• Nusa Tenggara Timur

Polda NTT PastikanTindak Lanjuti Temuan Komnas HAM Terkait Kasus KS Mantan Kapolres Ngada

Imanuel Lodja | Minggu, 30/03/2025 22:35 WIB
Polda NTT PastikanTindak Lanjuti Temuan Komnas HAM Terkait Kasus KS Mantan Kapolres Ngada Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi

KATANTT.COM--Polda NTT telah menerima sejumlah temuan dan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Polda NTT pun segera menindaklanjuti temuan dan rekomendasi terkait Kasus Kekerasan Seksual (KS) mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadarma Lukman Sumaatmaja

"(Rekomendasi Komnas HAM) sudah kami terima dan segera kami tindak lanjuti," ujar Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi saat dikonfirmasi pada Minggu (30/3/2025).
 
Penyidik segera memeriksa beberapa saksi dan melengkapi hal yang kurang. "Pemeriksaan akan berkembang. Kita segera lengkapi," tambah Patar.
 
Patar mengaku kalau pihaknya sudah bertemu langsung dengan Komnas HAM dan menerima catatan dari Komnas HAM terkait dengan penanganan kasus ini.
 
Disebutkan kalau saat ini penyidik sedang fokus pada berkas tersangka AKBP Fajar Widyadarma Lukman Sumaatmaja (mantan Kapolres Ngada) yang dikembalikan jaksa.
 
"Kita fokus pada berkas (tersangka) Fajar yang dikembalikan jaksa karena kami sudah terima P19 nya," tambah mantan Kapolres Alor, Polda NTT ini.
 
Komnas HAM memberikan perhatian atas kasus tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap anak yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap tiga orang anak di Kota Kupang, NTT. 
 
Komnas HAM telah melakukan koordinasi dan permintaan keterangan kepada Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri dan Ditreskrimum Polda NTT terkait penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.
 
Komnas HAM ujar Uli Parulian Sihombing, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM dalam keterangannya pada Jumat (28/3/2025), meminta keterangan dua korban anak (13 tahun dan 16 tahun), orang tua korban anak (6 tahun), dan satu tersangka yang membantu Fajar dalam melakukan tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap anak. "Melakukan koordinasi dengan jajaran Pemerintah Kota Kupang terkait pelindungan dan pendampingan korban anak," ujar Uli Parulian Sihombing.
 
Komnas HAM meninjau lokasi dan permintaan keterangan saksi-saksi di tempat kejadian perkara. Komnas HAM mendapatkan sejumlah temuan bahwa tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap anak oleh tersangka Fajar melibatkan peran serta perantara dan/atau dilakukan melalui aplikasi MiChat.
 
"Fajar menggunakan perantara saudari V untuk mencari anak di bawah umur. Saudari V kemudian meminta Saudari F (tersangka usia 20 tahun) untuk mengaku sebagai anak Sekolah Menengah Pertama kepada Fajar," tambahnya 
 
Fajar juga meminta F untuk dibawakan anak perempuan yang lebih muda dengan alasan suka bermain dengan anak perempuan. F kemudian membawa anak perempuan berusia 6 tahun (usia saat ini) untuk bermain bersama Fajar. "Tanpa diketahui F,  Fajar mencabuli dan merekam perbuatan asusial tersebut," urai Uli.
 
Video yang direkam dan disebarluaskan oleh Fajar dilakukan tanpa konsen korban anak (6 tahun) dan dilakukan sebagai bentuk kesenangan karena berhasil mencabuli anak dibawah umur.  "Belum ditemukan bukti yang mengarah pada keuntungan ekonomi dalam perekaman dan penyebarluasan video tersebut," tambah Uli.
 
Selain itu, Fajar juga melakukan tindakan asusila terhadap anak berusia 16 tahun yang ditemui melalui MiChat dan anak berusia 13 tahun melalui perantara anak usia 16 tahun.
 
Setidaknya terdapat tujuh kali pemesanan kamar di beberapa hotel di Kota Kupang atas nama Fajar," tandasnya.
 
Berdasarkan temuan tersebut, Komnas HAM menegaskan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, terhadap anak berusia enam tahun. 
 
Fajar selaku aparat penegak hukum menggunakan relasi kuasa untuk melakukan pencabulan terhadap anak perempuan di bawah umur (6 tahun), kemudian merekam aktivitas pencabulan tersebut dan menyebarluaskan hasil rekaman tersebut.
 
Bentuk perbuatan lainnya adalah tindakan asusila yang dilakukan oleh Fajar terhadap anak perempuan di bawah umur (usia 13 tahun dan 16 tahun). 
 
Tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi yang dilakukan oleh Fajar diduga terlaksana secara sistematis dan melibatkan perantara yang harus diungkap keberadaan dan peran sertanya oleh Polda NTT dalam terjadinya tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap anak oleh Fajar.
 
Komnas HAM menilai bahwa Fajar telah melakukan pelanggaran berat terhadap hak anak untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan seksual, dan eksploitasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
 
Komnas HAM merekomendasikan kepada Kapolri untuk memproses hukum Fajar dan F secara profesional, transparan, akuntabel dan yang berkeadilan bagi korban.
 
Komnas HAM juga minta Kapolri menemukan dan mengungkap peran V yang diduga perantara dan penyedia jasa layanan untuk Fajar. "Menemukan dan mengungkap peran  Fangki Dae sebagai nama yang dipakai oleh Fajar ketika memesan kamar pada 25 Januari 2025," ujarnya.
 
Polri juga diminta menemukan perantara lain yang terlibat dalam tindak pidana kekerasan seksual oleh Fajar. Selain itu agar mencari dan mengungkap adanya pemesanan hotel di Kupang atas nama Fajar pada 14 September 2024, 2-4 Oktober 2024, 19 Oktober 2024, 30 Oktober 2024, dan 8 Desember 2024. Perlu juga berkoordinasi dengan LPSK mengenai restitusi dan kompensasi bagi para korban dan keluarga korban.
 
Komnas HAM juga minta agar Kapolri memeriksa kesehatan secara menyeluruh terhadap Fajar, terutama pemeriksaan kesehatan terkait penyakit menular seksual, mengingat hasil pemeriksaan kesehatan terhadap salah satu korban anak positif terinfeksi penyakit menular seksual.
 
Selain itu, mempertimbangkan untuk tetap menerapkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam sangkaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Fajar dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh F sebagai wujud
pemberatan hukuman maksimal, dengan pertimbangan bahwa seluruh korban adalah anak di bawah umur.
 
Komnas HAM mendorong penyidik Polda NTT untuk turut menerapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk mengungkap sumber uang yang dipergunakan Fajar dalam melakukan tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap anak.
 
Komnas HAM juga memberikan rekomendasi kepada Gubernur NTT dan Wali Kota Kupang untuk melaksanakan pelindungan terhadap korban anak secara komprehensif dan sistematis melalui penyediaan rumah aman atau rujukan tempat aman lainnya dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan dan pertimbangan yang terbaik bagi kehidupan dan masa depan korban anak.
 
Melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh terhadap ketiga korban anak untuk memastikan ketiga korban anak dalam kondisi yang sehat dan tidak mendapatkan transmisi penyakit apapun sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi.
 
Juga memastikan proses pendampingan dan pemulihan psikologis terhadap ketiga korban dilaksanakan secara komprehensif dan berkelanjutan, tidak hanya terbatas selama proses hukum saja, tetapi secara berkelanjutan hingga ketiga korban memiliki kesiapan yang baik untuk kembali ke dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
 
Selai itu memastikan pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan terhadap ketiga korban anak, baik melalui program pendidikan penyetaraan maupun kelanjutan pendidikan ketiga korban anak hingga tingkat tinggi.
 
"Memberikan pendampingan psikologis dan pembekalan pengetahuan terhadap orang tua dan keluarga korban agar mampu berperan dan mendampingi para korban anak dalam proses hukum yang dihadapi dan membersamai kehidupan para korban anak ke depan dengan lebih baik dan bertanggung jawab," ujar Uli.
 
Menteri Komunikasi dan Digital diminta melakukan evaluasi secara menyeluruh dan pengawasan ketat terhadap penggunaan aplikasi pertemanan dan kencan online (aplikasi MiChat dan sejenisnya) dan dampaknya terhadap tumbuh kembang dan gaya hidup anak remaja, mengingat penggunaan aplikasi pertemanan dan kencan online tersebut menimbulkan dampak serius terhadap peristiwa prostitusi dan tindak pidana perdagangan orang.

FOLLOW US