kerja sebagai dasar hukum PHK dengan LBH Pers Jakarta dan AJI Indonesia yang memberikan advokasi dan atensi kepada Obetnego Y.M. Weni Gerimu.

Hampir semua kasus PHK sepihak karyawan Timex harus berakhir di persidangan pengadilan mulai dari PHK terhadap mantan bendahara (acounting) Timex, Nurbaya yang sudah berkeputusan hukum tetap alias inkrah dan mantan sekurity Sabarudin Mahmud yang harus menunggu empat tahun untuk mendapatkan putusan kasasi Mahkamah Agung RI.

Persoalan Obet Gerimu hampir pasti berujung ke meja hijau Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang setelah Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang mengeluarkan anjuran resmi.

Sementara satu kasus PHK mantan acounting Timex, Baeti Nuryani alias Puteri Kasela yang sudah mendapat anjuran dari Dinas Tenaga Kerja Kota Kupang untuk membayar hak-hak yang bersangkutan oleh Timex sejak 2016 justru tak dibayar hingga Oktober 2021 ini.

Anjuran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kota Kupang tercantum dalam surat nomor: Nakertrans.800/165a/X/2021 tanggal 11 Oktober 2021 yang ditandatangani Kepala Dinas Nakertrans Kota Kupang, Ignasius Lega, SH., dengan mediator hubungan industrial, Yohanes Blaskor Dami, SH.

Dalam surat tersebut, Dinas Nakertrans menganjurkan agar PT TEI membayarkan uang penggantian hak kepada pekerja sebesar Rp 3.400.000 dan uang penghargaan yang ditawarkan oleh pihak manajemen perusahaan sebesar Rp 7 juta.

Nakertrans juga menganjurkan agar kedua belah pihak dapat memberikan jawaban atas anjuran tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 hari kerja setelah menerima surat anjuran ini.

Disebutkan juga bahwa apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa dirugikan dengan isi anjuran ini, maka diberi kesempatan untuk mencari upaya hukum lain dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Negeri Kupang.

Diakhir anjuran tersebut, ditegaskan pula bahwa dengan ditandatangani anjuran ini, maka perselisihan yang ditangani oleh mediator dianggap telah selesai.

Surat anjuran ini juga ditembuskan kepada Wali Kota Kupang sebagai laporan, Wakil Wali Kota Kupang, Ketua DPRD Kota Kupang dan Kepala Dinas Kopnakertrans Provinsi NTT.

 

ANjuran Nakertrans Kota Kupang ini berbeda dengan LBH Pers Jakarta yang memberi advokasi kepada Obet Gerimu dalam kesimpulannya menyatakan bahwa PHK terhadap Obed Gerimu batal demi hukum karena tidak sesuai dengan Pasal 151 UU Cipta Kerja.

Pasalnya. dalam pasal tersebut mengisyaratkan bahwa PHK mesti melalui mekanisme pengadilan hubungan industrial bukan dengan cara sepihak.

LBH Pers Jakarta menyebutkan bahwa tindakan demosi (penurunan jabatan) yang dilakukan perusahaan tidak mendasar apalagi regulasi baik secara internal maupun eksternal tidak dapat dijadikan justifikasi untuk melakukan demosi.

Selain itu, demosi yang dilakukan oleh perusahaan tidak berbasiskan pada kinerja Obet Gerimu sebagai redaktur hanya berbasiskan kepada kesewenang-wenangan.

Selain itu, LBH Pers Jakarta menyatakan bahwa surat pemanggilan dan surat peringatan sebanyak tiga kali adalah cacat hukum. Di mana pemanggilan pertama Obet Gerimu telah memenuhi sehingga surat pemanggilan selanjutnya cacat demi hukum.

Begitu pun dengan surat peringatan tidak berdasar hukum karena pada hakekatnya surat peringatan dikeluarkan mesti ada pelanggaran.

Bentuk pelanggaran yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 53 PP 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu kerja, dan Istirahat dan PHK maka terhadap hal tersebut Obet Gerimu tak satu pun melakukan pelanggaran sehingga surat peringatan sebanyak tiga kali cacat demi hukum.

 

 

FOLLOW US