KATANTT.COM--Buruk muka cermin dibelah. Pepatah ini seakan cocok dialamatkan kepada Ipda Rudy Soik yang saat ini tengah mencari pembenaran diri setelah dipecat sebagai anggota Polri oleh Komisi Disiplin Polda NTT akibat pelanggaran berat yang dilakukannya. Sedikitnya, ada tujuh kasus pidana dan pelanggaran berat yang dilaporkan terhadap dirinya.
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh
Polda NTT terhadap Pama Yanma
Polda NTT, Ipda
Rudy Soik bukan semata karena pemasangan police line di dua lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar.
Walaupun di lokasi tersebut tidak ada kejadian tindak pidana dan barang bukti serta dalam proses penyelidikan tersebut juga Ipda
Rudy Soik tidak dapat menunjukan administrasi penyelidikan sesuai dengan SOP penyelidikan.
Namun putusan PTDH diambil karena sejumlah laporan polisi dan laporan pelanggaran disiplin lain yang sudah ditangani
Polda NTT.
Polda NTT menyebut alasan PTDH karena terdapat tujuh kasus yang memberatkan.
Kabid Humas
Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy didampingi Kabidkum, Kombes Pol Taufik Irpan Awaluddin, Kabid Propam, Kombes Pol Anthoni Robert Sormin dan Kapolresta Kupang Kota, Kombes Pol Aldinan RJH Manurung mengemukakan hal tersebut di
Polda NTT, Minggu (13/10/2024).
PTDH yang dilakukan terkait dengan lima laporan polisi yang masuk ke Bid Propam
Polda NTT dalam kurun waktu dua bulan terakhir yang diproses oleh Bid Propam
Polda NTT.
Lima laporan terhadap Ipda
Rudy Soik tersebut diawali dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Paminal
Polda NTT terhadap Ipda
Rudy Soik bersama tiga anggota Polri lainnya yakni AKP YS, Ipda LL dan Brigpol JER yang berstatus istri orang pada 25 Juni 2024 di sebuah tempat hiburan di saat jam dinas berlangsung bersama orang.
Dari OTT tersebut anggota Paminal
Polda NTT membuat Laporan Polisi nomor LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 27 Juni 2024.
Ipda
Rudy Soik mendapat sanksi penempatan pada tempat khusus selama 14 hari dan mutasi bersifat demosi selama tiga tahun keluar wilayah
Polda NTT. Putusan ini berdasarkan putusan Sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
Sanksi demosi selama tiga tahun tersebut diputuskan, karena sebelumnya Ipda
Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran dan menjalani empat kali sidang disiplin dan kode etik pada tahun 2015 dan 2017 lalu.
Tahun 2015 melakukan pelanggaran disiplin Polri penyalahgunaan wewenang serta memfitnah atasan sesuai laporan polisi momor LP/17/II/2015/Yanduan, tanggal 9 Februari 2015, dengan sanksi teguran tertulis.
Di tahun yang sama melakukan Pungutan Liar (Pungli) dan diproses disiplin sesuai laporan polisi nomor LP/18/II/2015/Yanduan, tanggal 9 Februari 2015, dengan sanksi disiplin tunda pendidikan selama 1 tahun.
Juga melakukan penganiayaan dan diproses disiplin sesuai laporan polisi Nomor LP/23/II/2015/Yanduan, tanggal 17 Februari 2015, dengan sanksi disiplin teguran tertulis dan juga diproses secara pidana umum dengan putusan pidana kurungan selama empat bulan penjara.
Tahun 2017 melakukan pelanggaran disiplin menurunkan citra Polri sesuai laporan polisi nomor LP/23/II/2017/ Yanduan, tangal 24 Februari 2017, dengan sanksi disiplin tunda pendidikan selama 1 tahun.
Laporan polisi terakhir yang diproses oleh Bid Propam
Polda NTT adalah penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Ipda
Rudy Soik sesuai laporan polisi nomor. LP-A/73/VIII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 16 Agustus 2024.
Laporan tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan infosus (Informasi Khusus) Nomor : R/52/VII/2024 tanggal 11 Juli 2024 terkait hal-hal yang merugikan institusi Polri dalam proses penegakan hukum berupa pemasangan garis polisi (police line) di lokasi yang tidak terdapat atau terjadi sebuah tindak pidana saat melakukan penyelidikan. Ipda
Rudy Soik mengajukan banding sehingga dia tidak melaksanakan sanksi tersebut.
Dari proses sidang banding, diputuskan oleh komisi banding, dengan putusan sidang banding Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/06/X/2024/Kom Banding, tanggal 9 Oktober 2024 dengan menjatuhkan sanksi dari putusan Komisi Kode Etik Polri menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun terhadap Putusan Sidang KKEP Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
Proses hukum kedua terhadap Ipda
Rudy Soik kembali dilakukan oleh Bid Propam
Polda NTT dengan adanya laporan tentang kasus fitnah atau pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Ipda
Rudy Soik terhadap salah seorang anggota Paminal
Polda NTT.
Laporan tersebut tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP-A/50/VI/HUK.12.10./2024/Provos tanggal 27 Juni 2024. Dari kasus fitnah dan pencemaran nama baik tersebut, Ipda
Rudy Soik menjalani sidang disiplin.
Hasil putusan sidang dengan keputusan hukuman Disiplin Nomor : KEP/02/VIII/2024 tanggal 29 Agustus 2024 dengan sanksi teguran tertulis, penundaan mengikuti pendidikan paling lama satu tahun dan pembebasan dari jabatan selama satu tahun.
Kasus ketiga yang dilakukan oleh Ipda
Rudy Soik yakni meninggalkan tempat tugas keluar wilayah hukum
Polda NTT tanpa ijin dari pimpinan/atasan yang berwenang.
Dari hasil verifikasi dan investigasi yang dilakukan anggota Propam
Polda NTT terhadap laporan tersebut, Ipda
Rudy Soik meninggalkan tempat tugas keluar wilayah hukum
Polda NTT, sehingga dibuatkan laporan polisi dengan nomor Laporan Polisi Nomor : LP- A/55/VII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 7 Juli 2024.
Pelanggaran ini diproses dalam Sidang Disiplin dengan Putusan Hukuman Disiplin Nomor: KEP/03/IX/2024 tanggal 11 September 2024 dengan sanksi teguran tertulis dan penempatan pada tempat khusus selama 14 hari.
Kasus lain yang dilakukan Ipda
Rudy Soik berdasarkan laporan polisi nomor : LP-A/66/VIII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 7 Agustus 2024 karena tidak melaksanakan tugas atau mangkir dari dinas selama tiga hari secara berturut-turut.
Dalam kasus tersebut Ipda
Rudy Soik dijatuhi sanksi teguran tertulis berdasarkan Keputusan Sidang Disiplin Nomor: KEP/04/IX/2024 tanggal 18 September 2024 dengan sanksi Teguran tertulis.
Kabidkum
Polda NTT, Kombes Taufik Irpan Awaluddin, mengatakan Ipda
Rudy Soik masih punya kesempatan selama 30 hari untuk mengajukan banding. Apabila memori bandingnya sudah ada, maka
Polda NTT siap lakukan persidangan.
"Sejauh ini yang bersangkutan belum ajukan banding kepada kami. Kalau sudah ada, maka hakim komisi banding akan mempertimbangkan perkara tersebut apakah menerima atau menolak," kata Awaluddin.
Kapolresta Kupang Kota, Kombes Aldinan Manurung, mengakui menerbitkan surat perintah tugas untuk pemantauan dugaan penyalahgunaan BBM.
Ia mengakui kalau Ipda
Rudy Soik melaporkan kepada nya secara lisan adanya penimbunan BBM ilegal, sehingga memerintahkan untuk ditindaklanjuti.
Kabid Humas
Polda NTT, Kombes Ariasandy menjelaskan selama 2024,
Polda NTT belum pernah menangani maupun menerima laporan polisi terkait penimbunan BBM di NTT. Dalam persidangan berbagai laporan polisi,
Rudy Soik berbelit-belit dalam memberikan keterangan
Saat melakukan penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM, Ipda
Rudy Soik memasang garis polisi (Police Line) di dua lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar yang di lokasi tersebut tidak ada kejadian tindak pidana dan barang bukti.
"Dalam proses penyelidikan tersebut, Ipda
Rudy Soik tidak dapat menunjukan administrasi penyelidikan sesuai dengan SOP penyelidikan," ujar Ariasandy.
Kasus tersebut telah disidangkan pada 10 Oktober dan 11 Oktober 2024 pemeriksaan saksi-saksi dan pembacaan tuntutan dan putusan yang berkaitan dengan kasus tersebut diatas.
Hasil pemeriksaan saksi-saksi dan barang bukti yang diajukan di persidangan pada intinya diakui atau dibenarkan oleh terduga Ipda
Rudy Soik sebagai pelanggar maupun pendampingnya (kuasa jukum).
Ipda
Rudy Soik maupun pendampingnya juga tidak mengajukan bukti atau pembelaan selain hanya meminta maaf dan mengakui adanya perbuatan yang merugikan Intitusi Polri.
Selama pemeriksaan sidang berlangsung, Ipda
Rudy Soik tidak kooperatif dan bahkan Ipda
Rudy Soik keluar dari ruangan sidang di saat pembacaan tuntutan dan tidak bersedia mendengarkan tuntutan dan putusan.
Ipda
Rudy Soik dinilai melakukan perbuatan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan melakukan pemasangan garis polisi (Police Line) pada drum dan jerigen yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar beralamat di Kelurahan Alak dan Fatukoa, yang mana tempat di lakukan pemasangan garis polisi (Police Line) tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana dan dalam tindakan tersebut tidak didukung dengan administrasi penyelidikan.
Hal ini menyebabkan korban Ahmad Anshar dan Algajali Munandar merasa malu, menimbulkan polemik di kalangan masyarakat sekitarnya, keluarganya merasa malu dengan pemberitaan media masa seolah-olah telah melakukan kejahatan padahal dirinya merasa tidak bersalah.
Tindakan Ipda
Rudy Soik melanggar Kode Etik Profesi Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1), dan pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan/atau pasal 5 ayat (1) b, c dan pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1, dan huruf d Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Dalam proses sidang tersebut tidak ada fakta yang meringankan, dan hanya ada fakta yang memberatkan yaitu pada saat pelanggaran terjadi dilakukan secara sadar, kesengajaan dan menyadari perbuatan tersebut merupakan norma larangan yang ada pada Peraturan Kode Etik Polri;
"Perbuatan Terduga pelanggar tersebut dapat berimplikasi merugikan dan merusak citra kelembagaan Polri," tandas Kabid Humas.
Terduga pelanggar dalam pemeriksaan pendahuluan menolak memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan dan menolak mendanda tangani berita acara pemeriksaan.
Terduga pelanggar dalam persidangan pembacaan tuntutan, mendadak dan menyatakan untuk tidak mendengarkan dan mengikuti persidangan sehingga terduga pelanggar meninggalkan ruangan persidangan namun tetap dilanjutkan dengan sidang tanpa kehadiran (In Absensia) terduga pelanggar.
Dari hasil pemeriksaan Sidang Kode Etik maka Komisi Kode Etik Polri Dalam mengambil keputusannya, Majelis sidang Komisi Kode Etik mempertimbangkan persangkaan, tuntutan dan tanggapan dari pendamping terduga pelanggar sebagaimana tersebut di atas dan penilaian terhadap seluruh fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan pelanggar Ipda
Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi PTDH dari dinas Polri.
"Selama ini tidak ada kejadian atau peristiwa kelangkaan BBM di Kota Kupang dan ini sesuai juga pernyataan dari Pertamina. juga sama sekali tidak adanya laporan dari masyarakat tentang kelangkaan BBM ke
Polda NTT maupun Polresta Kupang Kota, sehingga yang patut dipertanyakan dasar dari proses penyelidikan tersebut," ujar Kabid.
Polda NTT berkomitmen untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam institusi Kepolisian.
Putusan sanksi PTDH terhadap Ipda Rudi Soik berdasarkan fakta persidangannya juga sudah melalui pertimbangan yang matang dan merupakan langkah yang diambil sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukan, serta upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.