• Nusa Tenggara Timur

Korban Pencabulan Wali Kelas di Amarasi Masih Trauma dan Belum Masuk Sekolah

Imanuel Lodja | Sabtu, 02/12/2023 18:20 WIB
Korban Pencabulan Wali Kelas di Amarasi Masih Trauma dan Belum Masuk Sekolah Inilah sekolah yang menjadi saksi aksi bejad oknum guru di Amarasi.

KATANTT.COM--Hingga saat ini, penyidik PPA Satreskrim Polres Kupang belum meminta keterangan dari JFM, SPd alias Joni (59), Wali kelas sebuah sekolah dasar di Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang yang diadukan karena dugaan pencabulan terhadap sejumlah siswi salah satu Sekolah Dasar di Kabupaten Kupang.

Polisi beralasan masih fokus mengejar keterangan dari korban. Polisi pun sudah minta bantuan rumah harapan GMIT mendampingi para korban dan memulihkan para korban dari trauma. Pasca kejadian ini, para korban enggan ke sekolah karena masih trauma dengan kejadian yang mereka alami di sekolah.

"Setelah kasus ini terungkap dan dilaporkan ke polisi, para korban belum berani masuk sekolah, mungkin karena trauma," ujar Kepala sekolah E. Agatha A, SPd saat ditemui di sekolahnya, Sabtu (2/12/2023). 

Bahkan, salah satu ruang kelas yang diduga tempat wali kelas mencabuli para korban hingga saat ini masih terkunci. Para siswa masih takut dan trauma sehingga pihak sekolah masih berusaha memulihkan agar para siswa kembali tenang dan normal dalam melakukan kegiatan belajar di sekolah.

DBI (10), salah satu korban kasus ini pun hingga saat ini belum juga masuk sekolah. "Kalau dua korban sudah mulai masuk sekolah. Tapi korban yang kelas V sampai saat ini belum masuk sekolah. Kami memahami kondisi ini," ujar kepala sekolah.

Kepala sekolah mengaku kaget dengan kejadian ini. "Saya sama sekali tidak dilaporkan soal kejadian ini oleh para korban. Nanti setelah orang tua salah satu korban datang ke sekolah dan marah-marah saat bertemu terduga pelaku, baru saya tahu kejadian ini," tandasnya.

Salah satu ibu dari korban datang ke sekolah bertemu terduga pelaku di ruang kelas. Kebetulan istri terduga pelaku juga merupakan guru agama di sekolah tersebut sehingga juga langsung mendengar pengakuan dari orang tua korban.

Kepala sekolah awalnya mau mempertemukan sang guru dengan para orang tua korban untuk mencari jalan keluar, namun kasus ini sudah dilaporkan ke polisi sehingga kepala sekolah pun menyerahkan proses selanjutnya kepada pihak yang berwenang.

Diakui kepala sekolah kalau orang tua korban sempat datang ke sekolah dan langsung ke ruangan kelas sambil marah-marah saat bertemu Joni.

Kepala sekolah berusaha mengarahkan orang tua ke ruang kepala sekolah namun saat itu orang tua siswa korban pencabulan dalam keadaan emosional.

Pertemuan tidak membuahkan hasil karena orang tua korban sudah melaporkan ke pihak berwajib.

Pihak Polres Kupang pun menyurati lembaga sosial Rumah Harapan GMIT guna mendampingi para korban.

"Laporannya sudah kami proses. Saat ini masih pada upaya memulihkan korban dari trauma atas kejadian ini sehingga kita bersurat ke Rumah Harapan GMIT agar mendampingi korban dalam memulihkan mereka," ujar Kapolres Kupang, AKBP Anak Agung Gde Anom Wirata melalui Kasat Reskrim Polres Kupang, Iptu Elpidus Kono Feka.

Polisi baru meminta keterangan dari saksi-saksi. "Pada akhirnya, terlapor pun akan kami panggil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai laporan para korban," tandas Kasat Reskrim Polres Kupang, Iptu Elpidus Kono Feka.

Pelaku Kasar pada Siswa

Kepala sekolah pun mengaku kalau selama ini sang guru memiliki temperamen keras dan kasar.
Sejumlah siswa menjadi korban kekerasan dari sang guru, namun para siswa cenderung mendiamkan aksi kekerasan para guru.

Pada akhirnya, kepala sekolah mendapat kabar soal aksi kekerasan ini dan langsung menggelar pertemuan para guru serta menghimbau agar aksi kekerasan terhadap siswa tidak lagi dilakukan.

Selain kekerasan fisik pada siswa, para siswa juga mengaku mendapat kata-kata kasar dan makian dari sang guru.

Perlakuan kasar Joni baru berani diungkapkan para siswa setelah dugaan kasus cabul ini dilaporkan ke polisi.

Joni sendiri sebelumnya merupakan kepala sekolah di salah satu SD di Kecamatan Amarasi. Namun sejak tahun 2012 lalu, ia dimutasi menjadi guru biasa di sekolah tempat kejadian pencabulan. Sedianya, Joni akan memasuki masa purna tugas sebagai guru pada tanggal 1 Juli 2024 mendatang.

Rajin Ajak Siswa Nonton Video Porno

Selain aksi kekerasan fisik dan dugaan pencabulan, ternyata Joni pun sering mengajak siswa sekolah dasar untuk nonton video porno dari handphone sang guru.

Usai mempertontonkan adegan mesum dalam video, Joni mengancam para muridnya agar tidak memberitahukan kepada siapapun karena jika siswa melaporkan ke orang lain maka siswa ditakuti akan ditangkap polisi.

Atas laporan ini, kepala sekolah pun meminta klarifikasi dari sang guru. Joni malah menjawab kalau yang dilakukan hanyalah sekedar mempertontonkan budaya negara barat. "saya juga sudah minta agar hal ini tidak terjadi lagi," ujar kepala sekolah.

Karena banyaknya laporan kekerasan oleh guru kepada siswa dan juga kasus video porno maka sejumlah orang tua siswa sempat ke sekolah mengancam akan memindahkan anak mereka ke sekolah lain.

Para orang tua juga tidak nyaman dengan perlakuan kasar Joni kepada para siswa selama ini.

Tarik ke Dinas

Pasca kejadian ini, sejumlah orang tua sempat mendatangi sekolah menuntut agar Joni tidak lagi mengajar di sekolah tersebut karena para siswa trauma dan tidak mau masuk sekolah selagi Joni masih mengajar.

Kepala sekolah berkoordinasi dengan Camat Amarasi, Maher Ora sehingga Joni sempat dipindahkan sementara di UPT Cabang Dinas Pendidikan kecamatan Amarasi.

Namun berselang beberapa hari kemudian, Dinas pendidikan Kabupaten Kupang memanggil Joni untuk diperiksa di dinas dan selanjutnya ditarik ke Dinas Pendidikan dalam rangka pembinaan.

"Sejak 20 November lalu, dia tidak lagi mengajar disini namun saya belum mendapatkan informasi resminya," ujar kepala sekolah.

Pulihkan Trauma Siswa

Peristiwa yang terjadi di sekolah dasar ini juga menjadi beban dan pergumulan kepala sekolah. Kepala sekolah dan beberapa rekan gurunya berusaha memulihkan trauma para siswa agar kembali nyaman dan aman bersekola.

Sekolah ini sendiri memiliki 67 orang siswa kelas I hingga kelas VI. Puluhan siswa ini diasuh 10 orang guru termasuk terduga pelaku dan istri terduga pelaku yang merupakan guru agama kristen.

Sekolah ini dimekarkan sehingga warga dari dusun lain bersekolah ke sekolah pemekaran. Guna memulihkan trauma para siswa, beberapa waktu lalu digelar pertemuan di sekolah mengajarkan anak-anak mengenali dan menghindari kekerasan di sekolah termasuk siswi diingatkan bagian tubuh yang tidak boleh disentuh siswa pria.

Selain itu, pada setiap hari Jumat digelar doa bersama melibatkan seluruh siswa dan dilakukan konseling. Guru-guru pun berusaha berdialog secara terbuka dengan siswa dan melakukan konseling.

JFM, SPd alias Joni (59), Wali kelas sebuah sekolah dasar di Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, diadukan mencabuli sejumlah siswi salah satu Sekolah Dasar di Kabupaten Kupang.

Kasus dugaan tindak pidana percabulan anak dibawah umur, yang terjadi di sekolahnya beberapa waktu lalu sudah dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Kupang pekan lalu dengan laporan polisi nomor LP/B/229/XI/2023/SPKT/Polres Kupang/ Polda NTT, tanggal 23 November 2023.

Ketiga siswi korban pencabulan yakni AMB (10), DBI (10) dan RRMT (9). Para korban merupakan siswi kelas IV dan V SD.

Oknum wali kelas JFM yang juga warga Kelurahan Nonbes, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang telah melecehkan mereka secara sengaja di sekolahnya sejak beberapa waktu lalu hingga saat ini.

Melalui YMB (59), ibu kandung dari korban AMB, pengaduan ketiga siswi tersebut dilaporkan ke SPKT Polres Kupang didampingi Sri Astuti l. Ngongo, SH dari Yayasan Putri Zaitun Timur, Kota Kupang serta pendamping desa dan Rumah Harapan Kota Kupang.

Kasus ini bermula saat pelaku JFM melakukan tindakan asusila terhadap AMB yang adalah muridnya sendiri pada Sabtu (28/10/2023) lalu di salah satu ruang kelas sekolah tersebut.

Saat ini korban AMB masih duduk di bangku kelas IV SD. Setelah mengalami hal tersebut, korban AMB mulai mengalami perubahan sikap dan mental dimana ia sering ketakutan.

YMB, ibu korban AMB menaruh curigai atas perubahan sikap anaknya AMB yang semakin hari semakin berubah. YMB pun mencari tahu dan memaksa anaknya (AMB) untuk jujur.

Saat itu juga AMB menangis, lalu menceritakan semua perbuatan JFM atas dirinya kepada YMB.
Mendapat pengakuan dari AMB, YMB langsung mendatangi JFM di sekolahnya dan menanyakan perbuatannya. Namun JFM hanya diam saja. YMB pun mengadu pada guru-guru di sekolah tersebut.

Kasus asusila yang dilakukan JFM mulai tersebar dari mulut ke mulut, hingga para siswi yang lain turut membuka aib yang dilakukan sang guru wali kelasnya itu.

FOLLOW US