• Nusa Tenggara Timur

Matahari di NTT Jadi Sumber Energi Masa Depan Indonesia

Djemi Amnifu | Sabtu, 26/09/2020 08:28 WIB
Matahari di NTT Jadi Sumber Energi Masa Depan Indonesia Pendiri dan Ketua Pembina PJCI, Eddie Widono menyerahakn hasil laporan dan kajian teknis tim tentang potensi tenaga surya dan pengembangannya kepada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.

katantt.com--Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi masa depan Indonesia dan dunia dalam pengembangan energi listrik tenaga matahari (surya). Sumber energi baru terbarukan ini sangatlah murah, handal dan berkelanjutan serta ramah lingkungan hanya ada di Provinsi NTT.

“NTT jadi masa depan Indonesia dan bahkan dunia untuk energi listrik tenaga surya karena menurut penelitan para ahli, intensitas sinar matahari terbaik di Indonesia, ada di pulau Sumba dan Timor," kata Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto di Kupang, Jumat (25/9).

Ia menambahkan apa yang sering didengungkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat tentang energi baru terbarukan bukan sebuah statement bombastis. Tetapi merupakan sebuah fakta yang memerlukan kreativitas. Suatu potensi yang perlu dikelola secara baik supaya bisa diaktualisasikan.

Sugeng Suparwoto sebelumnya melakukan audensi dengan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat bersama Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) yang merupakan perkumpulan para ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi dan praktisi kelistrikan.

Pada kesempatan tersebut PJCI menyerahakn hasil laporan dan kajian teknis tim tentang potensi tenaga surya dan pengembangannya kepada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.

Sugeng mengungkapkan kebutuhan listrik Indonesia saat ini adalah sekitar 62 gigawatt atau 62 ribu mega watt. Sementara potensi energi matahari diPulau Timor dan Pulau Sumba bisa mencapai 60 gigawatt.

“Betapa besar potensi energi matahari ini, bisa penuhi sebagian besar kebutuhan listrik nasional. Karena itu potensi ini harus bisa jadi action plan dengan perhatikan dimensi teknis, ekonomi dan sosial," ujarnya.

"Kita tidak mungkin berinvestasi menguntungkan secara ekonomi, sementara sosial tidak. Ini harus dirumuskan dengan baik,” kata mantan wartawan ini.

Menurut Sugeng potensi energi matahari yang besar ini harus bisa dikembangkan secara optimal. Dunia internasional saat ini cenderung mengharuskan energi baru terbarukan karena murah, handal, suistanable dan bersih.

Apalagi Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Paris agreement dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.

“Dalam Paris Agreement ini, Indonesia dengan prakarsa sendiri harus menurunkan 29 persen emisi karbon tahun 2030. Dengan rincian misalnya harus kurangi energi fosil sekian. Termasuk misalnya Pertamina akan kurangi drastis bensin ron rendah, bensin pertalite, ron 91 ke bawah karena ron rendah ini polutif," jelasnya.

Selain itu kata Sugeng, untuk pembangkit listrik, PLN masih gunakan 60 persen pembangkit dari batubara yang murah namun polutif. Dunia dengan skema aturan yang tegas memaksa Indonesia harus menggunakan energi baru terbarukan. Ke depan, produk-produk yang diekspor ke Eropa harus dihasilkan dari energi baru terbarukan.

Ia menambahkan cadangan minyak bumi Indonesia sesuai penelitian tinggal 3 miliar barel sementara setiap hari konsumsi minyak kita sekitar 800 ribu barel. Ini berarti kalau tidak ada shifting ke energi baru terbarukan, dalam 10 sampai 12 tahun sumber minyak ini akan habis.

“Energi fosil sudah the end of history atau berakhir. Sudah harus shifting ke energi baru terbarukan. Dan pembangkit listrik dari energi baru terbarukan, sumbernya ada di NTT,” kata Sugeng.

Komisi VII DPR kata Sugeng, selain melaksanakan fungsi umum yakni legislasi, anggaran dan pengawasan juga ditambah fungsi problem solving. Potensi besar NTT ini harus bisa dikembangkan untuk tahap awal sebagai piloct projetnya sekitar 2.000 megawatt untuk pengembangan industri di NTT.

“Kita berobsesi NTT harus bisa jadi pusat pengembangan tenaga matahari dunia. Maka sumberdaya manusia harus disiapkan termasuk perlu didirikan akademi dan balai latihan kerja bertaraf internasional," ujarnya.

Tujuannya adalah menjadi pusat belajar dunia, bahkan tenaga kerja asal NTT bisa dikirim ke luar negeri untuk hal ini. Dunia sekarang mengarah ke sana. Arab Saudi dengan semakin turunnya harga minyak, mulai pikir manfaatkan energi matahari.

Untuk mewujudkan ini, lanjut Sugeng, pada hari kelistrikan nasional tanggal 27 Oktober nanti, Komisi VII bersama Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan pihak terkait lainnya akan menemui Presiden Joko Widodo agar bisa menjabarkan potensi ini jadi keputusan politik nasional.

“Ini adalah pintu dan peluang untuk bangkit dalam ekonomi di masa pandemi Covid-19 maupun pasca Covid-19. Hari ini dunia berebutan ingin berinvestasi di bidang energi baru terbarukan. Bank-bank besar sudah tidak lagi membiayai pembangkit berbasis batubara ,” pungkas Sugeng.

Sementara Pendiri dan Ketua Pembina PJCI, Eddie Widono menyatakan mendukung penuh upaya Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat guna mengembangkan Pulau Sumba sebagai pusat energi matahari. Dalam kajian PJCI, Sumba dengan potensi energi matahari bisa jadi pengungkit ekonomi bila dioptimalkan.

“Potensi ini bisa diekspor ke Jawa. Industri di pulau Jawa butuh pasokan energi baru terbarukan sekitar 90-100 miliar kwh per tahun. Semenya yang mampu dipasok hanya sekita 8,5 miliar kwh pertahun energi terbarukan. Dampaknya, industri ini akan sulit mengekspor produknya ke negara yang inginkan produk dari energi baru terbarukan,” jelas mantan Dirut PLN 2001-2008 itu.

Untuk tahap awal kata Eddie, pihaknya akan fokus pada pengembangan 20 ribu megawatt yang akan dibangun dalam beberapa tahap. Tahap pertama sekitar 2.000 megawatt yang ditranmisikan lewat kabel laut dan udara ke Payton. Jaraknya sekitarnya sekitar 850 kilometer di mana 180 km akan lewat kabel dalam laut dan sisanya saluran udara.

“Dalam taksasi kami secara kasar, butuh biaya sekitar 1,2-1,5 milkliar dollar. Untuk lahan, 1 mega watt butuh 1,2 hektar. Tapi dari kegiatan ini potensi pertumbuhan Gross Domestic Bruto (GDP) untuk 2.000 megawat sekitar 1,2 milliar dollar," katanya.

Pertambahan kesempatan kerja setiap 500 megawatt bisa capai sekitar 25 ribu pekerja.Tentu akan langsung menggerakan perekonomian di Sumba dan Indonesia. Dampak ikutannya banyak sekali baik konsumsi, akomodasi dan lain sebagainya jadi butuh investasi swasta.

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan ini merupakan proyek monumental dan membanggakan bagi Indonesia umumnya maupun NTT.

“Ini punya dampak besar bagi aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya,semuanya akan bertumbuh dengan pesat,” tegas VBL---sapaan akrabnya.*

 

 

 

 

FOLLOW US